Presiden diusulkan lepas dari parpol
A
A
A
Sindonews.com - Sejumlah partai politik (parpol) di parlemen sepakat mengusulkan ada aturan mengenai pelepasan jabatan politik bagi presiden dan wakil presiden terpilih dalam Rancangan Undang – Undang (RUU) Pilpres.
Sekretaris Fraksi PPP DPR Arwani Thomafi mengatakan, PPP merupakan salah satu parpol yang sepakat mengusulkan ketentuan agar presiden dan wakil presiden terpilih melepaskan jabatan politiknya.
Kesepakatan usulan ini didasari atas pentingnya seorang presiden agar bekerja secara sepenuhnya untuk rakyat. Jika nanti kepala negara masih menjabat di parpol, presiden lebih menonjolkan kepentingan partainya.
“Kalau presiden masih menjabat di parpol, ini akan sangat membahayakan karena melekat dengan kepentingan partainya. Itu sebabnya, PPP sepakat mengusulkan agar presiden dan wakilnya melepas jabatan di parpol ketika terpilih,” ungkap Arwani saat dihubungi SINDO di Jakarta kemarin.
Menurut dia, melepas jabatan di parpol bagi presiden dan wakilnya sangat diperlukan untuk memberikan daya dukung yang kuat bagi kepentingan rakyat di atas kepentingan parpol.
“Kami ingin presiden benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat. Itu saja,” katanya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PPP Romahurmuzy (Romy) menambahkan, presiden yang memegang kekuasaan ganda sembari mengelola parpol adalah kurang baik.
Dampaknya, apa pun kebijakan yang dikeluarkan nanti bisa dianggap sebagai pencitraan. Sangat dimungkinkan presiden yang menjabat di parpol menjadi partisan sehingga program-program yang dilakukan hanya akan dianggap menguntungkan partainya.
“Untuk menjaga netralitas, sebaiknya dicantumkan agar jabatannya di parpol diletakkan saat dia menjadi presiden atau wakil presiden,” ujar Romy.
Karena itu, paparnya, PPP akan memperjuangkan dalam pembahasan RUU Pilpres agar presiden dan wakil presiden tidak boleh lagi memegang jabatan apa pun di parpol.
“Presiden dan wapres itu menjadi milik bangsa Indonesia jadi harus melepas semua jabatan di parpol setelah menjadi presiden dan wapres.Ini supaya menjadi presiden yang netral,” katanya.
Selain presiden, pada tingkat UU Pilkada juga akan diatur agar gubernur dan wakil gubernur tidak boleh menjabat di parpol. PPP juga akan mendorong agar dilakukan pengaturan dalam UU Pilpres menyangkut keberadaan Sekretaris Gabungan (Setgab) Koalisi. Keberadaan Setgab Koalisi selama ini tidak ada dasar konstitusional.
Senada dengan PPP, PKB juga akan mengusulkan ada klausul ini.Ketua DPP PKB Malik Haramain mengatakan, PKB setuju jika presiden dan wakil presiden terpilih harus melepas semua jabatan di parpol.
Saat seseorang sudah menjadi presiden dan wakil presiden, orang itu sudah menjadi milik publik. “Kalau sudah menjadi presiden, harus fokus pada pekerjaannya. Presiden itu milik publik dan harus melayani rakyat tanpa terkecuali. Jadi konsekuensinya, jabatan di parpol harus dilepas, apa pun itu,” kata Malik.
Menurut dia, jika seorang presiden dan wakil presiden masih menjabat di parpol, sangat dimungkinkan akan muncul konflik kepentingan. Tugas seorang pemimpin, ujarnya, adalah mengayomi semua warga negara. Apalagi, tugas ke depan yang semakin berat mengharuskan presiden fokus pada pekerjaannya.
“Sebenarnya, sah-sah saja seorang presiden dan wakil presiden berafiliasi ke partai politik. Hanya, tidak boleh terlalu sibuk untuk partainya saja. Jabatan apa pun harus dilepas. Itu sudah jadi konsekuensi seorang pemimpin, harus mengayomi semua warga negara, jadi butuh konsentrasi penuh,” tandasnya.
Pendapat berbeda disampaikan Sekretaris DPP Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu. Menurut dia, presiden dan wakil presiden tidak perlu melepas jabatan di parpol. Terpilihnya seseorang menjadi presiden dan wakil presiden justru karena didukung parpol.
“Tidak perlu (dilepas). Kan presiden dan wakilnya dicalonkan oleh parpol dan beberapa parpol. Salah satu syarat pencalonan presiden dan wakil presiden didukung oleh parpol, jadi logikanya parpol menjadi syarat utama seseorang menjadi calon presiden dan calon wakil presiden,” ungkap Umam.
Menurut dia, sangat tidak logis manakala seorang presiden dan wakil presiden terpilih dicalonkan oleh parpol kemudian harus melepas jabatan parpol. Umam menyatakan, meski presiden dan wakilnya dari parpol, tetap saja tugasnya melayani semua lapisan masyarakat dan menjadi milik semua orang.
