Wa Ode kembali desak KPK periksa Menkeu
A
A
A
Sindonews.com - Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Wa Ode Nurhayati kembali menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wa Ode sudah dijadikan tersangka oleh KPK terkait kasus Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID).
Seusai diperiksa KPK, dia kembali mendesak lembaga antikorupsi tersebut segera memeriksa Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Marto Wardojo. Wa Ode diperiksa KPK hingga sekitar empat jam.
"Saya meminta, bahwa saudara Menkeu untuk diperiksa terkait dengan Undang-Undang (UU) Keuangan yang mengatur bahwa kuasa pengguna anggaran itu pemerintah pusat, bukan DPR. Artinya berapa daerah yang terima (PPID) itu pemerintah. Karena saya hanya anggota Banggar," ujar Wa Ode Nurhayati, usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Senin (7/5/2012).
Selain mendesak Menkeu diperiksa, dia juga meminta KPK untuk memeriksa Hari selaku Dirjen Pertimbangan Keuangan saat pembahasan DPPID, dan Pramodjo, selaku pihak yang mengajukan rumus syarat untuk mendapatkan DPID, dan melahirkan simulasi yang ditolak.
Dirinya beralasan permohonan menghadirkan kedua orang tersebut dalam rangka menjaga keberimbangan dan menjaga objektivitas atas tuduhan penyalahgunaan wewenang.
"Ya harapannya kalau sudah pemerintah hadir, kan urusannya akan jadi jelas," imbuh Wa Ode.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, awalnya, alasan yang disampaikan saat pengajuan rumusan ditolak, karena DPID ini menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tiap tahunnya, dan dinyatakan disclaimer tidak jelas alokasi penerimaan.
"Maka DPK mengajukan agar mengajukan rumus, agar menjawab tuntutan teman-teman untuk transparansi anggaran ke Mahkamah Konstitusi (MK)," ungkapnya.
Ditambahkan, setelah ada penolakan dan kemudian ada pembahasaan ulang, ada sejumlah 126 daerah penerima DPID yang hilang dengan kisaran Rp20-40 miliar.
"Tapi saat diklarifikasi, dari keterangan menkeu disebutkan APBN-nya sudah final atau selesai, itu tidak ada urusannya dengan simulasi, tidak ada urusannya dengan angka dan surat menkeu," tambahnya.
Padahal, pembahasan APBN seharusnya hanya membahas kisaran dan anggaran DPID besarannya Rp7,7 triliun. Sementara untuk menentukan daerah penerima adalah wewenang pemerintah, dalam hal ini Menkeu.
"Daerahnya apa, itu tugas pemerintah (Menkeu). Bukan tugas DPR sebagai badan anggaran," pungkasnya.
Seusai diperiksa KPK, dia kembali mendesak lembaga antikorupsi tersebut segera memeriksa Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Marto Wardojo. Wa Ode diperiksa KPK hingga sekitar empat jam.
"Saya meminta, bahwa saudara Menkeu untuk diperiksa terkait dengan Undang-Undang (UU) Keuangan yang mengatur bahwa kuasa pengguna anggaran itu pemerintah pusat, bukan DPR. Artinya berapa daerah yang terima (PPID) itu pemerintah. Karena saya hanya anggota Banggar," ujar Wa Ode Nurhayati, usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Senin (7/5/2012).
Selain mendesak Menkeu diperiksa, dia juga meminta KPK untuk memeriksa Hari selaku Dirjen Pertimbangan Keuangan saat pembahasan DPPID, dan Pramodjo, selaku pihak yang mengajukan rumus syarat untuk mendapatkan DPID, dan melahirkan simulasi yang ditolak.
Dirinya beralasan permohonan menghadirkan kedua orang tersebut dalam rangka menjaga keberimbangan dan menjaga objektivitas atas tuduhan penyalahgunaan wewenang.
"Ya harapannya kalau sudah pemerintah hadir, kan urusannya akan jadi jelas," imbuh Wa Ode.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, awalnya, alasan yang disampaikan saat pengajuan rumusan ditolak, karena DPID ini menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tiap tahunnya, dan dinyatakan disclaimer tidak jelas alokasi penerimaan.
"Maka DPK mengajukan agar mengajukan rumus, agar menjawab tuntutan teman-teman untuk transparansi anggaran ke Mahkamah Konstitusi (MK)," ungkapnya.
Ditambahkan, setelah ada penolakan dan kemudian ada pembahasaan ulang, ada sejumlah 126 daerah penerima DPID yang hilang dengan kisaran Rp20-40 miliar.
"Tapi saat diklarifikasi, dari keterangan menkeu disebutkan APBN-nya sudah final atau selesai, itu tidak ada urusannya dengan simulasi, tidak ada urusannya dengan angka dan surat menkeu," tambahnya.
Padahal, pembahasan APBN seharusnya hanya membahas kisaran dan anggaran DPID besarannya Rp7,7 triliun. Sementara untuk menentukan daerah penerima adalah wewenang pemerintah, dalam hal ini Menkeu.
"Daerahnya apa, itu tugas pemerintah (Menkeu). Bukan tugas DPR sebagai badan anggaran," pungkasnya.
()