KPK berjanji proses kasus pengalihan tambang
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji memproses dugaan korupsi yang dilakukan bekas Bupati Lahat, Harunata, dan bekas Gubernur Sumatera Selatan, Syahrial Usman terkait pemberian izin tambang di daerah Lahat.
"Semua laporan yang kami terima pasti ditindak lanjuti," ujar Kabag Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jakarta, Rabu (4/4/2012).
Priharsa mengakan saat ini KPK masih memerlukan sejumlah bukti tambahan dari pelapor dugaan korupsi tersebut.
Seperti diketahui, Indonesian Resources Studies (IRESS) secara resmi melaporkan dugaan korupsi oleh Harunata dan Syahrial Usman ke KPK. Laporan tersebut diwakili oleh Marwan Batubara.
Marwan menjelaskan kasus ini berawal dari aroma korupsi pada pencaplokan Kuasa Pertambangan (KP) milik PT Bukit Asam untuk dialihkan hak kelolanya ke 35 perusahaan swasta.
"Akibat tindakan sewenang-wenang kedua pejabat tersebut, negara berpotensi dirugikan lebih dari Rp20 triliun," ujarnya kepada wartawan usai melaporkan kasus ini kepada KPK, Kamis (29/3/2012).
Marwan menengarai ada beberapa pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Bupati Lahat dan Gubernur Sumatera Selatan, diantaranya:
1. Melanggar Keputusan Dirjen Pertambangan Umum Nomor 130K/23.01/DJP/2000 jo. Nomor
609.K/23.01/DJP/2000, sesuai Kepmen ESDM No.680K/M.PE/1997 jo. Kepmen ESDM No.812K/40/MEM/2003, yang telah menetapkan PTBA sebagai pemilik tunggal KW 97 PP0350;
2. Melanggar Pasal 67 huruf a PP No.75 Tahun 2001 yang menetapkan bahwa KP yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat sebelum tanggal 1 Januari 2001 tetap berlaku sampai berakhirnya masa berlaku KP tersebut;
3. Melanggar Kepmen ESDM No.1602 Tahun 2003 dengan tidak melakukan kordinasi dengan Pemerintah Pusat dalam rangka pemberian KP dan penetapan pencadangan wilayah guna menghindari tumpang tindih wilayah kerja;
4. Melanggar PP No.32 Tahun 1969 tentang pelaksanaan UU No.11 Tahun 1967 tentang Pertambangan dengan tidak mengindahkan hak PTBA:
"Menghapus harta kekayaan negara yang dapat diancam hukuman pidana dengan membatalkan KP Eksplorasi KW 97 PP0350 sebagaimana dimaksud SK Dirjen Pertambangan Umum No.130K/23.01/DJP/2000 jo. No.609.K/23.01/DJP/2000 tanpa melalui prosedur penghapusan yang berlaku," terang Marwan.
Menurut Marwan, negara berpotensi dirugikan hingga Rp20,2 triliun akibat perbuatan melanggar hukum kedua pejabat tersebut. Marwan mengatakan pengalihan tersebut bisa berujung pada berkurangnya penerimaan negara terutama berupa pajak, retribusi dan deviden, sesuai Pasal 28 ayat (1) UU No.11 Tahun 1967.
Kerugian tersebut di antaranya:
1. Hilangnya dana sebesar Rp206 miliar atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan PTBA untuk kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan pemberdayaan masyarakat.
2. Hilangnya potensi pendapatan PTBA dari kegiatan eksploitasi cadangan batubara wilayah tambang Lahat yang volumenya sebesar 220 juta ton dengan nilai USD2,2 miliar atau sekitar Rp20 triliun.
Marwan juga menyampaikan bahwa kasus tambang Lahat ini telah dilaporkan kepada Pengadilan Negeri Lahat dan tengah diproses hingga tingkat Mahkamah Agung. Namun hingga saat ini belum ada keputusan tetap dari pengadilan.
