UU Pemda tidak bertentangan dengan UUD 1945

Kamis, 05 April 2012 - 08:50 WIB
UU Pemda tidak bertentangan dengan UUD 1945
UU Pemda tidak bertentangan dengan UUD 1945
A A A
Sindonews.com - Direktur Jendral (Dirjen) Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Johermansyah Johan menyatakan, ketentuan Pasal 116 ayat (4) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Pernyataan ini disampaikan Johermansyah selaku ahli dari pihak pemerintah dalam sidang lajutan terkait permohonan pengujian UU Pemda di Mahkamah Konstitusi kemarin. Sidang yang dipimpin oleh Hakim Majelis Mahfud MD ini diagendakan untuk mendengarkan keterangan ahli dari pihak pemerintah dan pemohon.

Pemohon sendiri mengajukan tiga saksi ahli yang terdiri dari ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bambang Eka Cahya Widodo bersama dua anggota Bawaslu Wahidah Suaib dan Wirdyaningsih. Pemerintah menyatakan memang terdapat kesalahan redaksional dalam Pasal 116 ayat (4). Dalam pasal tersebut memuat redaksional yang merujuk pada Pasal 83, yang seharusnya pasal tersebut merujuk pada Pasal 80.

"Jadi norma tersebut sebenarnya tidak bertentangan dengan UUD 1945 apabila rujukannya diubah menjadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 80," terang Johermansyah dalam pembacaan keterangannya di ruang sidang.

Sebelumnya Pasal 116 ayat 4 diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh pemohon Heryanto yang merupakan Tim Asisten Pengawas Pemilu. Pemohon mengajukan permohonan ini dikarenakan banyaknya laporan dari Tim Pengawas Pemilu tentang keterlibatan pejabat negara, pejabat structural, fungsional dan kepala desa dalam pelaksaan pemilu.

Namun dalam menindaklanjuti laporan tersebut Pengawas Pemilu mengalami kesulitan dan selalu ditolak oleh pihak kepolisian. Penolakan pihak kepolisian ini didasarkan karena Pasal 116 ayat (4) ini salah rujuk sehingga tidak dapat diproses.

Johermansyah pun menerangkan bahwa Pasal 80 UU No. 32 tahun 2004 berisikan larangan bagi pejabat negara, pejabat structural, fungsional, dan kepala desa untuk membuat tindakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan

"Mengingat norma ini sebagai bentuk larangan, maka norma ini harus dilengkapi dengan system sanksi," lanjut Johermansyah Secara lebih lanjut, pemerintah melihat larangan yang dimaksud Pasal 80 memang sudah seharusnya terhubung dengan sistem sanksi yang termuat dalam Pasal 116 ayat (4).

"Konstruksi ini diperlukan agar norma aquo dapat diimplementasikan secara efektif," lanjut Dirjen Otonomi Daerah dalam keterangannya.

Dalam kesimpulannya, pemerintah meminta Mahkamah Konstitusi untuk menolak permohonan pengujian pemohon seluruhnyaatau setidak-tidanya menyatakan permohonan pengujian pemohon tidak dapat diterima atau setidak-tidaknya menyatakan ketentuan Pasal 116 ayat (4) tetap sesuai dengan UUD 1945.

"Menyatakan ketentuan pasal aquo tetap sesuai dengan UUD 1945 sepanjang rujukaannya dimaknai sebagai Pasal 80 UU Nomor 32 tahun 2004," tutup Johermansyah.

Ketua Badan Pengawas Pemilu Bambang Eka Cahya Widodo, juga menerangkan substansi isi Pasal 116 ayat (4) lebih tepat apabila merujuk pada Pasal 80 UU no.32 tahun 2004. "Sehingga tindakan Pejabat Negara, pejabat structural dan fungsional yang merugikan atau menguntungkan dapat dikenakan sanksi pidana sebagai pelanggaran tindak pidana pemilu," jelas Bambang dalam keterangannya.

Sebelumnya, Bawaslu telah menyampaikan kepada Menteri Sekretaris Negara tentang adanya permasalahan ketidaksesuaian dalam pengaturan Pasal 116 ayat (4).

Selain melalui surat,Bawaslu telah menanyakan langsung perihal ini secara informal dan mendapatkan bahwa naskah asli UU Nomor 32 Tahun 2004 bukan kekeliruan pengetikan. "Namun, hingga saat ini surat tersebut belom juga dijawab oleh Menteri Sekretaris Negara," jelas Bambang. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.6039 seconds (0.1#10.140)