Pilpres 2014, tokoh muda harus berani
A
A
A
Sindonews.com - Regenerasi kepemimpinan di Indonesia sudah waktunya dilakukan, sebab publik sudah jenuh dengan figur yang ada selama ini. Tokoh- tokoh muda Indonesia dipercaya akan menjadi ujung tombak regenerasi kepemimpinan.
Hanya saja, tokoh-tokoh muda ini belum teruji di hadapan publik. Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, figur regenerasi secara normatif harus memiliki berbagai kriteria.
Salah satunya memiliki kompetensi dalam memperbaiki masalah bangsa. Hal ini berkaitan dengan profesionalitas seorang figur regenerasi yang tidak memiliki beban masa lalu sehingga tidak tersandera dalam mengambil kebijakan ketika memimpin.
Menurut dia, ada beberapa tokoh muda yang cukup kredibel untuk diajukan sebagai calon pemimpin bangsa. Mereka adalah Ketua Umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama Khofifah Indar Parawansa, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, dan Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan.
"Ketiga figur tersebut menjadi rebutan banyak parpol. Bahkan, PPP sedang mengamati ketiganya untuk diusung sebagai capres atau cawapres. Dahulu PPP juga punya KH Hasyim Muzadi, KH Salahuddin Wahid yang juga berasal dari nonparpol. Jadi tidak harus dari parpol," ungkap Lukman di Jakarta, Senin 11 Juni 2012 kemarin.
Menurut dia, tokoh-tokoh muda itu memiliki potensi yang kuat untuk memimpin bangsa. Hanya saja, masyarakat belum tahu dan mengenal banyak tentang mereka. Karena itu, ujarnya, mereka perlu memperkenalkan dirinya kepada masyarakat dan parpol.
Untuk melakukan itu diperlukan peran media di mana media menjadi alat yang paling efektif untuk menyebarkan informasi. "Parpol juga harus membuka diri. Karena berdasarkan UU, kendaraan menjadi capres dan atau cawapres melalui parpol, tidak bisa dari independen," tandas Ketua DPP PPP ini.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sudjito menilai parpol telah mengalami disorientasi politik karena hanya menyajikan tokoh- tokoh usang sebagai calon presiden dalam Pemilu 2014.
Di sisi lain, lembaga survei masih pragmatis dan tidak memiliki komitmen meningkatkan kualitas demokrasi. "Karena itu, tokoh-tokoh muda harus berani melakukan gebrakan untuk meruntuhkan dinasti segelintir elite ini," kata Arie.
Menurut dia, keputusan mengusung capres yang masih didominasi tokoh-tokoh lama menunjukkan bahwa sistem kaderisasi dan kepemimpinan di partai masih buruk. Secara tidak langsung, ujarnya, partai terjebak sebagai alat mempraktikkan pragmatisme politik. "Itu tanda partai mengalami disorientasi," ujarnya.
Menurut dia, tantangan bagi partai-partai sebagai lembaga politik di negara demokratis adalah meningkatkan kualitas demokrasi yang salah satunya melakukan regenerasi.
Menurut dia, jika tidak berubah dan tidak ada juga regenerasi kepemimpinan, bukan semata-semata hanya karena partai dan tokoh-tokoh lama, melainkan juga karena pemuda tidak mau membuat gebrakan. "Tokoh-tokoh muda larut dalam sistem dan roda partai yang pragmatis," paparnya.
Karena itu, tokoh-tokoh muda di pusat dan daerah harus berani mengambil inisiatif atau gebrakan dengan mengambil kepemimpinan di partai. (san)
Hanya saja, tokoh-tokoh muda ini belum teruji di hadapan publik. Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, figur regenerasi secara normatif harus memiliki berbagai kriteria.
Salah satunya memiliki kompetensi dalam memperbaiki masalah bangsa. Hal ini berkaitan dengan profesionalitas seorang figur regenerasi yang tidak memiliki beban masa lalu sehingga tidak tersandera dalam mengambil kebijakan ketika memimpin.
Menurut dia, ada beberapa tokoh muda yang cukup kredibel untuk diajukan sebagai calon pemimpin bangsa. Mereka adalah Ketua Umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama Khofifah Indar Parawansa, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, dan Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan.
"Ketiga figur tersebut menjadi rebutan banyak parpol. Bahkan, PPP sedang mengamati ketiganya untuk diusung sebagai capres atau cawapres. Dahulu PPP juga punya KH Hasyim Muzadi, KH Salahuddin Wahid yang juga berasal dari nonparpol. Jadi tidak harus dari parpol," ungkap Lukman di Jakarta, Senin 11 Juni 2012 kemarin.
Menurut dia, tokoh-tokoh muda itu memiliki potensi yang kuat untuk memimpin bangsa. Hanya saja, masyarakat belum tahu dan mengenal banyak tentang mereka. Karena itu, ujarnya, mereka perlu memperkenalkan dirinya kepada masyarakat dan parpol.
Untuk melakukan itu diperlukan peran media di mana media menjadi alat yang paling efektif untuk menyebarkan informasi. "Parpol juga harus membuka diri. Karena berdasarkan UU, kendaraan menjadi capres dan atau cawapres melalui parpol, tidak bisa dari independen," tandas Ketua DPP PPP ini.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sudjito menilai parpol telah mengalami disorientasi politik karena hanya menyajikan tokoh- tokoh usang sebagai calon presiden dalam Pemilu 2014.
Di sisi lain, lembaga survei masih pragmatis dan tidak memiliki komitmen meningkatkan kualitas demokrasi. "Karena itu, tokoh-tokoh muda harus berani melakukan gebrakan untuk meruntuhkan dinasti segelintir elite ini," kata Arie.
Menurut dia, keputusan mengusung capres yang masih didominasi tokoh-tokoh lama menunjukkan bahwa sistem kaderisasi dan kepemimpinan di partai masih buruk. Secara tidak langsung, ujarnya, partai terjebak sebagai alat mempraktikkan pragmatisme politik. "Itu tanda partai mengalami disorientasi," ujarnya.
Menurut dia, tantangan bagi partai-partai sebagai lembaga politik di negara demokratis adalah meningkatkan kualitas demokrasi yang salah satunya melakukan regenerasi.
Menurut dia, jika tidak berubah dan tidak ada juga regenerasi kepemimpinan, bukan semata-semata hanya karena partai dan tokoh-tokoh lama, melainkan juga karena pemuda tidak mau membuat gebrakan. "Tokoh-tokoh muda larut dalam sistem dan roda partai yang pragmatis," paparnya.
Karena itu, tokoh-tokoh muda di pusat dan daerah harus berani mengambil inisiatif atau gebrakan dengan mengambil kepemimpinan di partai. (san)
()