Endang Rahayu, Namru & bisnis Amerika (bagian-1)
A
A
A
Sindonews.com - Rekam jejak karir mantan Menteri Kesehatan periode 2009–2014, Endang Rahayu Sedyaningsih dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid II banyak menuai kontroversi. Endang yang dikenal dekat dengan Amerika Serikat (AS), menggantikan Siti Fadillah Supari atas permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 21 Oktober 2009.
Sebelum menjadi menteri, nama Endang jarang disebut-sebut media. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1979 yang memperoleh gelar Master on Public Health dan Doktor Kesehatan Masyarakat di Harvard University, AS tahun 1992 dan 1997 ini, mengawali karirnya sebagai Kepala Puskesmas di Waipare NTT.
Tiga tahun mengabdi di desa, Endang kemudian dipanggil lagi ke Jakarta tahun 1983. Dia ditempatkan sebagai pegawai di Dinas Kesehatan Pemerintah DKI Jakarta dan menghabiskan karirnya di Departemen Kesehatan (Depkes) sejak 1990.
Pada Juli hingga Desember 2001, Endang berkarir di kantor Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss, bidang penanganan penyakit menular. Pada tahun 2004, Endang diangkat sebagai pejabat fungsional dengan pangkat Peneliti Madya. Pada 26 Januari 2007, Endang dipercaya sebagai Kepala Puslitbang Biomedis dan Farmasi.
Jabatan sebagai peneliti Madya juga diemban hingga 24 Juli 2008. Sejak 1 Agustus 2008, Endang diangkat sebagai Peneliti Utama pada Puslitbang Bio Medis dan Farmasi.
Selama menjadi pegawai Depkes, Endang dikenal dekat dengan AS melalui Namru Unit 2 (The US Naval Medical Reseach Unit Two) atau Unit 2 Pelayanan Medis Angkatan Laut. Atas kedekatannya itulah, banyak pihak yang menudingnya sebagai antek AS di Indonesia.
Terkait kedekatan Endang dengan Namru, dibenarkan Siti Fadillah. "Dia (Endang) adalah mantan pegawai (Kepala laboratorium) Namru. Dia memang sekarang ini tidak mempunyai jabatan khusus sebagai peneliti biasa," kata mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, pada Rabu 21 Oktober 2009.
Bahkan, pernah suatu kali Siti Fadillah memvonis Endang dengan tudingan menjual virus flu burung ke luar negeri tanpa seizin dia. Kemudian, Endang diskors dan akhirnya dimutasi menjadi staf biasa. Namun, dengan entengnya, saat itu Endang menjawab hanya persoalan suka tidak suka seorang pimpinan terhadap bawahan.
Namru-2 adalah sebuah laboratorium penelitian biomedis yang meneliti penyakit menular demi kepentingan bersama AS, Departemen Kesehatan RI, dan komunitas kesehatan umum internasional. Namru-2 didirikan pada 1970 atas permintaan Departemen Kesehatan RI.
Kegiatan penelitian bersama ini menitikberatkan pada malaria, penyakit akibat virus seperti demam berdarah, infeksi usus yang mengakibatkan diare dan penyakit menular lainnya termasuk flu burung. Penelitian Namru-2 hanya berhubungan dengan penyakit-penyakit tropis yang terjadi secara alamiah.
Laboratorium Namru berada di kompleks Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan di Jalan Percetakan Negara, Jakarta. Proyek ini berhenti beroperasi sejak 16 Oktober 2009.
Kecurigaan Namru-2 sebagai alat kepentingan intelijen AS guna melanggengkan bisnis kesehatan AS di Indonesia itu dibenarkan pakar intelijen Laksamana Muda (Purn) Subardo. Hal itu diketahuinya setelah 30 tahun bekerja di bidang intelijen, serta pernah menjabat sebagai Kepala Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) tahun 1986-1998.
"Kalau saya pribadi yakin itu ada motif intelijen dari Amerika. Saya kan kerja di bidang intelijen ini sejak Letnan hingga bintang dua (laksamana muda). Lebih dari 30 tahun," ungkap Subardo di sela-sela Seminar Hari Kesadaran Keamanan Informasi (HKKI) di Fakultas MIPA UGM, Yogyakarta, pada Jumat 25 April 2008.
Ungkapan Subardo, diperkuat dengan hasil karya ilmiah Endang yang sejalan dengan misi Namru-2 yang diduga digunakan sebagai bahan penelitian intelijen AS guna mendapatkan vaksin atau obat penawar virus flu burung di Indonesia.
Berikut beberapa karya ilmiah Endang tentang kesehatan: Pengembangan Jaringan Virologi dan Epidemiologi Influenza di Indonesia (2007), Karakteristik kasus-kasus flu burung di Indonesia (Juli 2005-Mei 2006), dan Kajian penelitian sosial dan perilaku yang berkaitan dengan Infeksi Menular Seksual, HIV/AIDS di Indonesia (1997-2003).
Namun, di luar kontroversi yang ada dalam diri Endang, banyak juga jasa yang sudah diberikannya selama hidup. Salah satunya adalah ikut menyukseskan program Badan Pengamanan Jaringan Sosial (BPJS). Sayang, program kerakyatan itu belum diselesaikannya.
