RUU Pilpres, jangan batasi figur baru
A
A
A
Sindonews.com – Sejumlah tokoh berharap, elite politik tidak membatasi pemunculan figur baru calon presiden (capres) dalam Pemilu 2014.
Karena itu, mereka meminta agar DPR dan pemerintah tidak mempersulit munculnya figur baru ini dalam pembahasan Rancangan Undang–Undang (RUU) Pilpres. “Tokoh-tokoh bangsa sangat banyak di Indonesia, dan masyarakat harus diberi kesempatan luas memilih yang terbaik di antara yang baikbaik itu. Jadi, jangan sampai ada pembatasan yang tidak proporsional,” tandas Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman di Jakarta, Kamis (7/6/2012).
Irman menyatakan, pembatasan yang terjadi sudah terlihat ketika partai politik sangat tertutup, bahkan bersikap oligarki dalam menentukan capres yang akan diusung. Ini bisa lebih parah jika sistem yang dibangun dalam RUU Pilpres tidak memperhatikan potensi tokoh terbaik yang tidak terakomodasi lantaran standar dukungan yang dibangun tidak rasional. “Saya belum bicara substansi soal besaran atau persentase untuk bisa mengajukan capres. Hanya saja, munculnya tokoh jangan sampai dikebiri,” ujarnya. Senada diungkapkan mantan Wakil Presiden Hamzah Haz.
Menurut dia, yang seharusnya ditonjolkan dalam memilih pemimpin bangsa adalah kualifikasi figur yang mumpuni, bukan justru soal standar dukungan politik. Sebab, ungkap Hamzah, pemimpin bangsa haruslah orang yang mampu dan memiliki visi membangun bangsa. Pemimpin bangsa, ujarnya, bukan sekadar pemain politik belaka. “Syarat capres menurut saya adalah soal kualitas. Harus punya kredibilitas, integritas, merakyat, dan memiliki keberanian dalam mengambil keputusan. Sebab, presiden harus sadar dibelakang mereka adalah rakyat,” ujarnya. (lil)
Karena itu, mereka meminta agar DPR dan pemerintah tidak mempersulit munculnya figur baru ini dalam pembahasan Rancangan Undang–Undang (RUU) Pilpres. “Tokoh-tokoh bangsa sangat banyak di Indonesia, dan masyarakat harus diberi kesempatan luas memilih yang terbaik di antara yang baikbaik itu. Jadi, jangan sampai ada pembatasan yang tidak proporsional,” tandas Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman di Jakarta, Kamis (7/6/2012).
Irman menyatakan, pembatasan yang terjadi sudah terlihat ketika partai politik sangat tertutup, bahkan bersikap oligarki dalam menentukan capres yang akan diusung. Ini bisa lebih parah jika sistem yang dibangun dalam RUU Pilpres tidak memperhatikan potensi tokoh terbaik yang tidak terakomodasi lantaran standar dukungan yang dibangun tidak rasional. “Saya belum bicara substansi soal besaran atau persentase untuk bisa mengajukan capres. Hanya saja, munculnya tokoh jangan sampai dikebiri,” ujarnya. Senada diungkapkan mantan Wakil Presiden Hamzah Haz.
Menurut dia, yang seharusnya ditonjolkan dalam memilih pemimpin bangsa adalah kualifikasi figur yang mumpuni, bukan justru soal standar dukungan politik. Sebab, ungkap Hamzah, pemimpin bangsa haruslah orang yang mampu dan memiliki visi membangun bangsa. Pemimpin bangsa, ujarnya, bukan sekadar pemain politik belaka. “Syarat capres menurut saya adalah soal kualitas. Harus punya kredibilitas, integritas, merakyat, dan memiliki keberanian dalam mengambil keputusan. Sebab, presiden harus sadar dibelakang mereka adalah rakyat,” ujarnya. (lil)
()