Ketergantungan daging impor
A
A
A
Sindonews.com - Larangan impor produk daging dari Amerika Serikat (AS) mendapat respons serius dari pemerintah Negeri Paman Sam. Sebagai bukti keseriusan,Menteri Pertanian AS telah menyurati Menteri Pertanian Suswono menyusul kebijakan pemerintah yang menyetop impor produk daging dari AS sejak akhir April lalu setelah tersiar kabar ada temuan penyakit sapi gila di sana.
Isi surat tersebut memang bukan terkait langsung atas kebijakan pelarangan impor tersebut, melainkan penjelasan soal langkah yang telah ditempuh lembaga otoritas yang bertanggung jawab soal urusan penyakit sapi gila.
Meski Suswono sudah mendapat penjelasan resmi langsung dari AS, yang menyatakan tidak ada bukti autentik yang menunjukkan kasus sapi gila telah mencemari pasar pangan sehingga tidak perlu khawatir ada penyebaran wabah penyakit sapi gila secara internasional, Suswono tidak serta-merta bersedia mencabut kebijakan larangan impor produk daging dari AS.
Sikap tidak gegabah Menteri Pertanian itu perlu kita apresiasi karena semua itu ditempuh demi menjaga keamanan pangan di TanahAir. Sikap tegas pemerintah itu sejalan dengan respons para importir daging yang tidak begitu terganggu dengan kebijakan tersebut. Pemerintah telah membebaskan para importir mendatangkan daging sapi dari beberapa negara yang memang sudah menjadi rekanan selama ini.
“Itu (impor) terserah pada pelaku usaha.Mau impor dari mana sepanjang negara itu bebas dari penyakit sapi gila, penyakit kaki,dan mulut (PMK).Dari New Zealand boleh,Kanada juga boleh,” kata Suswono.
Selain itu,kontribusi daging dari AS juga memang tidak besar. Dari total impor daging sebesar 15.748 ton sepanjang Januari hingga April tahun ini,hanya sekitar 6,25 persen atau sebesar 1.027 ton daging dari AS.
Rupanya perhatian para importir lebih tersita pada persoalan penambahan kuota impor daging sapi. Seperti diumumkan Kementerian Pertanian sebelumnya bahwa kuota impor daging sapi tahun ini telah diturunkan hampir 17 persen dibandingkan kuota impor tahun lalu. Pemerintah optimistis peternak lokal akan mampu mengisi kekosongan pasokan daging sapi. Pemangkasan impor daging menimbulkan reaksi positif peternak yang mendukung tumbuhnya peternakan sapi di dalam negeri.
Sebaliknya,para importir yang tergabung dalam Asosiasi Pengimpor Daging Indonesia (Aspidi) tidak yakin peternak lokal bisa memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri. Pembatasan impor daging secara signifikan yang sudah dimulai tahun ini bagian dari kebijakan pemerintah menuju swasembada daging pada 2014. Langkah itu penuh rintangan. Kebutuhan konsumsi daging masyarakat kian meningkat seiring membaiknya pertumbuhan ekonomi.
Namun,peternak lokal masih terkendala pada persoalan distribusi dan transportasi. Seperti kita ketahui, sentra-sentra peternakan sapi berada di wilayah yang minim infrastruktur. Kalau tahun ini pemerintah berhasil menekan angka impor daging, ini pertanda swasembada daging bukan hanya impian. Sebagai indikator target swasembada daging tercapai, menurut versi Kementerian Pertanian, apabila angka impor daging bisa ditekan sekecil mungkin maksimal 10 persen.
Fakta yang ada sekarang angka impor daging masih tinggi.Total suplai daging sapi tahun lalu tercatat sebanyak 292.450 ton berasal dari peternak lokal atau setara 65,1 persen dari kebutuhan daging nasional.Selebihnya, sebanyak 156.850 ton ditutup dari daging impor atau sekitar 34,9 persen dari kebutuhan nasional. Pertanyaannya,mampukah pemerintah menekan angka impor daging sapi menjadi 10 persen dalam tiga tahun ke depan?
