Tembak aktivis GMNI, polisi ngaku salah tangkap
A
A
A
Sindonews.com - Penangkapan yang juga diwarnai dengan penembakan terhadap Rahmatullah, pemuda asal Desa Pakis, Kecamatan Panti, Jember, Jawa Timur dinilai penuh kejanggalan. Hal tersebut diungkapkan Sapto Rahardjanto, anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jember.
"Kami melihat banyak sekali kejanggalan dalam kasus ini, terutama salah tangkap dan salah tembak," terangnya kepada wartawan dalam siaran pers di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta, Senin (20/2/2012).
Sapto mengaku, GMNI telah membentuk satu tim khusus akan mengawal pejalanan kasus Rahmatullah hingga selesai dan terungkap. "Ada satu poin, bahwasanya ketika masyarakat diperlakukan represif oleh aparat negara di zaman demokrasi ini, ayo kita suarakan bersama-sama," tambahnya.
Dijelaskan dia, polisi mengaku kurang bukti dalam menangani kasus penembakan tersebut. "Mereka (polisi) pada akhirnya mengakui kalau kurang bukti. Polisi sudah melakukan rekayasa yang sangat luar biasa," terangnya.
Diberitakan sebelumnya, Rahmatullah ditembak atas tuduhan perampokan di rumah H Sofyan. Dalam perjalannannya diketahui ternyata hal itu tidak terbukti.
"Polisi melakukan kesalahan fatal. Jadi harusnya dihukum bukan hanya berdasarkan sanksi etik saja. Apa yang dilakukan aparat sama dengan perbuatan kriminal dan itu harus kena sanksi pidana. Bukan hanya sanksi atas pelanggaran disiplin," tegas Sapto.
Menurut keluarga, selama ini Rahmatullah tidak pernah terlibat kriminal dalam tindak kriminal. Hal ini dibuktikan dengan surat yang dikeluarkan oleh kepala desa Pakis dan Camat Panti yang menegaskan bahwa Rahmatullah tidak pernah terlibat tindakan kriminal. (san)
"Kami melihat banyak sekali kejanggalan dalam kasus ini, terutama salah tangkap dan salah tembak," terangnya kepada wartawan dalam siaran pers di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta, Senin (20/2/2012).
Sapto mengaku, GMNI telah membentuk satu tim khusus akan mengawal pejalanan kasus Rahmatullah hingga selesai dan terungkap. "Ada satu poin, bahwasanya ketika masyarakat diperlakukan represif oleh aparat negara di zaman demokrasi ini, ayo kita suarakan bersama-sama," tambahnya.
Dijelaskan dia, polisi mengaku kurang bukti dalam menangani kasus penembakan tersebut. "Mereka (polisi) pada akhirnya mengakui kalau kurang bukti. Polisi sudah melakukan rekayasa yang sangat luar biasa," terangnya.
Diberitakan sebelumnya, Rahmatullah ditembak atas tuduhan perampokan di rumah H Sofyan. Dalam perjalannannya diketahui ternyata hal itu tidak terbukti.
"Polisi melakukan kesalahan fatal. Jadi harusnya dihukum bukan hanya berdasarkan sanksi etik saja. Apa yang dilakukan aparat sama dengan perbuatan kriminal dan itu harus kena sanksi pidana. Bukan hanya sanksi atas pelanggaran disiplin," tegas Sapto.
Menurut keluarga, selama ini Rahmatullah tidak pernah terlibat kriminal dalam tindak kriminal. Hal ini dibuktikan dengan surat yang dikeluarkan oleh kepala desa Pakis dan Camat Panti yang menegaskan bahwa Rahmatullah tidak pernah terlibat tindakan kriminal. (san)
()