TNI khawatir manuver purnawirawan
A
A
A
Sindonews.com - Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengaku khawatir atas manuver sejumlah purnawirawan TNI dalam kegiatan politik praktis yang bisa mengganggu netralitas prajurit TNI.
Untuk mengantisipasi keterlibatan prajurit TNI dalam politik, Panglima TNI pun memerintahkan seluruh prajurit dan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan TNI untuk tetap menjaga netralitas politik. Penekanan itu disampaikan Agus kepada para pangdam, pangarmabar, pangarmatim, serta pangkoopsau I dan II melalui Surat Telegram (ST) NoST/175/2012 tertanggal 17 Februari 2012.
Para petinggi di jajaran TNI itu diperintahkan agar menginstruksikan satuan jajaran di bawahnya untuk tidak terpengaruh dalam kegiatan politik praktis. Menurut Kadispenum Puspen TNI Kolonel Cpl Minulyo Suprapto, instruksi Panglima TNI ini merupakan perintah dan penekanan ulang untuk dilaksanakan seluruh prajurit dan PNS di jajaran TNI.
"Hal ini terkait dengan adanya sejumlah mantan jenderal TNI yang ikut terlibat aktif dalam kegiatan pilkada maupun menjadi salah satu kontestan yang dalam kegiatannya sampai ke daerah-daerah," ungkap Minulyo di Jakarta kemarin.
Dalam telegram itu dijelaskan bahwa Panglima TNI memberikan sejumlah penekanan. Di antaranya melarang setiap prajurit TNI baik selaku perorangan maupun atas nama institusi memberikan bantuan dalam bentuk apa pun kepada peserta pemilu dan pilkada untuk kepentingan kegiatan dalam pemilu maupun pilkada.
Panglima TNI juga melarang prajurit melakukan tindakan dan/atau pernyataan apapun yang bersifat memengaruhi keputusan KPU atau KPUD dan/atau Panwaslu atau Panwasda. "Tidak memberikan komentar, penilaian, dan mendiskusikan apa pun terhadap identitas maupun kualitas salah satu parpol atau perseorangan peserta pemilu dan pilkada," jelasnya.
Selain itu, Panglima TNI meminta setiap pimpinan atau komandan atau atasan wajib memberikan pemahaman tentang netralitas ini kepada anggota atau bawahannya. "Dan bertanggung jawab atas pelaksanaannya di lapangan," paparnya.
Guna mendukung iklim kondusif ketika pemilu dan pilkada, setiap prajurit maupun institusi diperintahkan mewaspadai setiap perkembangan situasi di lingkungannya.
"Koordinasi dengan instansi terkait untuk kelancaran pelaksanaan tugas serta melaporkan setiap perkembangan situasi atau hal-hal menonjol kepada Panglima TNI melalui Aster Panglima TNI pada kesempatan pertama," jelasnya.
Pengamat militer Imparsial Al Araf mengatakan, telegram Panglima TNI itu mengindikasikan adanya upaya pihak tertentu untuk memanfaatkan TNI demi kepentingan politik praktis. Apalagi, saat ini banyak purnawirawan yang terlibat dalam aktivitas politik.
Menurut dia, secara politis surat telegram itu menyiratkan bahwa ada indikasi di dalam purnawirawan TNI yang saat ini terlibat dalam politik dan partai politik serta mencoba melibatkan sebagian anggota TNI aktif untuk mendukungnya. "Bahkan mungkin sudah. Kemudian keluarlah surat perintah ini," ungkapnya.
Al Araf menyebut, secara politis saat ini terlihat fragmentasi politik yang terbuka di dalam purnawirawan TNI, yakni purnawirawan yang mendukung penguasa dan purnawirawan yang beroposisi dengan penguasa.
"Mungkin surat telegram ini adalah untuk menjawab adanya upaya menarik TNI aktif dalam pertarungan politik yang terfragmentasi itu di dalam purnawirawan TNI," katanya.