“Kekhawatiran itu terlalu berlebihan. Dalam praktiknya, presiden juga bisa memilah mana kepentingan partai dan rakyat. Melihat perbandingan negara yang menganut paham multipartai, presiden justru menjadi pimpinan partai. Apalagi China yang menganut partai tunggal, presiden justru dari orang partai,” paparnya.(lin)
Sekretaris Fraksi PPP DPR Arwani Thomafi mengatakan, PPP merupakan salah satu parpol yang sepakat mengusulkan ketentuan agar presiden dan wakil presiden terpilih melepaskan jabatan politiknya.
Kesepakatan usulan ini didasari atas pentingnya seorang presiden agar bekerja secara sepenuhnya untuk rakyat. Jika nanti kepala negara masih menjabat di parpol, presiden lebih menonjolkan kepentingan partainya.
“Kalau presiden masih menjabat di parpol, ini akan sangat membahayakan karena melekat dengan kepentingan partainya. Itu sebabnya, PPP sepakat mengusulkan agar presiden dan wakilnya melepas jabatan di parpol ketika terpilih,” ungkap Arwani saat dihubungi SINDO di Jakarta kemarin.
Menurut dia, melepas jabatan di parpol bagi presiden dan wakilnya sangat diperlukan untuk memberikan daya dukung yang kuat bagi kepentingan rakyat di atas kepentingan parpol.
“Kami ingin presiden benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat. Itu saja,” katanya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PPP Romahurmuzy (Romy) menambahkan, presiden yang memegang kekuasaan ganda sembari mengelola parpol adalah kurang baik.
Dampaknya, apa pun kebijakan yang dikeluarkan nanti bisa dianggap sebagai pencitraan. Sangat dimungkinkan presiden yang menjabat di parpol menjadi partisan sehingga program-program yang dilakukan hanya akan dianggap menguntungkan partainya.
“Untuk menjaga netralitas, sebaiknya dicantumkan agar jabatannya di parpol diletakkan saat dia menjadi presiden atau wakil presiden,” ujar Romy.
Karena itu, paparnya, PPP akan memperjuangkan dalam pembahasan RUU Pilpres agar presiden dan wakil presiden tidak boleh lagi memegang jabatan apa pun di parpol.
“Presiden dan wapres itu menjadi milik bangsa Indonesia jadi harus melepas semua jabatan di parpol setelah menjadi presiden dan wapres.Ini supaya menjadi presiden yang netral,” katanya.
Selain presiden, pada tingkat UU Pilkada juga akan diatur agar gubernur dan wakil gubernur tidak boleh menjabat di parpol. PPP juga akan mendorong agar dilakukan pengaturan dalam UU Pilpres menyangkut keberadaan Sekretaris Gabungan (Setgab) Koalisi. Keberadaan Setgab Koalisi selama ini tidak ada dasar konstitusional.
Senada dengan PPP, PKB juga akan mengusulkan ada klausul ini.Ketua DPP PKB Malik Haramain mengatakan, PKB setuju jika presiden dan wakil presiden terpilih harus melepas semua jabatan di parpol.
Saat seseorang sudah menjadi presiden dan wakil presiden, orang itu sudah menjadi milik publik. “Kalau sudah menjadi presiden, harus fokus pada pekerjaannya. Presiden itu milik publik dan harus melayani rakyat tanpa terkecuali. Jadi konsekuensinya, jabatan di parpol harus dilepas, apa pun itu,” kata Malik.
Menurut dia, jika seorang presiden dan wakil presiden masih menjabat di parpol, sangat dimungkinkan akan muncul konflik kepentingan. Tugas seorang pemimpin, ujarnya, adalah mengayomi semua warga negara. Apalagi, tugas ke depan yang semakin berat mengharuskan presiden fokus pada pekerjaannya.
“Sebenarnya, sah-sah saja seorang presiden dan wakil presiden berafiliasi ke partai politik. Hanya, tidak boleh terlalu sibuk untuk partainya saja. Jabatan apa pun harus dilepas. Itu sudah jadi konsekuensi seorang pemimpin, harus mengayomi semua warga negara, jadi butuh konsentrasi penuh,” tandasnya.
Pendapat berbeda disampaikan Sekretaris DPP Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu. Menurut dia, presiden dan wakil presiden tidak perlu melepas jabatan di parpol. Terpilihnya seseorang menjadi presiden dan wakil presiden justru karena didukung parpol.
“Tidak perlu (dilepas). Kan presiden dan wakilnya dicalonkan oleh parpol dan beberapa parpol. Salah satu syarat pencalonan presiden dan wakil presiden didukung oleh parpol, jadi logikanya parpol menjadi syarat utama seseorang menjadi calon presiden dan calon wakil presiden,” ungkap Umam.
Menurut dia, sangat tidak logis manakala seorang presiden dan wakil presiden terpilih dicalonkan oleh parpol kemudian harus melepas jabatan parpol. Umam menyatakan, meski presiden dan wakilnya dari parpol, tetap saja tugasnya melayani semua lapisan masyarakat dan menjadi milik semua orang.
“Kekhawatiran itu terlalu berlebihan. Dalam praktiknya, presiden juga bisa memilah mana kepentingan partai dan rakyat. Melihat perbandingan negara yang menganut paham multipartai, presiden justru menjadi pimpinan partai. Apalagi China yang menganut partai tunggal, presiden justru dari orang partai,” paparnya.(lin)
()