Menanti kebijakan prioritas dan rasional

Selasa, 14 Februari 2012 - 08:06 WIB
Menanti kebijakan prioritas dan rasional
Menanti kebijakan prioritas dan rasional
A A A
April adalah bulan penuh penantian bagi masyarakat. Meski belum ada keputusan mengikat dari pemerintah, kini sudah santer beredar bahwa dua kebijakan penting segera diberlakukan secara bersamaan per 1 April mendatang, yakni pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) maksimal 10 persen untuk pelanggan listrik berdaya di atas 450 VA.

Akankah dua kebijakan itu diberlakukan secara bersamaan? Kita tunggu saja tanggal pastinya. Pemberlakuan kebijakan pembatasan konsumsi BBM subsidi dan kenaikan TDL sebenarnya terlalu riskan untuk dilaksanakan serentak.

Kini pemerintah dan DPR tarik- menarik dalam menyikapi persoalan tersebut. Secara rasionalitas, kedua kebijakan yang bertujuan menghemat energi dan menekan subsidi tersebut memang harus segera diterbitkan.

Tetapi, kalau kebijakan tersebut diputuskan berlaku bersamaan,jelas menjadi tidak rasional buat masyarakat yang tidak mampu sebab sudah pasti akan berdampak pada inflasi yang akan mendongkrak kenaikan harga barang.

Kalau harus memilih, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) harus bersabar dulu meski ketentuan soal kenaikan TDL sudah dipatok dalam Undang-Undang (UU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 bahwa TDL boleh naik per 1 April dengan pertimbangan sepanjang tahun lalu sama sekali tanpa kenaikan TDL.

Pemerintah sebaiknya lebih berkonsentrasi menyelesaikan mekanisme seperti apa yang akan dijalankan untuk membatasi konsumsi BBM subsidi sehingga pada 1 April nanti kebijakan tersebut sudah bisa berjalan mulus.

Namun, dalam berbagai pertemuan dengan DPR, pemerintah tampaknya sudah tidak sabar untuk melaksanakan amanat UU APBN 2012 yang menyangkut kenaikan TDL maksimal 10 persen.

Dengan kenaikan tarif listrik itu, berdasarkan hitung-hitungan pemerintah, anggaran negara bisa dihemat sebesar Rp8,9 triliun untuk tahun ini. Karena itu, pemerintah cenderung mendesak DPR agar segera memberi lampu hijau untuk kenaikan TDL atas nama penghematan anggaran.

“Maksimal 10 persen. Itu berarti bisa saja 7 persen atau 8 persen, pokoknya maksimal 10 persen. Kenaikan TDL sudah ditentukan jauh hari yang tertuang dalam UU APBN 2012,” ungkap Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Perusahaan listrik pelat merah itu memang belum bisa lepas dari subsidi, entah sampai kapan.

Menurut manajemen PLN, biaya produksi listrik sebesar Rp1.100 per KWH, sementara harga ratarata listrik yang dilepas kepada masyarakat sebesar Rp720 per KWH. Selisih harga sebesar Rp380 per KWH itulah yang disubsidi negara. Untuk bebas dari subsidi, selain meningkatkan efisiensi, TDL harus didongkrak hingga mencapai harga keekonomian.

Persoalannya, kenaikan TDL sangat sensitif terhadap segala aktivitas masyarakat terutama mereka yang bergerak di bidang industri. Besaran subsidi listrik memang tidak seberapa dibandingkan subsidi BBM yang mencapai sekitar Rp170 triliun tahun lalu.

Tahun ini pemerintah mengalokasikan subsidi listrik sebesar Rp45 triliun. Karena itu, sangat beralasan bila kebijakan pembatasan BBM subsidi diprioritaskan.

Sementara PLN sambil menunggu kenaikan TDL hendaknya memfokuskan diri untuk meningkatkan efisiensi dan mengatasi penyelewengan listrik yang masih banyak terjadi. Pemerintah pun harus memberi dukungan penuh melalui penghematan pemakaian listrik di setiap instansi negara.

Sekarang bola ada di tangan DPR. Kita berharap bola panas itu bisa dikontrol dengan baik, jangan sampai disepak sembarangan yang bisa menimbulkan kebakaran di tengah masyarakat. DPR harus tegas menolak kenaikan TDL maksimal 10 persen meski sudah diamanatkan dalam UU APBN 2012 apabila dilaksanakan bertepatan dengan pembatasan konsumsi BBM subsidi.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6942 seconds (0.1#10.140)