Polri diminta proses segera laporan KPP
A
A
A
Sindonews.com - Kepolisian harus berani menindaklanjuti dan memproses laporan Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) terhadap lima anggota Komisi III DPR, yang diduga telah melakukan intervensi terhadap putusan Mahkamah Agung (MA).
Pengamat hukum dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Yesmil Anwar mengatakan, anggota DPR tidak kebal terhadap hukum. Para legislator itu juga berkedudukan sama di mata hukum. "Maka polisi jangan pernah takut," ujar Yesmil saat dihubungi, Minggu 10 Juni 2012 kemarin.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Unpad ini, penyidik di Markas Besar Polri harus segera mencari dua alat bukti yang cukup. Dugaan intervensi ini, kata Yesmil, juga sudah menjadi sorotan publik. Polri harus segera melakukan langkah agar kasus ini berjalan dengan semestinya.
"Jika di tengah jalan ternyata tidak ada bukti, ya memang itu risikonya, yang paling penting pelajari dulu, proses dulu," ungkap Yesmil.
Seperti diketahui, sejumlah LSM antikorupsi yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) melaporkan lima anggota DPR ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Kamis 7 Juni 2012 lalu.
Seluruh terlapor berasal dari Komisi III DPR. Mereka adalah Wakil Ketua Komisi III Nasir Djamil (Fraksi PKS), Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin (Fraksi Partai Golkar), anggota Komisi III Syarifuddin Suding (Fraksi Partai Hanura), Abu Bakar Al-Habsy (Fraksi PKS), dan Ahmad Yani (Fraksi PPP).
Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) yang merupakan salah satu LSM yang tergabung dalam KPP, Donal Fariz, mereka dilaporkan atas dugaan melakukan intervensi terhadap putusan MA, untuk mencabut SK pemindahan sidang Wali Kota Semarang nonaktif Soemarmo dan Ketua DPRD Jawa Tengah Murdoko dari Pengadilan Tipikor Semarang ke Jakarta.
Kelima anggota DPR tersebut dianggap sudah menghalangi proses peradilan dan dianggap memenuhi tindak pidana. Yesmil berpendapat, dugaan adanya intervensi tersebut bisa dipidanakan, asal polisi benar-benar menggunakan pasal yang tepat. "Jangan salah langkah. Polisi juga harus menemukan bukti yang cukup," kata dia.
Dia yakin KPP sudah memikirkan matang-matang terkait dengan laporannya. Menurut dia, dugaan adanya intervensi ini memang harus dibuktikan dengan alat bukti yang benarbenar bisa mengungkap. "Polisi harus benar-benar cermat, di sini memang dibutuhkan kemauan," kata dia.
Yesmil memuji langkah ICW dan LSM lain yang tergabung dalam KPP melaporkan lima anggota DPR. Menurutnya, ini bisa menjadi pembelajaran hukum untuk anggota DPR agar tidak bertindak semena-mena, seperti halnya meminta MA untuk mencabut surat keputusan. Namun, tudingan KPP tersebut harus dibuktikan.
"Jalannya yalewat laporan ini.Jika memang sengaja melakukan intervensi dan ada buktinya, kenapa tidak untuk diproses dan dihukum sesuai dengan UU," papar Yesmil.
Kelima anggota Komisi III DPR tersebut dilaporkan dengan dipersangkakan Pasal 21 Undang-Undang No 31/1999 jo Pasal Undang-Undang No 20/ 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi,atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Menurut Yesmil, tugas kepolisian menindaklanjuti laporan masyarakat. Untuk itu, kepolisian harus bisa membuktikan kepada publik serius dalam menangani kasus ini. "Harus bisa, untuk membuktikan bahwa polisi tidak bisa dipolitisasi," pungkas dia. (san)
Pengamat hukum dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Yesmil Anwar mengatakan, anggota DPR tidak kebal terhadap hukum. Para legislator itu juga berkedudukan sama di mata hukum. "Maka polisi jangan pernah takut," ujar Yesmil saat dihubungi, Minggu 10 Juni 2012 kemarin.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Unpad ini, penyidik di Markas Besar Polri harus segera mencari dua alat bukti yang cukup. Dugaan intervensi ini, kata Yesmil, juga sudah menjadi sorotan publik. Polri harus segera melakukan langkah agar kasus ini berjalan dengan semestinya.
"Jika di tengah jalan ternyata tidak ada bukti, ya memang itu risikonya, yang paling penting pelajari dulu, proses dulu," ungkap Yesmil.
Seperti diketahui, sejumlah LSM antikorupsi yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) melaporkan lima anggota DPR ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Kamis 7 Juni 2012 lalu.
Seluruh terlapor berasal dari Komisi III DPR. Mereka adalah Wakil Ketua Komisi III Nasir Djamil (Fraksi PKS), Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin (Fraksi Partai Golkar), anggota Komisi III Syarifuddin Suding (Fraksi Partai Hanura), Abu Bakar Al-Habsy (Fraksi PKS), dan Ahmad Yani (Fraksi PPP).
Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) yang merupakan salah satu LSM yang tergabung dalam KPP, Donal Fariz, mereka dilaporkan atas dugaan melakukan intervensi terhadap putusan MA, untuk mencabut SK pemindahan sidang Wali Kota Semarang nonaktif Soemarmo dan Ketua DPRD Jawa Tengah Murdoko dari Pengadilan Tipikor Semarang ke Jakarta.
Kelima anggota DPR tersebut dianggap sudah menghalangi proses peradilan dan dianggap memenuhi tindak pidana. Yesmil berpendapat, dugaan adanya intervensi tersebut bisa dipidanakan, asal polisi benar-benar menggunakan pasal yang tepat. "Jangan salah langkah. Polisi juga harus menemukan bukti yang cukup," kata dia.
Dia yakin KPP sudah memikirkan matang-matang terkait dengan laporannya. Menurut dia, dugaan adanya intervensi ini memang harus dibuktikan dengan alat bukti yang benarbenar bisa mengungkap. "Polisi harus benar-benar cermat, di sini memang dibutuhkan kemauan," kata dia.
Yesmil memuji langkah ICW dan LSM lain yang tergabung dalam KPP melaporkan lima anggota DPR. Menurutnya, ini bisa menjadi pembelajaran hukum untuk anggota DPR agar tidak bertindak semena-mena, seperti halnya meminta MA untuk mencabut surat keputusan. Namun, tudingan KPP tersebut harus dibuktikan.
"Jalannya yalewat laporan ini.Jika memang sengaja melakukan intervensi dan ada buktinya, kenapa tidak untuk diproses dan dihukum sesuai dengan UU," papar Yesmil.
Kelima anggota Komisi III DPR tersebut dilaporkan dengan dipersangkakan Pasal 21 Undang-Undang No 31/1999 jo Pasal Undang-Undang No 20/ 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi,atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Menurut Yesmil, tugas kepolisian menindaklanjuti laporan masyarakat. Untuk itu, kepolisian harus bisa membuktikan kepada publik serius dalam menangani kasus ini. "Harus bisa, untuk membuktikan bahwa polisi tidak bisa dipolitisasi," pungkas dia. (san)
()