Subsidi listrik tidak cukup
A
A
A
Pemerintah gagal meyakinkan Komisi VII DPR RI soal penambahan subsidi listrik untuk tahun berjalan ini. Setelah melalui rapat berhari-hari antara komisi yang membidangi kelistrikan dan pemerintah yang dibumbui insiden pengusiran Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), hasilnya subsidi listrik hanya naik sebesar Rp24,52 triliun sehingga total subsidi listrik menjadi sebesar Rp64,97 triliun tahun ini.
Penambahan subsidi tersebut masih jauh dari harapan pemerintah. Meski keputusan penambahan subsidi listrik tersebut sudah diproteksi Komisi VII untuk tidak diutak-atik lagi, tak membuat pemerintah pasrah menerima keputusan itu.
Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik masih tetap “bergerilya”agar angka subsidi listrik bisa ditingkatkan lagi.
Semula pemerintah mengusulkan tambahan subsidi sebesar Rp48,09 triliun atau 107,1% dari pagu Rp44,96 triliun menjadi Rp93,05 triliun. Saat ini, pemerintah diliputi kekhawatiran beban PLN akan semakin berat dengan subsidi listrik yang terbatas itu.
Penetapan angka subsidi yang jauh dari usulan pemerintah, menurut Menkeu, akan membuat langkah perusahaan pelat merah penghasil listrik itu tertatih-tatih, yang ditandai dengan pemadaman aliran listrik bergiliran di beberapa daerah, mengganggu kelancaran sejumlah proyek yang sedang berjalan yang pada akhirnya menimbulkan risiko wanprestasi kepada kreditur yang memberikan pinjaman kepada PLN.
Pemerintah mengakui gagal meyakinkan Komisi VII DPR untuk memenuhi permintaan subsidi listrik menjadi Rp93,4 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012.
Padahal, pemerintah sudah mengalah dengan menunda kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang seharusnya dilaksanakan pada April mendatang. Menteri ESDM Jero Wacik sadar sepenuhnya bahwa peluang mengubah keputusan Komisi VII soal penambahan subsidi listrik sudah terkunci, lalu rayuan pun dilayangkan kepada Badan Anggaran DPR RI.
Pemerintah masih punya waktu dua hari melobi Badan Anggaran untuk memasukkan subsidi tambahan dalam pos anggaran cadangan energi. Semula pemerintah tenang-tenang saja menghadapi subsidi listrik, menyusul rencana kenaikan TDL yang direncanakan pada awal April tahun ini.
Namun, ketenangan pemerintah terusik ketika tuntutan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi juga dijadwalkan awal April. Menaikkan tarif TDL bersamaan dengan kenaikan harga BBM suatu hal yang mustahil dilakukan.
Sebagai jalan tengah, pemerintah merelakan TDL tidak berubah dengan harapan subsidi listrik bisa dimaksimalkan. Kini yang menjadi pertanyaan, bagaimana bila Badan Anggaran DPR tak meloloskan permintaan pemerintah menambah subsidi listrik? Jawaban formalnya adalah PLN harus mengencangkan ikat pinggang dengan memaksimalkan pembangkit yang berbahan bakar non-BBM.
Selama ini, ditengarai pembengkakan subsidi listrik karena pembangkit PLN dinilai lebih banyak menggunakan BBM ketimbang bahan bakar lainnya seperti gas. Ternyata tudingan itu bukan sekadar isapan jempol. Hal itu dibuktikan oleh hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan pemborosan uang negara sebesar Rp37 triliun sepanjang 2010 dan 2011, akibat PLN tidak efisien mengoperasikan pembangkit listrik yang ada.
Selama dua tahun, berdasarkan audit BPK, sejumlah pembangkit listrik yang bisa menggunakan gas masih dihidupkan dengan memakai BBM. Hal itu dibenarkan manajemen PLN, sejumlah pembangkit yang seharusnya menggunakan gas 100 persen tidak bisa difungsikan sebagaimana mestinya karena pasokan gas yang terbatas. Nah, pilih gelap atau naikkan subsidi listrik, keduanya pilihan yang sulit.(*)
Penambahan subsidi tersebut masih jauh dari harapan pemerintah. Meski keputusan penambahan subsidi listrik tersebut sudah diproteksi Komisi VII untuk tidak diutak-atik lagi, tak membuat pemerintah pasrah menerima keputusan itu.
Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik masih tetap “bergerilya”agar angka subsidi listrik bisa ditingkatkan lagi.
Semula pemerintah mengusulkan tambahan subsidi sebesar Rp48,09 triliun atau 107,1% dari pagu Rp44,96 triliun menjadi Rp93,05 triliun. Saat ini, pemerintah diliputi kekhawatiran beban PLN akan semakin berat dengan subsidi listrik yang terbatas itu.
Penetapan angka subsidi yang jauh dari usulan pemerintah, menurut Menkeu, akan membuat langkah perusahaan pelat merah penghasil listrik itu tertatih-tatih, yang ditandai dengan pemadaman aliran listrik bergiliran di beberapa daerah, mengganggu kelancaran sejumlah proyek yang sedang berjalan yang pada akhirnya menimbulkan risiko wanprestasi kepada kreditur yang memberikan pinjaman kepada PLN.
Pemerintah mengakui gagal meyakinkan Komisi VII DPR untuk memenuhi permintaan subsidi listrik menjadi Rp93,4 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012.
Padahal, pemerintah sudah mengalah dengan menunda kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang seharusnya dilaksanakan pada April mendatang. Menteri ESDM Jero Wacik sadar sepenuhnya bahwa peluang mengubah keputusan Komisi VII soal penambahan subsidi listrik sudah terkunci, lalu rayuan pun dilayangkan kepada Badan Anggaran DPR RI.
Pemerintah masih punya waktu dua hari melobi Badan Anggaran untuk memasukkan subsidi tambahan dalam pos anggaran cadangan energi. Semula pemerintah tenang-tenang saja menghadapi subsidi listrik, menyusul rencana kenaikan TDL yang direncanakan pada awal April tahun ini.
Namun, ketenangan pemerintah terusik ketika tuntutan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi juga dijadwalkan awal April. Menaikkan tarif TDL bersamaan dengan kenaikan harga BBM suatu hal yang mustahil dilakukan.
Sebagai jalan tengah, pemerintah merelakan TDL tidak berubah dengan harapan subsidi listrik bisa dimaksimalkan. Kini yang menjadi pertanyaan, bagaimana bila Badan Anggaran DPR tak meloloskan permintaan pemerintah menambah subsidi listrik? Jawaban formalnya adalah PLN harus mengencangkan ikat pinggang dengan memaksimalkan pembangkit yang berbahan bakar non-BBM.
Selama ini, ditengarai pembengkakan subsidi listrik karena pembangkit PLN dinilai lebih banyak menggunakan BBM ketimbang bahan bakar lainnya seperti gas. Ternyata tudingan itu bukan sekadar isapan jempol. Hal itu dibuktikan oleh hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan pemborosan uang negara sebesar Rp37 triliun sepanjang 2010 dan 2011, akibat PLN tidak efisien mengoperasikan pembangkit listrik yang ada.
Selama dua tahun, berdasarkan audit BPK, sejumlah pembangkit listrik yang bisa menggunakan gas masih dihidupkan dengan memakai BBM. Hal itu dibenarkan manajemen PLN, sejumlah pembangkit yang seharusnya menggunakan gas 100 persen tidak bisa difungsikan sebagaimana mestinya karena pasokan gas yang terbatas. Nah, pilih gelap atau naikkan subsidi listrik, keduanya pilihan yang sulit.(*)
()