Seperti diketahui, Endang meninggal dunia pada hari ini, Rabu (2/5/2012), sekira pukul 11.41 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, setelah berjuang melawan penyakit kanker yang dideritanya sejak lama. Endang meninggal dalam usia 57 tahun. (san)
Sebelum menjadi menteri, nama Endang jarang disebut-sebut media. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1979 yang memperoleh gelar Master on Public Health dan Doktor Kesehatan Masyarakat di Harvard University, AS tahun 1992 dan 1997 ini, mengawali karirnya sebagai Kepala Puskesmas di Waipare NTT.
Tiga tahun mengabdi di desa, Endang kemudian dipanggil lagi ke Jakarta tahun 1983. Dia ditempatkan sebagai pegawai di Dinas Kesehatan Pemerintah DKI Jakarta dan menghabiskan karirnya di Departemen Kesehatan (Depkes) sejak 1990.
Pada Juli hingga Desember 2001, Endang berkarir di kantor Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss, bidang penanganan penyakit menular. Pada tahun 2004, Endang diangkat sebagai pejabat fungsional dengan pangkat Peneliti Madya. Pada 26 Januari 2007, Endang dipercaya sebagai Kepala Puslitbang Biomedis dan Farmasi.
Jabatan sebagai peneliti Madya juga diemban hingga 24 Juli 2008. Sejak 1 Agustus 2008, Endang diangkat sebagai Peneliti Utama pada Puslitbang Bio Medis dan Farmasi.
Selama menjadi pegawai Depkes, Endang dikenal dekat dengan AS melalui Namru Unit 2 (The US Naval Medical Reseach Unit Two) atau Unit 2 Pelayanan Medis Angkatan Laut. Atas kedekatannya itulah, banyak pihak yang menudingnya sebagai antek AS di Indonesia.
Terkait kedekatan Endang dengan Namru, dibenarkan Siti Fadillah. "Dia (Endang) adalah mantan pegawai (Kepala laboratorium) Namru. Dia memang sekarang ini tidak mempunyai jabatan khusus sebagai peneliti biasa," kata mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, pada Rabu 21 Oktober 2009.
Bahkan, pernah suatu kali Siti Fadillah memvonis Endang dengan tudingan menjual virus flu burung ke luar negeri tanpa seizin dia. Kemudian, Endang diskors dan akhirnya dimutasi menjadi staf biasa. Namun, dengan entengnya, saat itu Endang menjawab hanya persoalan suka tidak suka seorang pimpinan terhadap bawahan.
Namru-2 adalah sebuah laboratorium penelitian biomedis yang meneliti penyakit menular demi kepentingan bersama AS, Departemen Kesehatan RI, dan komunitas kesehatan umum internasional. Namru-2 didirikan pada 1970 atas permintaan Departemen Kesehatan RI.
Kegiatan penelitian bersama ini menitikberatkan pada malaria, penyakit akibat virus seperti demam berdarah, infeksi usus yang mengakibatkan diare dan penyakit menular lainnya termasuk flu burung. Penelitian Namru-2 hanya berhubungan dengan penyakit-penyakit tropis yang terjadi secara alamiah.
Laboratorium Namru berada di kompleks Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan di Jalan Percetakan Negara, Jakarta. Proyek ini berhenti beroperasi sejak 16 Oktober 2009.
Kecurigaan Namru-2 sebagai alat kepentingan intelijen AS guna melanggengkan bisnis kesehatan AS di Indonesia itu dibenarkan pakar intelijen Laksamana Muda (Purn) Subardo. Hal itu diketahuinya setelah 30 tahun bekerja di bidang intelijen, serta pernah menjabat sebagai Kepala Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) tahun 1986-1998.
"Kalau saya pribadi yakin itu ada motif intelijen dari Amerika. Saya kan kerja di bidang intelijen ini sejak Letnan hingga bintang dua (laksamana muda). Lebih dari 30 tahun," ungkap Subardo di sela-sela Seminar Hari Kesadaran Keamanan Informasi (HKKI) di Fakultas MIPA UGM, Yogyakarta, pada Jumat 25 April 2008.
Ungkapan Subardo, diperkuat dengan hasil karya ilmiah Endang yang sejalan dengan misi Namru-2 yang diduga digunakan sebagai bahan penelitian intelijen AS guna mendapatkan vaksin atau obat penawar virus flu burung di Indonesia.
Berikut beberapa karya ilmiah Endang tentang kesehatan: Pengembangan Jaringan Virologi dan Epidemiologi Influenza di Indonesia (2007), Karakteristik kasus-kasus flu burung di Indonesia (Juli 2005-Mei 2006), dan Kajian penelitian sosial dan perilaku yang berkaitan dengan Infeksi Menular Seksual, HIV/AIDS di Indonesia (1997-2003).
Namun, di luar kontroversi yang ada dalam diri Endang, banyak juga jasa yang sudah diberikannya selama hidup. Salah satunya adalah ikut menyukseskan program Badan Pengamanan Jaringan Sosial (BPJS). Sayang, program kerakyatan itu belum diselesaikannya.
Seperti diketahui, Endang meninggal dunia pada hari ini, Rabu (2/5/2012), sekira pukul 11.41 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, setelah berjuang melawan penyakit kanker yang dideritanya sejak lama. Endang meninggal dalam usia 57 tahun. (san)
()