Saatnya generasi baru

Rabu, 23 Mei 2012 - 08:34 WIB
Saatnya generasi baru
Saatnya generasi baru
A A A
Harus diakui negeri ini mempunyai persoalan pada regenerasi. Jadi tak heran jika hampir di semua bidang, negara ini selalu kalah bersaing dengan negara-negara lain. Regenerasi selama ini masih sekadar wacana tanpa tindakan konkret.

Regenerasi masih pada tataran renyah didiskusikan, tapi masih alot dalam melaksanakannya. Hasilnya, bangsa ini masih jauh dari kata maju. Padahal syarat sebuah kemajuan suatu bangsa adalah bagaimana proses regenerasi berjalan.

Yang paling tampak ada kegagalan regenerasi adalah di bidang politik. Setelah 14 tahun reformasi berjalan, pasca tumbangnya rezim Orde Baru (Orba), negeri ini belum sekalipun memunculkan regenerasi pemimpin.

Empat presiden di Era Reformasi yang telah memimpin bangsa bukanlah contoh terjadi perubahan generasi baru. Pada periode 2014-2019 negeri ini bahkan diprediksi belum juga akan memunculkan sosok pemimpin baru yang artinya regenerasi kepemimpinan kembali mandek.

Beberapa tokoh lama atau generasi tua masih saja ingin tampil di depan untuk memimpin bangsa ini. Beberapa tokoh lama atau tua saat ini justru sibuk menganggap dirinya layak memimpin bangsa ini.

Mereka berlomba meningkatkan popularitas dengan terus membujuk masyarakat. Ada tokoh lama yang secara terang-terangan ingin memimpin negeri ini, ada yang masih malu-malu dengan mengatakan jika masyarakat yang menghendaki, dirinya siap, ataupun dengan kalimat lebih halus bahwa 2014 masih lama.

Tapi muara dari kalimat-kalimat tersebut adalah sama yaitu tokoh-tokoh lama masih mempunyai keinginan dan kepentingan untuk memimpin bangsa ini. Para tokoh-tokoh lama memang pada akhirnya bermain di dua muka.

Pada muka lain, para tokoh-tokoh lama tersebut terus mengumandangkan pentingnya sebuah generasi. Mereka memang menyadari bahwa regenerasi adalah sebuah semangat positif tentang pembaharuan.

Namun, itu sekadar wacana karena pada praktiknya para tokoh lama ini masih meletakkan generasi baru di belakang mereka. Untuk urusan kepemimpinan bangsa ini, kita tertinggal dengan negara-negara tetangga di ASEAN.

Tengok Thailand yang memiliki seorang pemimpin berumur 44 tahun yaitu Yingluck Shinawatra. Filipina dipimpin oleh tokoh berusia 52 tahun bernama Benigno Aquino III.

Di Amerika Serikat tampil Barack Obama yang ketika dipilih menjadi presiden ke 44 masih berumur 48 tahun. Masih banyak negara lain yang berani menampilkan pemuda-pemudanya untuk memimpin negeri ini.

Jadi selama 14 tahun memasuki era baru yaitu reformasi,negeri ini belum mengalami kemajuan yang signifikan. Bukan karena semangat reformasinya yang gagal, melainkan semangat regenerasinya yang mandek.

Reformasi terasa mandek karena yang menggerakkan adalah orang lama dengan gaya yang masih lama. Bayangkan jika negeri ini dipimpin oleh generasi baru dengan tata kelola reformasi, negeri ini dipastikan akan melangkah lebih maju. Padahal negeri ini mempunyai filosofi kepemimpinan yang luar biasa yaitu ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Itulah warisan konsep kepemimpinan dari salah pendiri negeri ini. Di depan memberi contoh, di tengah membangun ide, dan di belakang memberikan dorongan. Jika berjiwa besar, biarkanlah ing ngarsa sung tuladha dan ing madya mangun karsa diberikan kepada generasi baru. Sedangkan generasi lama yang juga merupakan pemimpin bangsa ini lebih menempatkan diri pada tut wuri handayani.

Tak mustahil jika para pemimpin negeri ini menggunakan secara tulus konsep warisan tersebut,negeri ini akan menuju ke arah yang jauh lebih baik.Sudah saatnya negeri ini melakukan regenerasi.(*)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8885 seconds (0.1#10.140)
pixels