Golkar tampung aspirasi DPD II
A
A
A
Sindonews.com - DPP Partai Golkar menyatakan akan menampung aspirasi pengurus DPD II dan para senior agar suara mereka dilibatkan dalam keputusan penetapan calon presiden.
Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari mengatakan, Ketua Umum Aburizal Bakrie (Ical) berjanji akan menampung protes mereka. Pekan ini direncanakan ada pertemuan bersama untuk membahas berbagai aspirasi yang berkembang terkait penetapan capres.
”Sudah ada rencana pertemuan antar tokoh senior. Ya itu substansi sudah banyak dibicarakan. Karena itu, menurut saya, polemik rapimnas dan mekanisme pencapresan sudah cukup,” kata Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Dalam pertemuan yang dikemas silaturahmi tokoh Golkar pada 27 April nanti juga akan dibicarakan bagaimana keterlibatan DPD II. Ada keinginan kuat bahwa penetapan capres tidak hanya ditetapkan oleh pengurus DPD I.
“Itu soal menyangkut teknis jadi bagian yang akan dibicarakan,” ujarnya. Sebagian besar pengurus DPD II meminta agar suara mereka bisa dilibatkan dalam penentuan capres sebab mereka yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Sedangkan penentuan capres melalui pengurus DPD I dinilai tidak representatif. Beberapa elite Golkar juga menyampaikan aspirasi senada.
Ketua DPP Partai Golkar Anton Lesiangi dan Yoris Raweyai bahkan menilai dorongan dari DPD I belum mencerminkan suara dari bawah sebab yang punya rakyat adalah DPD II.
Politikus senior Partai Golkar yang juga Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa meyakini pencapresan Golkar tidak akan diputuskan sepihak.
Menurut dia, pemegang keputusan tertinggi adalah AD/ART dan rapimnas tentu akan menjalankan mekanisme sesuai AD/ART. “Semua akan ditempuh. Ada DPP, DPD provinsi, DPD-DPD kabupaten/ kota,” katanya.
Sementara itu, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, semua parpol memang seharusnya mengusung capres jauh jauh hari agar bisa lebih dikenal.
Dia memberi contoh di Amerika Serikat yang sudah jelas siapa yang menjadi capres jauh sebelumnya digelar pilpres. “Kenapa ini terjadi? Karena partainya banyak, terus koalisinya juga tidak jelas, siapa berkoalisi dengan siapa, siapa mendukung siapa, siapa dapat apa. Jadi kalau ditanya percepatan rapimnas buat saya tidak jadi masalah. Yang jadi masalah apakah rapimnas itu untuk mendukung satu-satunya calon yang dicalonkan Partai Golkar.Apakah rapimnas nanti akan memberikan kesempatan kepada tokoh-tokoh lain untuk menjadi calon presiden seperti kata Ical,” kata Ikrar.
Untuk bisa mengukur itu di rapimnas, kata Ikrar, indikasinya dari hasil survei. Tetapi, survei itu juga tidak boleh ada penipuan-penipuan. Apalagi yang digiring untuk memenangkan Ical.
“Golkar katanya sudah ada survei dan Ical paling tinggi. Padahal kita tahu dalam surveisurvei yang paling tinggi JK, malah Ical di bawah Akbar,” ungkapnya. Menurut Ikrar, Golkar harus belajar dari dua kali gagal dalam pilpres.
Pertama ketika Golkar melakukan konvensi nasional yang membuka diri terhadap calon-calon bahkan dari luar kader Golkar untuk ikut. Akibatnya, yang menang Wiranto, bukan orang dalam, sehingga dukungannya jadi setengah hati.
Kedua di era JK yang tidak melakukan konvensi dan cenderung dengan sistem yang oligarki. Lebih lanjut, Ikrar mengatakan, dipercepat atau tidak waktu rapimnas bukan yang terpenting sebenarnya. Mekanismenyalah yang harus benar dan jelas. Ukurannya bukan hanya karena posisinya ketua umum lalu ditetapkan sebagai capres.
