Marzuki kritik peran perguruan tinggi
A
A
A
Sindonews.com - Lembaga pendidikan tinggi dinilai belum mampu mencetak lulusan yang memiliki karakter kuat dan akhlak mulai. Terbukti, banyak alumni perguruan tinggi negeri (PTN) yang terlibat tindak pidana korupsi.
“Para pemimpin universitas juga saat ini sudah banyak yang bermain proyek, sehingga dia lupa dirinya adalah seorang pendidik,” kata Ketua DPR Marzuki Alie saat menjadi pembicara dalam diskusi bertema “Sarasehan Pendidikan untuk Mengkritisi RUU Pendidikan Tinggi” di Perpustakaan Universitas Indonesia (UI), Depok, kemarin.
Marzuki mengatakan bahwa koruptor saat ini adalah para alumni perguruan tinggi dan mereka merupakan orangorang pintar. “Yang maling itu orang-orang pintar dan lulusan perguruan tinggi. Ada yang ICMI, anggota HMI, ada dari UI, UGM, IPB,” ujarnya.
Menurut dia, situasi korupsi yang dilakukan mereka adalah fakta. Untuk itu, Marzuki mengajak agar ada pihak yang berani mengungkapkan kebenaran. Dia menuturkan, jangan ada lagi pembodohan.
“Ini semua proses dari masa lalu dan harus diungkapkan,” katanya yang juga mengaku alumni HMI ini. Dia juga mengungkapkan, saat ini banyak PTN yang lebih fokus mengurusi proyek sehingga lupa tugas utamanya.
Padahal, kata dia, tugas utama perguruan tinggi adalah mengembangkan pendidikan. Kondisi yang terjadi saat ini, perguruan tinggi (PT) dinilai belum memberikan kontribusi banyak untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
“PT banyak menghasilkan sarjana tetapi banyak pula sarjana yang menganggur. PT belum menjadi faktor penting dalam menghasilkan entrepreneur,” ucap politikus Partai Demokrat itu.
Kendala lain yang juga dihadapi PT adalah kurang diserapnya anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasalnya, anggaran tersebut tidak dipegang sepenuhnya oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan.
Ketua Presidium ICMI) Nanat Fatah Nasir mengatakan, penundaan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pendidikan Tinggi menjelaskan adanya kebuntuan dalam pembahasan.
“Sudah banyak fenomena yang terjadi di masyarakat yang dapat menjadi pertimbangan dalam pengesahan RUU ini, antara lain mahasiswa menolak RUU dengan alasan RUU pendidikan itu mengarah kepada liberalisasi. Ada juga pasal yang mengatur soal organisasi mahasiswa di universitas yang berpotensi memandulkan daya kritis mahasiswa. Ini bisa menjadi pertimbangan pemerintah, sehingga dalam pengesahan RUU tidak ada pihak yang dirugikan,” tutup Nanat.(lin)
“Para pemimpin universitas juga saat ini sudah banyak yang bermain proyek, sehingga dia lupa dirinya adalah seorang pendidik,” kata Ketua DPR Marzuki Alie saat menjadi pembicara dalam diskusi bertema “Sarasehan Pendidikan untuk Mengkritisi RUU Pendidikan Tinggi” di Perpustakaan Universitas Indonesia (UI), Depok, kemarin.
Marzuki mengatakan bahwa koruptor saat ini adalah para alumni perguruan tinggi dan mereka merupakan orangorang pintar. “Yang maling itu orang-orang pintar dan lulusan perguruan tinggi. Ada yang ICMI, anggota HMI, ada dari UI, UGM, IPB,” ujarnya.
Menurut dia, situasi korupsi yang dilakukan mereka adalah fakta. Untuk itu, Marzuki mengajak agar ada pihak yang berani mengungkapkan kebenaran. Dia menuturkan, jangan ada lagi pembodohan.
“Ini semua proses dari masa lalu dan harus diungkapkan,” katanya yang juga mengaku alumni HMI ini. Dia juga mengungkapkan, saat ini banyak PTN yang lebih fokus mengurusi proyek sehingga lupa tugas utamanya.
Padahal, kata dia, tugas utama perguruan tinggi adalah mengembangkan pendidikan. Kondisi yang terjadi saat ini, perguruan tinggi (PT) dinilai belum memberikan kontribusi banyak untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
“PT banyak menghasilkan sarjana tetapi banyak pula sarjana yang menganggur. PT belum menjadi faktor penting dalam menghasilkan entrepreneur,” ucap politikus Partai Demokrat itu.
Kendala lain yang juga dihadapi PT adalah kurang diserapnya anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasalnya, anggaran tersebut tidak dipegang sepenuhnya oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan.
Ketua Presidium ICMI) Nanat Fatah Nasir mengatakan, penundaan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pendidikan Tinggi menjelaskan adanya kebuntuan dalam pembahasan.
“Sudah banyak fenomena yang terjadi di masyarakat yang dapat menjadi pertimbangan dalam pengesahan RUU ini, antara lain mahasiswa menolak RUU dengan alasan RUU pendidikan itu mengarah kepada liberalisasi. Ada juga pasal yang mengatur soal organisasi mahasiswa di universitas yang berpotensi memandulkan daya kritis mahasiswa. Ini bisa menjadi pertimbangan pemerintah, sehingga dalam pengesahan RUU tidak ada pihak yang dirugikan,” tutup Nanat.(lin)
()