Aturan kursi DPR sulit diaplikasikan

Rabu, 25 April 2012 - 08:59 WIB
Aturan kursi DPR sulit diaplikasikan
Aturan kursi DPR sulit diaplikasikan
A A A
Sindonews.com – Aturan penetapan alokasi kursi untuk DPR di 33 provinsi pada Pemilu 2014 seperti yang diatur dalam Undang – Undang (UU) Pemilu dinilai sangat sulit diaplikasikan.

Mantan anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu Nurul Arifin mengatakan, hitungan alokasi kursi DPR dalam UU Pemilu adalah hasil ideal yang bisa dilakukan DPR.

Namun, secara hitung-hitungan politik, aturan itu akan sulit untuk diaplikasikan. Nurul mencontohkan, jika aturan itu diterapkan, akan ada perubahan jumlah kursi di daerah.

“Maka, bisa dibayangkan apa jadinya jika jumlah kursi di Sulawesi Selatan berkurang lima.Kondisi saat ini lebih banyak yang meminta kursi di dapil ditambah daripada dikurangi,” ungkap Nurul di Jakarta kemarin.

Politikus Partai Golkar yang berasal dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat ini juga mengakui akan sangat senang jika kursi Jawa Barat bertambah sepuluh.

“Alokasi kursi ini hanya salah satu ketidakadilan dalam sistem pemilu di antara ketidakadilan yang lainnya. Yang nanti bisa diubah adalah dapil berdasarkan bagian-bagian kabupaten/kota. Dengan kata lain gabungan kecamatan seperti Kota Bogor,” paparnya.
Sebelumnya konsultan matematika pemilu dari kemitraan August Mellaz mengkritisi aturan penetapan alokasi kursi DPR dalam UU Pemilu. Menurut dia, aturan yang sudah disusun DPR tersebut tidak berdasar sebab tidak ada data kuat untuk mendukung penetapan alokasi kursi itu.

Menurut August, seharusnya penetapan alokasi kursi DPR mengacu pada sumber data penduduk, metode penetapan alokasi kursi DPR di tiap daerah.Namun,kedua sumber data itu belumlah ada. Tetapi, dalam UUPemilu yang baru saja disahkan DPR sudah diatur mengenai alokasi kursi DPR.

“Saya pikir, alokasi kursi DPR dalam UU Pemilu itu siluman. Tidak ada sumber data kependudukan yang dipakai. Rincian alokasi kursi dari total 560 kursi DPR untuk Pemilu 2014 hanya mengambil lampiran UU Pemilu lama yakni UU No 10/2008,” ungkap August.

Sementara itu, mantan Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pemilu Taufik Hidayat mengungkapkan, kritikan mengenai alokasi kursi DPR di setiap provinsi itu harus dilihat dari berbagai sisi.

Menurut dia, sejauh ini DPR sudah berupaya untuk menciptakan idealisasi dalam penetapan alokasi kursi. Taufik mengaku,di DPR sudah ada kesepakatan politik di masing-masing fraksi.

Karena itu, dia meminta kritik yang diberikan kepada klausul UU Pemilu tidak mengabaikan hal itu. “Jadi, tidak ada salahnya jika semua pihak melihat dulu aplikasi penyelenggaraan pemilu dengan alokasi kursi DPR yang ada sekarang melalui aturan UU Pemilu,” tandasnya.

Taufik berharap, berbagai pihak bisa memahami kesepakatan politik antarfraksi yang sudah dibangun di DPR. Menurut dia, apa yang dikritisi soal alokasi kursi DPR di setiap provinsi sebenarnya persoalan tidak diterapkannya sistem one person, one vote, one value (opovov) murni.

Mengenai sistem opovov murni ini, mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Arif Wibowo mengatakan, sistem opovov murni justru akan menimbulkan konflik di internal partai politik. Menurut dia, dalam menentukan alokasi kursi DPR, ada pertimbangan-perimbangan khusus soal sosial, kultural,dan geografis yang harus dilihat.

“Jadi, penetapan kuota kursi yang tidak berubah itu bukan berarti ada kekhawatiran tidak siap menghitung kursi,” tandasnya. Kenapa digunakan jumlah daerah pemilihan (dapil) yang sama dan district magnitude yang tidak berubah?

Menurut Arif, hal itu karena ada kompromi politik di DPR. “Kami tidak mau nanti ada konflik antarkader di internal parpol. Opovov murni rentan merebut lahan konstituen calon legislator (caleg),” paparnya.

Arif menyatakan, dengan sistem opovov murni, bisa jadi nanti ada konflik antara kader yang sudah duduk di DPR dan akan mencalonkan kembali dengan kader yang baru akan mencalonkan diri menjadi legislator pada Pemilu 2014.(lin)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6653 seconds (0.1#10.140)