Aset Bank Syariah bisa tumbuh 10 persen
A
A
A
Sindonews.com - Dalam lima tahun ke depan pangsa pasar perbankan syariah terhadap industri perbankan nasional dari sisi aset bakal melaju menembus 10 persen.
Prediksi optimistis tersebut diungkapkan oleh salah seorang petinggi Bank Indonesia (BI) dengan mengacu pada pertumbuhan aset perbankan bank syariah yang mencapai 40,5 persen dalam lima tahun terakhir.
Angka pertumbuhan aset tersebut dua kali lebih besar dibandingkan angka pertumbuhan aset perbankan konvensional pada periode yang sama. Fakta terbaru yang menunjukkan pertumbuhan aset perbankan syariah sedang mekar dapat dilihat dari data terbaru BI.
Data yang dirilis bank sentral belum lama ini terungkap bahwa aset perbankan syariah per Januari 2012 tercatat sebesar Rp115,296 triliun atau melonjak 47,43 persen dari sebesar Rp78,203 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Meski sangat optimistis, aset perbankan syariah mencapai 10 persen dalam lima tahun ke depan, Deputi Gibernur BI Halim Alamsyah memberi tiga catatan sebagai tantangan bersama wajib ditaklukkan. Sebenarnya ketiga tantangan tersebut bukan hal baru di lingkungan industri perbankan syariah.
Sejak ekonomi syariah sekitar sepuluh tahun yang lalu mulai ramai diperbincangkan di negeri ini, tantangan tersebut sudah mencuat. Jadi, boleh dikata, ini tantangan klasik yang terus membelenggu industri syariah, khususnya perbankan.
Pertama, peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Kedua, peningkatan inovasi produk dan layanan yang kompetitif.Ketiga, intensitas edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.
Di balik ketiga tantangan tersebut, menurut Halim, harus dibarengi insentif khusus, misalnya dari sisi perpajakan dan kemudahan aturan dalam penetrasi pasar. Keterbatasan sumber daya manusia pada industri perbankan syariah telah menyuburkan praktik bajak-membajak karyawan.
Hal itu wajar saja sebab pertumbuhan lembaga keuangan syariah jauh lebih cepat ketimbang ketersediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian soal keuangan syariah. Sebelumnya BI sudah memprediksi kebutuhan sumber daya manusia untuk perbankan syariah tidak kurang dari 40.000 orang untuk lima tahun ke depan. Berdasarkan data BI, saat ini terdapat 11 bank syariah,23 unit usaha syariah, dan sebanyak 154 Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) syariah.
Meski masih ada persoalan sumber daya manusia, tak menghalangi perbankan syariah untuk mendongkrak dana pihak ketiga (DPK). Pada akhir Oktober tahun lalu, total DPK yang terkumpul dari delapan juta nasabah mencapai sebesar Rp103,3 triliun. Artinya, telah terjadi pertumbuhan DPK sekitar 50 persen dibandingkan posisi jumlah DPK sebesar Rp69 triliun pada tahun 2010.
Selain itu, BI mencatat fungsi intermediasi perbankan syariah tidak kalah dari perbankan nasional. Itu terlihat dari rasio pembiayaan terhadap pendanaan (financing to deposit rati /FDR) yang mencapai 101 persen selama satu dekade terakhir ini. Bicara soal perkembangan industri syariah, posisi Indonesia belum bisa dibandingkan dengan Malaysia yang kini mendapat julukan negara ekonomi syariah terbesar di dunia.
Perbankan syariah di Malaysia sudah berkembang sejak 1983 dengan dukungan penuh dari pemerintah dimulai dari tabungan haji yang wajib menggunakan bank syariah hingga “pemaksaan” badan usaha negara untuk ikut membesarkan DPK perbankan syariah.
