Bambang Soesatyo: Sikap Dahlan Berbahaya
A
A
A
Sindonews.com - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo menilai inisiatif anggota DPR secara kolektif mengajukan hak interpelasi kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk mengingatkan mantan Direktur Utama PLN ini agar lebih taat pada aturan.
"Mengingatkan Menteri BUMN Dahlan Iskan agar taat pada ketentuan perundang-undangan tentang tata kelola BUMN," ujar Bambang dalam pesan singkat, Selasa (17/4/2012).
Lebih lanjut, Wakil Bendahara Umum Partai Golkar ini membantah hak interpelasi dilakukan untuk menjegal Dahlan. "Menurut saya, tidak ada target politik dari inisiatif DPR mengajukan hak interpelasi atas keputusan Menteri BUMN No.KEP-236/MBU/2011 itu," tuturnya.
Bambang menjelaskan, tujuan utama dari pengajuan interpelasi itu adalah untuk mencegah upaya-upaya pihak tertentu menjadikan BUMN sebagai sapi perahan mereka.
"Masa lalu BUMN kita amat memprihatinkan. Karena hanya dijadikan alat kekuasaan. Di masa reformasi ini, sejumlah peraturan perundang-undangan telah dibuat untuk mendorong BUMN menjadi korporasi-korporasi yang profitable sekaligus menjadi salah satu tulang punggung perekonomian negara," paparnya.
Keputusan Dahlan mendelegasikan sebagian kewenangan Menteri BUMN kepada pejabat eselon I Kementerian BUMN, Dewan Komisaris, dan direksi BUMN, menurutnya, bisa dilihat sebagai improvisasi Dahlan yang cukup konstruktif untuk mendorong peningkatan produktivitas dan kinerja BUMN.
Namun, pendelegasian itu harus terukur sejalan dengan peraturan perundang-undangan. "Sangat berbahaya jika mengangkat direksi BUMN tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Tim Penilai Akhir (TPA). Keputusan ini merusak sistem, karena bisa menjadi pintu masuk bagi kekuatan-kekuatan politik melakukan intervensi," tambahnya.
Ditambahkan dia, kalau keputusan Menteri BUMN itu tidak dikoreksi melalui interpelasi, sama artinya kita memosisikan kembali BUMN seperti masa lalu, yakni menjadi ATM pihak-pihak tertentu.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 38 anggota Komisi VI DPR (tanpa Fraksi Partai Demokrat) telah membubuhkan tanda tangan untuk mengajukan hak interplasi terhadap Menteri BUMN terkait dengan terbitnya penerbitan Kepmen BUMN Nomor KEP-236/MBU/2011.
SK tersebut membolehkan Menteri BUMN menunjuk langsung direksi perusahaan pelat merah tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Tim Penilai Akhir (TPA). Direksi yang terpilih langsung adalah direksi PT Garuda Indonesia Tbk, PT Pelni (Persero), PT RNI (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara III (Holding).
Penunjukan direksi BUMN tanpa melalui mekanisme RUPS dianggap melanggar Pasal 15 UU Nomor 19/2003 tentang BUMN. Selain itu, penunjukkan direksi BUMN tanpa melalui TPA juga dianggap mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas, seperti diamanatkan Pasal 16 UU Nomor 19/2003 tentang BUMN. (san)
"Mengingatkan Menteri BUMN Dahlan Iskan agar taat pada ketentuan perundang-undangan tentang tata kelola BUMN," ujar Bambang dalam pesan singkat, Selasa (17/4/2012).
Lebih lanjut, Wakil Bendahara Umum Partai Golkar ini membantah hak interpelasi dilakukan untuk menjegal Dahlan. "Menurut saya, tidak ada target politik dari inisiatif DPR mengajukan hak interpelasi atas keputusan Menteri BUMN No.KEP-236/MBU/2011 itu," tuturnya.
Bambang menjelaskan, tujuan utama dari pengajuan interpelasi itu adalah untuk mencegah upaya-upaya pihak tertentu menjadikan BUMN sebagai sapi perahan mereka.
"Masa lalu BUMN kita amat memprihatinkan. Karena hanya dijadikan alat kekuasaan. Di masa reformasi ini, sejumlah peraturan perundang-undangan telah dibuat untuk mendorong BUMN menjadi korporasi-korporasi yang profitable sekaligus menjadi salah satu tulang punggung perekonomian negara," paparnya.
Keputusan Dahlan mendelegasikan sebagian kewenangan Menteri BUMN kepada pejabat eselon I Kementerian BUMN, Dewan Komisaris, dan direksi BUMN, menurutnya, bisa dilihat sebagai improvisasi Dahlan yang cukup konstruktif untuk mendorong peningkatan produktivitas dan kinerja BUMN.
Namun, pendelegasian itu harus terukur sejalan dengan peraturan perundang-undangan. "Sangat berbahaya jika mengangkat direksi BUMN tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Tim Penilai Akhir (TPA). Keputusan ini merusak sistem, karena bisa menjadi pintu masuk bagi kekuatan-kekuatan politik melakukan intervensi," tambahnya.
Ditambahkan dia, kalau keputusan Menteri BUMN itu tidak dikoreksi melalui interpelasi, sama artinya kita memosisikan kembali BUMN seperti masa lalu, yakni menjadi ATM pihak-pihak tertentu.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 38 anggota Komisi VI DPR (tanpa Fraksi Partai Demokrat) telah membubuhkan tanda tangan untuk mengajukan hak interplasi terhadap Menteri BUMN terkait dengan terbitnya penerbitan Kepmen BUMN Nomor KEP-236/MBU/2011.
SK tersebut membolehkan Menteri BUMN menunjuk langsung direksi perusahaan pelat merah tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Tim Penilai Akhir (TPA). Direksi yang terpilih langsung adalah direksi PT Garuda Indonesia Tbk, PT Pelni (Persero), PT RNI (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara III (Holding).
Penunjukan direksi BUMN tanpa melalui mekanisme RUPS dianggap melanggar Pasal 15 UU Nomor 19/2003 tentang BUMN. Selain itu, penunjukkan direksi BUMN tanpa melalui TPA juga dianggap mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas, seperti diamanatkan Pasal 16 UU Nomor 19/2003 tentang BUMN. (san)
()