Inilah kronologi suap cek pelawat versi Ari Malangido

Rabu, 07 Maret 2012 - 21:50 WIB
Inilah kronologi suap...
Inilah kronologi suap cek pelawat versi Ari Malangido
A A A
Sindonews.com - Ahmad Hakim Safari alias Ari Malangido membeberkan kasus dugaan suap cek pelawat senilai Rp 24 miliar ke sejumlah anggota dewan pada 2004 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Dia mengatakan, praktik suap yang diduga dilakukan oleh Nunun Nurbaetie itu terjadi pada Selasa 8 Juni 2004 dari pukul 10.00 WIB hingga menjelang malam.

"Selasa pukul 10.00 sampai 11.00 WIB, saya menerima telepon dari orang yang mengatakan mau ngambil titipan. Dia bilang, Pak, saya mau ambil titipan dari Ibu," kata Ari di depan Majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Rabu (7/3/2012).

Kepada Ari, orang yang meneleponnya mengaku berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Belakangan, Ari mengenal pria tersebut bernama Doddy Mahmud Murod. "Orang itu minta (titipan) diantarkan ke Bebek Bali (Senayan)," katanya.

Berhubung ''barang titipan'' tidak di tangan, Direktur PT Wahana Esa Sejati itu kemudian pergi ke kantornya sendiri. Tidak berapa lama, Ngatiran, office boy PT Wahana Esa Sejati mengantarkan empat kantong belanja bekas warna-warni, merah, hijau, kuning, dan putih. "Ketika saya terima, langsung saya masukkan ke bagasi. Saya datang sendiri," kata Ari.

Di tengah perjalanan, Ari mengatakan mendadak ditelepon oleh seseorang, belakangan diketahui orang tersebut adalah Endin Kurnia dari PPP yang memintanya bertemu di Hotel Century Park, Senayan. "Saya sanggupi karena lokasi berdekatan," kata Ari yang mengatakan menemui Endin setelah terlebih dulu menemui Doddy.

Saat betemu Doddy, Ari mengaku tidak banyak melakukan pembicaraan. Kata Ari, Doddy berniat segera pergi setelah menerima barang titipan. "Saya sempat minum dulu," kata Ari.

Selesai bertemu dengan Doddy, Ari segera meluncur ke Century Park untuk menemui orang dari PPP. Ari bertemu Endin di lobi utama. "Ada percakapan aneh dari dia, ini kalau kurang gimana? Saya enggak tahu. Cuma disuruh Ibu. Oh ,kalau gitu, saya lagi sibuk," kata dia.

Menurut Ari, Endin langsung meninggalkan Century Park. Setelah itu, Ari kembali ke kantor. Setelah tiba, Ari mengaku ditelepon oleh Hamka Yandhu (dari Golkar). Pada pukul 17.00 WIB, Hamka tiba. "Dia tanya, udah diambil semua? Saya bilang belum. Nanti ketemu habis magrib. Dia segera tinggalkan ruangan saya," kata Ari.

Selepas Magrib, Ari kedatangan empat orang tamu. Salah satunya adalah Uju. Mereka mengaku ke Ari berasal dari Fraksi TNI/ Polri. Berhubung ruang kantornya sempit, Ari menemui keempat orang tersebut di ruang rapat. Ari mengaku sempat diperkenalkan masing-masing nama mereka, namun lupa.

"Saya serahkan kantong tidak ada warna (putih). Oleh Uju disobek, ada amplop empat. Sembari dibagikan, bapak-bapak hitung, biar saya tidak disalahkan,kalau kurang. Bagaimana? Cukup. Hitung-hitung uang pensiun," kata Ari.

Setelah itu, melalui telepon selular, Ari melaporkan telah menjalankan semua perintah. "Saya sampaikan sudah diambil semua," kata Ari.

Ari mengaku sebenarnya sedikit enggan menjalankan perintah Nunun. Namun, berhubung dia bekerja dengan istri Wakil Kepala Polri, Adang Darajatun itu, Ari akhirnya menerima dengan berat hati. "Saya agak menolak. Tapi ibu meyakinkan hanya memberi hadiah," kata Ari.

Ari mengaku bekerja dengan Nunun dari 2000. Dia mengatakan bekerja di PT Wahana Esa Sejati karena diajak Nunun. Sebelumnya, Ari bekerja di PT Astra Argo Lestari. "November diangkat oleh Nunun. Saya dapat tugas kembangkan kelapa sawit di Riau," terang Ari.

Menurut Ari, sampai 2003 hingga 2004, dirinya lebih banyak mengurusi perkebunan kelapa sawit di Riau, Sumatera Barat. Kebetulan, PT Wahana juga sedang membangun pabrik minyak sawit. "2004 melakukan uji kapasitas pabrik. Bulan Juni ditelepon Nunun pulang untuk diperkenalkan seorang tamu," kata Nunun.

Senin, 7 Juni 2004, Ari bertemu Nunun di kantornya. Di sana sudah berdiri seorang pria, yang belakangan dikenal bernama Hamka Yandhu. "Ketika itu ibu to the point minta tolong sampaikan tanda terima kasih ke anggota dewan," terang Ari.

Ari mengaku tidak tahu untuk apa tanda terima kasih itu. Dia cuma diberi pesan oleh Nunun akan ada yang menghubunginya lewat telepon. "Saya tidak tanya konteks apa. Saya tidak mungkin berdebat di depan tamu," kata Ari.

Ketika Ari pamit keluar, pria yang bersama Nunun juga ikut-ikutan pamit. Ternyata, orang tersebut mengikuti Ari di belakangnya menuju kantor. "Enggak banyak bicara. Setelah sampai langsung pamit. Saya sempat mengantar ke mobil," kata Ari.

Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Nunun sebagai tersangka pada Mei 2011. Sebelum ditetapkan menjadi tersangka, Nunun sempat kabur ke luar negeri dengan alasan berobat ke Singapura. Hampir delapan bulan Nunun berada dalam pelarian.

Namun, Nunun dibekuk oleh Interpol Thailand dan berhasil dipulangkan ke Indonesia pada 10 Desember 2011. Dalam perkara ini, Nunun diduga memberikan 480 cek perjalanan senilai Rp 50 juta kepada Anggota DPR periode 1999-2004 untuk pemilihan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia. Miranda sendiri akhirnya terpilih menjadi DGS BI periode 2004-2009.

Nunun pun dijerat dengan pasal penyuapan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam kasus ini, sebanyak 26 anggota Dewan periode 1999-2004 telah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK, bahkan kini telah ada yang berstatus terpidana.

Ke- 26 Mantan anggota DPR itu berasal dari tiga fraksi, yakni Fraksi Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, dan Fraksi PPP. Mereka telah terbukti menerima pemberian berupa cek perjalanan pada pemilihan Miranda Goeltom sebagai DGS BI tahun 2004. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0562 seconds (0.1#10.140)