Pencapresan Ani dinilai tidak etis

Senin, 28 Mei 2012 - 08:19 WIB
Pencapresan Ani dinilai tidak etis
Pencapresan Ani dinilai tidak etis
A A A
Sindonews.com – Diusungnya Ibu Negara Ani Yudhoyono sebagai calon presiden (capres) dinilai merupakan contoh etika politik yang buruk.

Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia Ubedilah Badrun menyatakan, pada dasarnya setiap warga negara memiliki hak politik untuk memilih figur yang dinilainya layak menjadi calon presiden (capres). Hak ini pun melekat pada para kader dan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat yang selama ini terus menyuarakan dorongan dan dukungan kepada Ani Yudhoyono untuk menjadi capres 2014.

Hanya saja, kata Ubedilah,dari kacamata etika politik, Ani yang pada 2014 nanti akan menjadi istri mantan presiden berkuasa lebih baik menahan diri lebih dulu. ”Kalau memang bersedia, jangan di 2014. Mungkin di 2019 sehingga ada rentang waktu dengan kekuasaan suaminya, Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono),” kata Ubedilah di Jakarta kemarin.

Dia juga mengingatkan, pencapresan Ani yang dilakukan segera setelah Presiden SBY turun takhta akan kurang baik bagi pencitraan dirinya mengingat masyarakat sangat sensitif dengan isu politik dinasti dan nepotisme. ”Secara sosiologi politik, rakyat Indonesia saat ini cukup resisten terhadap pola keluarga yang bergiliran menduduki kekuasaan,” jelas akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu.

Peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi mengamini pendapat Ubedilah.Dia mengingatkan, praktik politik dinasti di Indonesia masih diasumsikan sama dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Dengan begitu, hal tersebut akan memberikan dampak negatif bagi figur Ani sebagai capres. ”Kondisi ini relatif berbeda dengan negara lain di mana politik dinasti dianggap pewarisan ideologi dari pemimpin sebelumnya.

Di sini karisma politik saja tidak bisa menjadi warisan kepemimpinan negara,” terang Burhan. Direktur Eksekutif LSI Kuskridho Ambardhi (Dodi) menyatakan, tingkat keterpilihan Ani jika masuk jajaran capres masih rendah dibandingkan figur-figur lainnya yang selama ini meramaikan bursa bakal capres. ”Respons publik masih mengecewakan terhadap nama ini,”katanya.

Namun, lanjut dia, rendahnya elektabilitas Ani tidak serta-merta menutup kemungkinan pencapresannya karena bagaimanapun popularitas perempuan kelahiran 6 Juli 1952 ini sudah baik. ”Syarat keterpilihan itu minimal 70% populer dulu. Tapi tentu saja, kalau pemilu diadakan sekarang, pasti Ani tidak banyak dilirik,”ungkap Dodi. Rektor Universitas Wahid Hasyim Semarang Noor Achmad menilai peluang Ani untuk diusung sebagai capres dari Partai Demokrat masih terbuka lebar.

Kemunculan Ani, kata dia, bakal menjadi fenomena tersendiri. ”Ibu Ani masih sangat mungkin dicalonkan. Beliau adalah alternatif sosok capres dari kalangan perempuan. Apalagi sekarang belum ada figur yang sangat kuat untuk capres 2014. Kehadiran Ani Yudhoyono justru akan sangat strategis,” paparnya. Sementara itu, Ketua Komisi Pengawas Partai Demokrat TB Silalahi menyatakan, Majelis Tinggi yang diketuai SBY baru membahas capres paling cepat pada 2013.

Saat ini, kata dia, Majelis Tinggi baru menyaring dan mengumpulkan nama putra-putri terbaik bangsa yang telah dikantongi SBY. ”Nama-nama itu akan terus mengalami perubahan hingga pada saatnya hanya ada satu anak bangsa terbaik. Artinya saat ini belum ada nama definitif,” jelasnya. Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat Andi Nurpati menyerukan agar para kader Demokrat berhenti mewacanakan capres, termasuk Ani Yudhoyono.

”Kader yang terus berwacana sama saja menentang kebijakan SBY sebagai ketua Dewan Pembina,”kata Andi Nurpati. Dia kembali menegaskan bahwa Ani Yudhoyono tidak akan maju dalam Pilpres 2014. Menurut Andi, wacana pencapresan Ani bisa mengganggu kinerja partai dalam mengamankan berbagai kebijakan pemerintah. (wbs)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5441 seconds (0.1#10.140)