Yusril: Pecat semua wamen
A
A
A
Sindonews.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, secara teori ada benarnya peryataan Denny Indrayana yang mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) semakin memperkuat posisi Wakil menteri (Wamen).
"Putusan MK menegaskan bahwa Presiden dapat mengangkat wamen seperti diatur dalam Pasal 10 UU No. 39/2008. Jadi keberadaan wamen secara teori sah," ujar Yusril saat dihubungi wartawan, Rabu (6/6/2012).
Kendati begitu, Yusril mengaku pasca putusan MK, wamen tidak lagi dianggap sebagai jabatan karier atau kabinet karena sudah dibatalkan.
"Namun wamen sekarang ini hanya menjadi pejabat karir, dan bukan anggota kabinet. Sudah dibatalkan MK, jadi sudah tidak sah lagi. Presiden perlu berhentikan mereka semua, dan angkat wamen baru yang anggota kabinet," terangnya.
Selain itu, supaya tidak memakan anggaran yang banyak, sebaiknya posisi wakil menteri segera dihapus saja. "Baiknya dihapus semua," tukasnya.
Seperti diketahui, pada Selasa 6 Juni 2012, MK memutuskan untuk membatalkan penjelasan pasal 10 UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara yang mengakibatkan nonaktifnya jabatan wamen.
Dalam putusan itu, disebutkan penjelasan pasal 10 UU No. 39/2008 yang menyatakan pengangkatan wamen sebelumnya inkonstitusional, sehingga Keppres terkait wamen tersebut perlu diperbaharui agar kewenangan eklusif Presiden dalam hal pengangkatan para wamen bisa berjalan.
Sebelumnya, Ketua MK Mahfud MD meminta, Presiden SBY segera mengeluarkan Keppres dan Peraturan Presiden (Perpres) baru terkait dengan posisi wamen. Pasalnya, jika wakil menteri mengeluarkan kebijakan pasca putusan MK sebelum keppres baru lahir, maka kebijakan tersebut bisa digugat.
"Bisa saja, kalau kebijakan dianggap tidak berdasarkan kewenangan yang seharusnya, karena Keppresnya tidak dicabut," terang Mahfud di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 6 Juni 2012.
Akan tetapi, Mahfud menegaskan gugatan tersebut hanya bisa dilakukan melalui Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
Gugatan uji materi UU Kementerian Negara ini dimohonkan oleh Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Pusat Adi Warman. Dalam permohonannya, Adi menilai posisi wakil menteri bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam berkas perkara Nomor 79/PUU/2011, pemohon meminta MK melakukan uji materi pasal 10 UU Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Posisi wakil menteri disebut-sebut sebagai upaya politisasi terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan cara bagi-bagi jabatan, memboroskan anggaran, dan pembentukannya cenderung sangat dipaksakan.
Gugatan tersebut didaftarkan pada akhir 2011 dan mendesak MK membubarkan wakil menteri. Selain alasan pemborosan anggaran, dasar pembentukan Wamen dinilai sangat dipaksakan.
Hal itu lantaran dasar hukum pengangkatan wakil menteri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak terdapat dalam batang tubuh pasal 10, melainkan dalam penjelasannya, sehingga tidak bisa dijadikan dasar hukum. (san)
"Putusan MK menegaskan bahwa Presiden dapat mengangkat wamen seperti diatur dalam Pasal 10 UU No. 39/2008. Jadi keberadaan wamen secara teori sah," ujar Yusril saat dihubungi wartawan, Rabu (6/6/2012).
Kendati begitu, Yusril mengaku pasca putusan MK, wamen tidak lagi dianggap sebagai jabatan karier atau kabinet karena sudah dibatalkan.
"Namun wamen sekarang ini hanya menjadi pejabat karir, dan bukan anggota kabinet. Sudah dibatalkan MK, jadi sudah tidak sah lagi. Presiden perlu berhentikan mereka semua, dan angkat wamen baru yang anggota kabinet," terangnya.
Selain itu, supaya tidak memakan anggaran yang banyak, sebaiknya posisi wakil menteri segera dihapus saja. "Baiknya dihapus semua," tukasnya.
Seperti diketahui, pada Selasa 6 Juni 2012, MK memutuskan untuk membatalkan penjelasan pasal 10 UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara yang mengakibatkan nonaktifnya jabatan wamen.
Dalam putusan itu, disebutkan penjelasan pasal 10 UU No. 39/2008 yang menyatakan pengangkatan wamen sebelumnya inkonstitusional, sehingga Keppres terkait wamen tersebut perlu diperbaharui agar kewenangan eklusif Presiden dalam hal pengangkatan para wamen bisa berjalan.
Sebelumnya, Ketua MK Mahfud MD meminta, Presiden SBY segera mengeluarkan Keppres dan Peraturan Presiden (Perpres) baru terkait dengan posisi wamen. Pasalnya, jika wakil menteri mengeluarkan kebijakan pasca putusan MK sebelum keppres baru lahir, maka kebijakan tersebut bisa digugat.
"Bisa saja, kalau kebijakan dianggap tidak berdasarkan kewenangan yang seharusnya, karena Keppresnya tidak dicabut," terang Mahfud di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 6 Juni 2012.
Akan tetapi, Mahfud menegaskan gugatan tersebut hanya bisa dilakukan melalui Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
Gugatan uji materi UU Kementerian Negara ini dimohonkan oleh Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Pusat Adi Warman. Dalam permohonannya, Adi menilai posisi wakil menteri bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam berkas perkara Nomor 79/PUU/2011, pemohon meminta MK melakukan uji materi pasal 10 UU Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Posisi wakil menteri disebut-sebut sebagai upaya politisasi terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan cara bagi-bagi jabatan, memboroskan anggaran, dan pembentukannya cenderung sangat dipaksakan.
Gugatan tersebut didaftarkan pada akhir 2011 dan mendesak MK membubarkan wakil menteri. Selain alasan pemborosan anggaran, dasar pembentukan Wamen dinilai sangat dipaksakan.
Hal itu lantaran dasar hukum pengangkatan wakil menteri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak terdapat dalam batang tubuh pasal 10, melainkan dalam penjelasannya, sehingga tidak bisa dijadikan dasar hukum. (san)
()