Yusril: Siti Fadilah bukan pelaku utama
A
A
A
Sindonews.com - Kuasa Hukum mantan Menteri Siti Fadilah Supari, Yusril Ihza Mahendra mengaku, berdasarkan pasal yang disangkakan diketahui, Siti Fadilah bukan pelaku utama dalam kasus pengadaan alat kesehatan untuk buffer stock/KLB di Kementrian Kesehatan.
Ketika ditanyakan apakah dia yakin jika kliennya tidak bersalah, Yusril menjawab ini bukan soal keyakinan, karena hukum itu soal fakta dan keyakinan itu tidak bisa diverifikasi.
"Sejauh ini, dari pasal yang dituduhkan, kelihatan bahwa beliau ini bukan pelaku utama. Pelaku utamanya orang lain," ungkap Yusril kepada wartawan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (9/5/2012).
Menurutnya, pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi itu, adalah untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain, sedangkan pasal 3 terkait dengan administrasi.
Sementara itu, Pasal 56 KUHP pada ayat 1 berisi membantu tindak pidana pada saat tindak pidana itu terjadi. Kalau Pasal 56 ayat 2 itu memberikan kesempatan, sarana dan keterangan untuk melakukan tindak pidana atau yang bersangkutan bertindak sebagai perencana.
"Sampai sekarang ini kita belum tahu detail-detai dari Jaksa setelah mereka mendalami hasil pemeriksaan oleh Mabes Polri ini. Jadi kita tunggu saja lah perkembangannya," simpulnya.
Mantan Mentri Hukum dan HAM ini mengaku, setelah mengetahui adanya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan berkas yang sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Maka, pihaknya menunggu perkembangan lebih lanjut.
"Dilimpahkan kepada Jaksa dan Jaksa meneliti apakah alat-alat buktinya cukup. Di Mabes Polri saja pasif sekarang, nunggu hasil pemeriksaan atau penyidikan penelitian yang dilakukan di Kejaksaan," tandasnya. (wbs)
Ketika ditanyakan apakah dia yakin jika kliennya tidak bersalah, Yusril menjawab ini bukan soal keyakinan, karena hukum itu soal fakta dan keyakinan itu tidak bisa diverifikasi.
"Sejauh ini, dari pasal yang dituduhkan, kelihatan bahwa beliau ini bukan pelaku utama. Pelaku utamanya orang lain," ungkap Yusril kepada wartawan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (9/5/2012).
Menurutnya, pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi itu, adalah untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain, sedangkan pasal 3 terkait dengan administrasi.
Sementara itu, Pasal 56 KUHP pada ayat 1 berisi membantu tindak pidana pada saat tindak pidana itu terjadi. Kalau Pasal 56 ayat 2 itu memberikan kesempatan, sarana dan keterangan untuk melakukan tindak pidana atau yang bersangkutan bertindak sebagai perencana.
"Sampai sekarang ini kita belum tahu detail-detai dari Jaksa setelah mereka mendalami hasil pemeriksaan oleh Mabes Polri ini. Jadi kita tunggu saja lah perkembangannya," simpulnya.
Mantan Mentri Hukum dan HAM ini mengaku, setelah mengetahui adanya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan berkas yang sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Maka, pihaknya menunggu perkembangan lebih lanjut.
"Dilimpahkan kepada Jaksa dan Jaksa meneliti apakah alat-alat buktinya cukup. Di Mabes Polri saja pasif sekarang, nunggu hasil pemeriksaan atau penyidikan penelitian yang dilakukan di Kejaksaan," tandasnya. (wbs)
()