Al Araf menerangkan, sudah seharusnya di dalam negara demokrasi, TNI tidak boleh berpolitik, yakni turut dukung mendukung salah satu kontestan politik. Apalagi, keterlibatan TNI dalam politik bertentangan dengan UU TNI No34/2004. Karena itu, Al Araf menyambut baik kebijakan Panglima TNI tersebut. (san)
Untuk mengantisipasi keterlibatan prajurit TNI dalam politik, Panglima TNI pun memerintahkan seluruh prajurit dan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan TNI untuk tetap menjaga netralitas politik. Penekanan itu disampaikan Agus kepada para pangdam, pangarmabar, pangarmatim, serta pangkoopsau I dan II melalui Surat Telegram (ST) NoST/175/2012 tertanggal 17 Februari 2012.
Para petinggi di jajaran TNI itu diperintahkan agar menginstruksikan satuan jajaran di bawahnya untuk tidak terpengaruh dalam kegiatan politik praktis. Menurut Kadispenum Puspen TNI Kolonel Cpl Minulyo Suprapto, instruksi Panglima TNI ini merupakan perintah dan penekanan ulang untuk dilaksanakan seluruh prajurit dan PNS di jajaran TNI.
"Hal ini terkait dengan adanya sejumlah mantan jenderal TNI yang ikut terlibat aktif dalam kegiatan pilkada maupun menjadi salah satu kontestan yang dalam kegiatannya sampai ke daerah-daerah," ungkap Minulyo di Jakarta kemarin.
Dalam telegram itu dijelaskan bahwa Panglima TNI memberikan sejumlah penekanan. Di antaranya melarang setiap prajurit TNI baik selaku perorangan maupun atas nama institusi memberikan bantuan dalam bentuk apa pun kepada peserta pemilu dan pilkada untuk kepentingan kegiatan dalam pemilu maupun pilkada.
Panglima TNI juga melarang prajurit melakukan tindakan dan/atau pernyataan apapun yang bersifat memengaruhi keputusan KPU atau KPUD dan/atau Panwaslu atau Panwasda. "Tidak memberikan komentar, penilaian, dan mendiskusikan apa pun terhadap identitas maupun kualitas salah satu parpol atau perseorangan peserta pemilu dan pilkada," jelasnya.
Selain itu, Panglima TNI meminta setiap pimpinan atau komandan atau atasan wajib memberikan pemahaman tentang netralitas ini kepada anggota atau bawahannya. "Dan bertanggung jawab atas pelaksanaannya di lapangan," paparnya.
Guna mendukung iklim kondusif ketika pemilu dan pilkada, setiap prajurit maupun institusi diperintahkan mewaspadai setiap perkembangan situasi di lingkungannya.
"Koordinasi dengan instansi terkait untuk kelancaran pelaksanaan tugas serta melaporkan setiap perkembangan situasi atau hal-hal menonjol kepada Panglima TNI melalui Aster Panglima TNI pada kesempatan pertama," jelasnya.
Pengamat militer Imparsial Al Araf mengatakan, telegram Panglima TNI itu mengindikasikan adanya upaya pihak tertentu untuk memanfaatkan TNI demi kepentingan politik praktis. Apalagi, saat ini banyak purnawirawan yang terlibat dalam aktivitas politik.
Menurut dia, secara politis surat telegram itu menyiratkan bahwa ada indikasi di dalam purnawirawan TNI yang saat ini terlibat dalam politik dan partai politik serta mencoba melibatkan sebagian anggota TNI aktif untuk mendukungnya. "Bahkan mungkin sudah. Kemudian keluarlah surat perintah ini," ungkapnya.
Al Araf menyebut, secara politis saat ini terlihat fragmentasi politik yang terbuka di dalam purnawirawan TNI, yakni purnawirawan yang mendukung penguasa dan purnawirawan yang beroposisi dengan penguasa.
"Mungkin surat telegram ini adalah untuk menjawab adanya upaya menarik TNI aktif dalam pertarungan politik yang terfragmentasi itu di dalam purnawirawan TNI," katanya.
Al Araf menerangkan, sudah seharusnya di dalam negara demokrasi, TNI tidak boleh berpolitik, yakni turut dukung mendukung salah satu kontestan politik. Apalagi, keterlibatan TNI dalam politik bertentangan dengan UU TNI No34/2004. Karena itu, Al Araf menyambut baik kebijakan Panglima TNI tersebut. (san)
()