Marahnya seorang menteri

Rabu, 21 Maret 2012 - 08:14 WIB
Marahnya seorang menteri
Marahnya seorang menteri
A A A
Sindonews.com - Seharian kemarin ada sebuah berita menarik yang menghiasi berbagai media massa, terutama media elektronik dan media sosial. Di pagi hari Jakarta yang macet seperti biasanya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan yang memang terkenal dengan berbagai langkah spontannya mengamuk di pintu tol dalam kota Semanggi.

Menteri yang mulai menjadi media darling ini marah-marah atas terjadinya antrean di pintu tol karena dua dari tiga pintu tol tidak ada penjaganya. Dia lalu membuka pintu tol tersebut dan mempersilakan sekitar 100 mobil masuk gratis. Dahlan mengatakan, “Kalau macet buat apa bayar?” Bak kebakaran jenggot, PT Jasa Marga, BUMN yang menjadi pengelola jalan tol, pun langsung melakukan rapat mendadak. Mereka kelihatannya begitu takut dengan murkanya Menteri BUMN.

Bisa jadi baru kali inilah PT Jasa Marga rapat mendadak karena dimarahi menteri. Hal yang dipermasalahkan Dahlan Iskan itu sudah menjadi makanan sehari-hari pengguna jalan tol di Jakarta. Ketika jam sibuk selalu ada pintu tol yang tidak dibuka. Hal yang menarik dari kejadian di pagi hari tersebut bukanlah hanya masalah menteri yang marah-marah, melainkan spontanitas dari sang menteri dalam melihat masalah yang ada di hadapannya.

Menteri dan birokrat lainnya dalam berbagai level adalah warga negara yang memiliki wewenang dalam bidang masing-masing. Mereka dibutuhkan di masyarakat untuk memperbaiki hal yang tidak pada tempatnya dan merugikan masyarakat. Spontanitas dalam melihat masalah yang ada itu adalah salah satu sikap dasar yang harusnya dimiliki oleh menteri dan birokrat lain di berbagai level dan tentunya pula sang Presiden sebagai pemegang tampuk kekuasaan bernegara.

Namun melihat begitu banyaknya ketidakteraturan yang tidak tertangani—minimal untuk di Jakarta saja sebagai benchmark yang tiap hari ditinggali para menteri dari berbagai bidang, bisa jadi memang spontanitas ketika melihat masalah yang ada di masyarakat seperti inilah yang defisit pada pimpinan bangsa ini. Para menteri terlihat kurang gesit dalam membenahi berbagai masalah.

Indonesia memiliki 34 menteri, belum lagi kalau dihitung wakil menteri beserta jajaran eselon, tetapi berita seperti yang dilakukan Dahlan Iskan ini masih sangat langka. Para menteri terkesan sangat pasif dalam menangani masalah.Hanya sedikit yang dikenal aktif dalam menyelesaikan masalah. Kondisi ini mengingatkan pada istilah yang populer dari salah satu menteri zaman Orde Baru: “menunggu/sesuai petunjuk Bapak Presiden”.

Para menteri umumnya cenderung tidak mau terlibat urusan teknis, tahunya hanya laporan dari bawahan yang sayangnya banyak sudah terjangkiti “penyakit asal bapak senang”. Alhasil menteri sering kali tak mendapat gambaran riil sektor yang dibidanginya. Bahkan sering kali sidak pun direncanakan, bagaimana bisa tahu kondisi riil dengan cara seperti itu? Kenapa publik banyak yang mendukung spontanitas ala Dahlan Iskan itu?

Bisa jadi memang publik haus akan pemimpin yang memang bekerja memperbaiki masalah yang dihadapi rakyat. Publik juga mungkin rindu sosok seperti mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang dengan spontanitasnya bisa menyelesaikan banyak masalah pelik bangsa. Namun bukan berarti dengan spontanitas itu masalah selesai. Yang perlu diperhatikan adalah apakah spontanitas itu akan diikuti dengan followup dari pihak terkait ataukah hanya akan menjadi riak air saja dalam kehidupan sehari-hari.

Mungkin Menteri BUMN Dahlan Iskan bisa menunjukkan bahwa spontanitas seorang menteri memang bisa membawa perbaikan yang menyeluruh. Misalnya dalam hal ini dia bisa membuat jalan tol tidak macet. Jika dia berhasil, publik akan menilainya sebagai figur yang tidak hanya berbicara, tetapi juga melakukan aksi konkret.(azh)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0480 seconds (0.1#10.140)