Pemerintah siap hadapi interpelasi soal grasi Corby

Rabu, 30 Mei 2012 - 08:35 WIB
Pemerintah siap hadapi...
Pemerintah siap hadapi interpelasi soal grasi Corby
A A A
Sindonews.com – Pemberian grasi lima tahun terhadap terpidana narkotika asal Australia, Schapelle Corby, berpotensi menimbulkan pelanggaran sumpah jabatan presiden.

Penyataan ini ditegaskan pengamat hukum internasional Hikmahanto Juwana di Jakarta kemarin.Menurut dia, potensi pelanggaran jabatan itu bisa terjadi jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak mencabut grasi yang diberikan pada Corby. Dalam sumpah jabatan dinyatakan, presiden akan menjalankan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya dengan selurus- lurusnya.

“Ini karena sejak 1997,Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances tahun 1988,dengan UU Nomor 7 Tahun 1997,” ujar Hikmahanto di Jakarta kemarin. Dia menjelaskan sesuai Pasal 9 UUD 1945,dalam setiap pelantikan, presiden selalu disumpah di hadapan MPR atau DPR dengan disaksikan pimpinan Mahkamah Agung (MA).

Sumpah itu diucapkan sesuai dengan agama yang dianut. Dalam sumpah, presiden terpilih siap memenuhi kewajiban sebagai presiden dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus- lurusnya, serta berbakti kepada nusa dan bangsa. Hikmahanto menganggap presiden bisa melanggar sumpahnya dalam pemberian grasi kepada Corby.

Itu disebabkan presiden tidak menjalankan atau mengimplementasikan UU No 7/1997 yang telah diratifikasi dengan Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika tahun 1988. Konvensi ini menerangkan bahwa kejahatan perdagangan obat,narkotika, dan bahan psikotropika sebagai kejahatan serius. Selanjutnya pada Pasal 3 ayat 6 dalam Konvensi itu, ujar Hikmahanto, disebutkan bahwa pemerintah harus memastikan pengenaan sanksi yang maksimum.

Bahkan, dalam Pasal 3 ayat 7 diwanti-wanti bahwa narapidana jenis kejahatan ini bila hendak dibebaskan lebih awal, misalnya melalui grasi atau pembebasan bersyarat harus mempertimbangkan bahwa kejahatan perdagangan narkoba merupakan kejahatan serius. “Menjadi pertanyaan apakah presiden ketika mengabulkan grasi kepada Corby telah memperhatikan UU 7/1997.

Bila memang sudah memperhatikan apakah ada kepentingan yang lebih besar dari Indonesia kepada Australia, sehingga pemberian grasi dianggap sepadan dengan kepentingan nasional. Pemerintah harus menjawab hal ini,” papar Hikmahanto. Pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakkir mengatakan, kebijakan pemerintah justru membuat upaya penegak hukum pemberantasan narkotika menjadi percuma dan tidak dihargai.

Selain itu, ada gejala diskriminasi yang parah dari pemerintah terhadap terpidana warga negara Indonesia dan warga negara asing. Sementara itu, pemerintah siap menghadapi interpelasi yang akan dilakukan DPR terkait grasi yang diberikan Presiden SBY kepada terpidana kasus narkoba Schapelle Corby. Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, pemerintah tidak akan mencabut keputusan pemberian grasi lima tahun yang telah ditandatangani Presiden SBY pada 15 Mei lalu.

“Interpelasi adalah hak konstitusi anggota legislatif, itu tidak bisa dilarang dan tidak bisa dicegah. Jadi kalau itu dilaksanakan, ini proses politik. Pemerintah sudah siap menghadapi (interpelasi) itu,”ujar Djoko di Kantor Kepresidenan, Jakarta. (wbs)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0471 seconds (0.1#10.140)