“Tetapi harus dilihat elektabilitas dia, kepemimpinan dia, di mana dedikasi dia untuk Golkar, dan dedikasi dia untuk masyarakat secara keseluruhan. Tidak harus ketua umum dong,” ucapnya.(lin)
Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari mengatakan, Ketua Umum Aburizal Bakrie (Ical) berjanji akan menampung protes mereka. Pekan ini direncanakan ada pertemuan bersama untuk membahas berbagai aspirasi yang berkembang terkait penetapan capres.
”Sudah ada rencana pertemuan antar tokoh senior. Ya itu substansi sudah banyak dibicarakan. Karena itu, menurut saya, polemik rapimnas dan mekanisme pencapresan sudah cukup,” kata Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Dalam pertemuan yang dikemas silaturahmi tokoh Golkar pada 27 April nanti juga akan dibicarakan bagaimana keterlibatan DPD II. Ada keinginan kuat bahwa penetapan capres tidak hanya ditetapkan oleh pengurus DPD I.
“Itu soal menyangkut teknis jadi bagian yang akan dibicarakan,” ujarnya. Sebagian besar pengurus DPD II meminta agar suara mereka bisa dilibatkan dalam penentuan capres sebab mereka yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Sedangkan penentuan capres melalui pengurus DPD I dinilai tidak representatif. Beberapa elite Golkar juga menyampaikan aspirasi senada.
Ketua DPP Partai Golkar Anton Lesiangi dan Yoris Raweyai bahkan menilai dorongan dari DPD I belum mencerminkan suara dari bawah sebab yang punya rakyat adalah DPD II.
Politikus senior Partai Golkar yang juga Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa meyakini pencapresan Golkar tidak akan diputuskan sepihak.
Menurut dia, pemegang keputusan tertinggi adalah AD/ART dan rapimnas tentu akan menjalankan mekanisme sesuai AD/ART. “Semua akan ditempuh. Ada DPP, DPD provinsi, DPD-DPD kabupaten/ kota,” katanya.
Sementara itu, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, semua parpol memang seharusnya mengusung capres jauh jauh hari agar bisa lebih dikenal.
Dia memberi contoh di Amerika Serikat yang sudah jelas siapa yang menjadi capres jauh sebelumnya digelar pilpres. “Kenapa ini terjadi? Karena partainya banyak, terus koalisinya juga tidak jelas, siapa berkoalisi dengan siapa, siapa mendukung siapa, siapa dapat apa. Jadi kalau ditanya percepatan rapimnas buat saya tidak jadi masalah. Yang jadi masalah apakah rapimnas itu untuk mendukung satu-satunya calon yang dicalonkan Partai Golkar.Apakah rapimnas nanti akan memberikan kesempatan kepada tokoh-tokoh lain untuk menjadi calon presiden seperti kata Ical,” kata Ikrar.
Untuk bisa mengukur itu di rapimnas, kata Ikrar, indikasinya dari hasil survei. Tetapi, survei itu juga tidak boleh ada penipuan-penipuan. Apalagi yang digiring untuk memenangkan Ical.
“Golkar katanya sudah ada survei dan Ical paling tinggi. Padahal kita tahu dalam surveisurvei yang paling tinggi JK, malah Ical di bawah Akbar,” ungkapnya. Menurut Ikrar, Golkar harus belajar dari dua kali gagal dalam pilpres.
Pertama ketika Golkar melakukan konvensi nasional yang membuka diri terhadap calon-calon bahkan dari luar kader Golkar untuk ikut. Akibatnya, yang menang Wiranto, bukan orang dalam, sehingga dukungannya jadi setengah hati.
Kedua di era JK yang tidak melakukan konvensi dan cenderung dengan sistem yang oligarki. Lebih lanjut, Ikrar mengatakan, dipercepat atau tidak waktu rapimnas bukan yang terpenting sebenarnya. Mekanismenyalah yang harus benar dan jelas. Ukurannya bukan hanya karena posisinya ketua umum lalu ditetapkan sebagai capres.
“Tetapi harus dilihat elektabilitas dia, kepemimpinan dia, di mana dedikasi dia untuk Golkar, dan dedikasi dia untuk masyarakat secara keseluruhan. Tidak harus ketua umum dong,” ucapnya.(lin)
()