"Sebagai pelapor kami meminta agar KPK dapat segera menyelidiki kasus ini agar kerugian negara dapat dikurangi, sebab sejumlah perusahaan yang memperoleh KP dari Bupati telah mulai melakukan kegiatan operasi penambangan di wilayah tambang Lahat tersebut," sergahnya. (wbs)
"Semua laporan yang kami terima pasti ditindak lanjuti," ujar Kabag Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jakarta, Rabu (4/4/2012).
Priharsa mengakan saat ini KPK masih memerlukan sejumlah bukti tambahan dari pelapor dugaan korupsi tersebut.
Seperti diketahui, Indonesian Resources Studies (IRESS) secara resmi melaporkan dugaan korupsi oleh Harunata dan Syahrial Usman ke KPK. Laporan tersebut diwakili oleh Marwan Batubara.
Marwan menjelaskan kasus ini berawal dari aroma korupsi pada pencaplokan Kuasa Pertambangan (KP) milik PT Bukit Asam untuk dialihkan hak kelolanya ke 35 perusahaan swasta.
"Akibat tindakan sewenang-wenang kedua pejabat tersebut, negara berpotensi dirugikan lebih dari Rp20 triliun," ujarnya kepada wartawan usai melaporkan kasus ini kepada KPK, Kamis (29/3/2012).
Marwan menengarai ada beberapa pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Bupati Lahat dan Gubernur Sumatera Selatan, diantaranya:
1. Melanggar Keputusan Dirjen Pertambangan Umum Nomor 130K/23.01/DJP/2000 jo. Nomor
609.K/23.01/DJP/2000, sesuai Kepmen ESDM No.680K/M.PE/1997 jo. Kepmen ESDM No.812K/40/MEM/2003, yang telah menetapkan PTBA sebagai pemilik tunggal KW 97 PP0350;
2. Melanggar Pasal 67 huruf a PP No.75 Tahun 2001 yang menetapkan bahwa KP yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat sebelum tanggal 1 Januari 2001 tetap berlaku sampai berakhirnya masa berlaku KP tersebut;
3. Melanggar Kepmen ESDM No.1602 Tahun 2003 dengan tidak melakukan kordinasi dengan Pemerintah Pusat dalam rangka pemberian KP dan penetapan pencadangan wilayah guna menghindari tumpang tindih wilayah kerja;
4. Melanggar PP No.32 Tahun 1969 tentang pelaksanaan UU No.11 Tahun 1967 tentang Pertambangan dengan tidak mengindahkan hak PTBA:
"Menghapus harta kekayaan negara yang dapat diancam hukuman pidana dengan membatalkan KP Eksplorasi KW 97 PP0350 sebagaimana dimaksud SK Dirjen Pertambangan Umum No.130K/23.01/DJP/2000 jo. No.609.K/23.01/DJP/2000 tanpa melalui prosedur penghapusan yang berlaku," terang Marwan.
Menurut Marwan, negara berpotensi dirugikan hingga Rp20,2 triliun akibat perbuatan melanggar hukum kedua pejabat tersebut. Marwan mengatakan pengalihan tersebut bisa berujung pada berkurangnya penerimaan negara terutama berupa pajak, retribusi dan deviden, sesuai Pasal 28 ayat (1) UU No.11 Tahun 1967.
Kerugian tersebut di antaranya:
1. Hilangnya dana sebesar Rp206 miliar atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan PTBA untuk kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan pemberdayaan masyarakat.
2. Hilangnya potensi pendapatan PTBA dari kegiatan eksploitasi cadangan batubara wilayah tambang Lahat yang volumenya sebesar 220 juta ton dengan nilai USD2,2 miliar atau sekitar Rp20 triliun.
Marwan juga menyampaikan bahwa kasus tambang Lahat ini telah dilaporkan kepada Pengadilan Negeri Lahat dan tengah diproses hingga tingkat Mahkamah Agung. Namun hingga saat ini belum ada keputusan tetap dari pengadilan.
"Sebagai pelapor kami meminta agar KPK dapat segera menyelidiki kasus ini agar kerugian negara dapat dikurangi, sebab sejumlah perusahaan yang memperoleh KP dari Bupati telah mulai melakukan kegiatan operasi penambangan di wilayah tambang Lahat tersebut," sergahnya. (wbs)
()