Bagaimana dengan Indonesia, apakah BUMN bisa diajak memperbesar DPK perbankan syariah? Itu bisa saja, tapi jangan sampai dilakukan dengan pemaksaan. Jika dilaksanakan tidak penuh keikhlasan,itu berarti tidak syariah.(azh)
Prediksi optimistis tersebut diungkapkan oleh salah seorang petinggi Bank Indonesia (BI) dengan mengacu pada pertumbuhan aset perbankan bank syariah yang mencapai 40,5 persen dalam lima tahun terakhir.
Angka pertumbuhan aset tersebut dua kali lebih besar dibandingkan angka pertumbuhan aset perbankan konvensional pada periode yang sama. Fakta terbaru yang menunjukkan pertumbuhan aset perbankan syariah sedang mekar dapat dilihat dari data terbaru BI.
Data yang dirilis bank sentral belum lama ini terungkap bahwa aset perbankan syariah per Januari 2012 tercatat sebesar Rp115,296 triliun atau melonjak 47,43 persen dari sebesar Rp78,203 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Meski sangat optimistis, aset perbankan syariah mencapai 10 persen dalam lima tahun ke depan, Deputi Gibernur BI Halim Alamsyah memberi tiga catatan sebagai tantangan bersama wajib ditaklukkan. Sebenarnya ketiga tantangan tersebut bukan hal baru di lingkungan industri perbankan syariah.
Sejak ekonomi syariah sekitar sepuluh tahun yang lalu mulai ramai diperbincangkan di negeri ini, tantangan tersebut sudah mencuat. Jadi, boleh dikata, ini tantangan klasik yang terus membelenggu industri syariah, khususnya perbankan.
Pertama, peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Kedua, peningkatan inovasi produk dan layanan yang kompetitif.Ketiga, intensitas edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.
Di balik ketiga tantangan tersebut, menurut Halim, harus dibarengi insentif khusus, misalnya dari sisi perpajakan dan kemudahan aturan dalam penetrasi pasar. Keterbatasan sumber daya manusia pada industri perbankan syariah telah menyuburkan praktik bajak-membajak karyawan.
Hal itu wajar saja sebab pertumbuhan lembaga keuangan syariah jauh lebih cepat ketimbang ketersediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian soal keuangan syariah. Sebelumnya BI sudah memprediksi kebutuhan sumber daya manusia untuk perbankan syariah tidak kurang dari 40.000 orang untuk lima tahun ke depan. Berdasarkan data BI, saat ini terdapat 11 bank syariah,23 unit usaha syariah, dan sebanyak 154 Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) syariah.
Meski masih ada persoalan sumber daya manusia, tak menghalangi perbankan syariah untuk mendongkrak dana pihak ketiga (DPK). Pada akhir Oktober tahun lalu, total DPK yang terkumpul dari delapan juta nasabah mencapai sebesar Rp103,3 triliun. Artinya, telah terjadi pertumbuhan DPK sekitar 50 persen dibandingkan posisi jumlah DPK sebesar Rp69 triliun pada tahun 2010.
Selain itu, BI mencatat fungsi intermediasi perbankan syariah tidak kalah dari perbankan nasional. Itu terlihat dari rasio pembiayaan terhadap pendanaan (financing to deposit rati /FDR) yang mencapai 101 persen selama satu dekade terakhir ini. Bicara soal perkembangan industri syariah, posisi Indonesia belum bisa dibandingkan dengan Malaysia yang kini mendapat julukan negara ekonomi syariah terbesar di dunia.
Perbankan syariah di Malaysia sudah berkembang sejak 1983 dengan dukungan penuh dari pemerintah dimulai dari tabungan haji yang wajib menggunakan bank syariah hingga “pemaksaan” badan usaha negara untuk ikut membesarkan DPK perbankan syariah.
Bagaimana dengan Indonesia, apakah BUMN bisa diajak memperbesar DPK perbankan syariah? Itu bisa saja, tapi jangan sampai dilakukan dengan pemaksaan. Jika dilaksanakan tidak penuh keikhlasan,itu berarti tidak syariah.(azh)
()