Dana kampanye perlu dipangkas

Senin, 05 Maret 2012 - 08:13 WIB
Dana kampanye perlu...
Dana kampanye perlu dipangkas
A A A
Sindonews.com - Penerimaan dana kampanye pemilu yang berasal dari individu dan badan hukum dinilai masih tinggi sehingga ada kekhawatiran akan menjurus pada tindakan koruptif.

Karena itu, DPR diminta mengurangi besaran penerimaan dana kampanye dalam pembahasan Rancangan Undang- Undang (RUU) Pemilu.

”Bicara pembatasan dana kampanye sebaiknya dimulai dari penerimaan. Saat ini, dana penerimaan untuk pemilu masih tinggi, jadi perlu dikurangi,” kata peneliti korupsi politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan saat dihubungi SINDO di Jakarta kemarin.

Berdasarkan aturan, sumbangan individu sebanyak Rp1 miliar. Adapun badan hukum dapat menyumbang sebesar Rp3 miliar. Abdullah menilai, besaran sumbangan untuk kampanye pemilu itu masih tinggi.

Dia khawatir, partai politik (parpol) yang memiliki modal besar akan paling dominan dalam kampanye. Bila itu terjadi, kompetisi berlangsung tidak fair.

Selain penerimaan dana individu dan badan hukum, menurut Abdullah, Pansus RUU Pemilu juga harus membatasi sumbangan partai serta anggotanya.

Hasil temuan ICW menyebutkan, banyak sumbangan pihak ketiga diberikan melalui jalur-jalur partai dan kadernya. ”Ini yang membuat pengaburan dana kampanye,” jelasnya.

Adapun dari sisi pengeluaran, Abdullah setuju jika pembatasan dana kampanye pemilu setiap daerah pemilihan (dapil) dilakukan secara maksimal.

Sebab, pengeluaran untuk kampanye bersifat transaksional sehingga besarannya harus disebutkan. ”Soal formulasinya, biarkan DPR yang merumuskannya,” paparnya.

Meski demikian, sebaiknya pengaturan pengeluaran dana kampanye dibarengi dengan penegakan hukum. Abdullah menyarankan, pelanggaran terhadap dana kampanye perlu dikenai sanksi administrasi.

Alasannya, sanksi administrasi dapat mencakup secara kelembagaan. Bisa saja, KPU membatalkan perolehan suara parpol.

”Karena kalau dikenai pidana,hanya individu yang dihukum. Pidana tidak bisa dikenakan pada lembaga,” jelasnya.

Selain itu, ICW mendesak parpol agar jujur dalam melaporkan keuangannya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pada 2009, ICW menemukan hampir semua parpol memanipulasi harta kekayaannya. Mereka menduga partai memanipulasi harta kekayaannya karena terdapat sumbangan ilegal.
”Peserta pemilu harus berangkat dari sumber-sumber yang jelas,bukan sekadar memasukkannya saja,” ungkap Abdullah.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Transparency International Indonesia (TII) Luky Djani menyatakan, Pansus RUU Pemilu perlu mengatur pengeluaran dana kampanye. Dia berpendapat, bila pengeluaran dana kampanye dibatasi secara otomatis, hal itu akan mengatur penerimaannya.

”Katakanlah begini, untuk kampanye anggota DPR dibatasi maksimal Rp10 miliar. Berarti, dia harus mencari pemasukannya juga Rp10 miliar. Kalaupenerimaannya melebihi Rp10 miliar, berarti patut dipertanyakan,” tandasnya.

Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Arwani Thomafi mengungkapkan, identitas penyumbang dan besaran dana kampanye pemilu memang harus jelas.

Setelah dananya masuk, harus dilihat untuk apa penggunaan dan alokasinya. ”Yang lebih dibutuhkan adalah asas transparansi dan akuntabilitas dari parpol peserta pemilu,” ujar politikus PPP ini.(lin)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6573 seconds (0.1#10.140)