Jawabannya bergantung keseriusan pemerintah memberdayakan peternak lokal dan mengatasi kendala distribusi dan transportasi serta mengamputasi para spekulan importir yang mengambil keuntungan di balik karut-marut kebijakan pertanian nasional.(azh)
Isi surat tersebut memang bukan terkait langsung atas kebijakan pelarangan impor tersebut, melainkan penjelasan soal langkah yang telah ditempuh lembaga otoritas yang bertanggung jawab soal urusan penyakit sapi gila.
Meski Suswono sudah mendapat penjelasan resmi langsung dari AS, yang menyatakan tidak ada bukti autentik yang menunjukkan kasus sapi gila telah mencemari pasar pangan sehingga tidak perlu khawatir ada penyebaran wabah penyakit sapi gila secara internasional, Suswono tidak serta-merta bersedia mencabut kebijakan larangan impor produk daging dari AS.
Sikap tidak gegabah Menteri Pertanian itu perlu kita apresiasi karena semua itu ditempuh demi menjaga keamanan pangan di TanahAir. Sikap tegas pemerintah itu sejalan dengan respons para importir daging yang tidak begitu terganggu dengan kebijakan tersebut. Pemerintah telah membebaskan para importir mendatangkan daging sapi dari beberapa negara yang memang sudah menjadi rekanan selama ini.
“Itu (impor) terserah pada pelaku usaha.Mau impor dari mana sepanjang negara itu bebas dari penyakit sapi gila, penyakit kaki,dan mulut (PMK).Dari New Zealand boleh,Kanada juga boleh,” kata Suswono.
Selain itu,kontribusi daging dari AS juga memang tidak besar. Dari total impor daging sebesar 15.748 ton sepanjang Januari hingga April tahun ini,hanya sekitar 6,25 persen atau sebesar 1.027 ton daging dari AS.
Rupanya perhatian para importir lebih tersita pada persoalan penambahan kuota impor daging sapi. Seperti diumumkan Kementerian Pertanian sebelumnya bahwa kuota impor daging sapi tahun ini telah diturunkan hampir 17 persen dibandingkan kuota impor tahun lalu. Pemerintah optimistis peternak lokal akan mampu mengisi kekosongan pasokan daging sapi. Pemangkasan impor daging menimbulkan reaksi positif peternak yang mendukung tumbuhnya peternakan sapi di dalam negeri.
Sebaliknya,para importir yang tergabung dalam Asosiasi Pengimpor Daging Indonesia (Aspidi) tidak yakin peternak lokal bisa memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri. Pembatasan impor daging secara signifikan yang sudah dimulai tahun ini bagian dari kebijakan pemerintah menuju swasembada daging pada 2014. Langkah itu penuh rintangan. Kebutuhan konsumsi daging masyarakat kian meningkat seiring membaiknya pertumbuhan ekonomi.
Namun,peternak lokal masih terkendala pada persoalan distribusi dan transportasi. Seperti kita ketahui, sentra-sentra peternakan sapi berada di wilayah yang minim infrastruktur. Kalau tahun ini pemerintah berhasil menekan angka impor daging, ini pertanda swasembada daging bukan hanya impian. Sebagai indikator target swasembada daging tercapai, menurut versi Kementerian Pertanian, apabila angka impor daging bisa ditekan sekecil mungkin maksimal 10 persen.
Fakta yang ada sekarang angka impor daging masih tinggi.Total suplai daging sapi tahun lalu tercatat sebanyak 292.450 ton berasal dari peternak lokal atau setara 65,1 persen dari kebutuhan daging nasional.Selebihnya, sebanyak 156.850 ton ditutup dari daging impor atau sekitar 34,9 persen dari kebutuhan nasional. Pertanyaannya,mampukah pemerintah menekan angka impor daging sapi menjadi 10 persen dalam tiga tahun ke depan?
Jawabannya bergantung keseriusan pemerintah memberdayakan peternak lokal dan mengatasi kendala distribusi dan transportasi serta mengamputasi para spekulan importir yang mengambil keuntungan di balik karut-marut kebijakan pertanian nasional.(azh)
()