Pembentukan satuan tugas dinilai tidak efektif

Senin, 13 Februari 2012 - 08:37 WIB
Pembentukan satuan tugas...
Pembentukan satuan tugas dinilai tidak efektif
A A A
Sindonews.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan pembentukan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial (Satgas PKS). Namun,lembaga yang diusulkan bersifat ad hoc itu dinilai tidak akan efektif menyelesaikan berbagai konflik yang belakangan ini mencuat.

“Satgas ini tidak akan efektif karena konflik yang terjadi bukan berdiri sendiri,”kata sosiolog Thamrin Amal Tomagola saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
Dia menilai rencana pembentukan satgas itu terkesan meniru cara-cara militer dalam menyelesaikan masalah, yakni menempuh langkah instan, tapi tidak mencari akar persoalannya.

Untuk itu, Thamrin mengusulkan perlu dibentuk suatu badan/lembaga khusus untuk menyelesaikan dan memantau berbagai konflik seperti sengketa lahan di Kabupaten Mesuji, Lampung, kerusuhan di Sidomulyo, Lampung Selatan, konflik tanah di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, dan persoalan pertambangan di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Nantinya lembaga yang bersifat permanen ini memiliki alat pemantau. “Karena konflik-konflik sosial ini tidak bisa diselesaikan lembaga ad hoc,”ujarnya. Menurut guru besar Universitas Indonesia (UI) itu, saat ini terdapat dua hal krusial penyebab konflik sosial. Pertama, konflik agraria di perdesaan.

Kedua, sengketa perburuhan yang berpusat di perkotaan. Untuk konflik agraria, sebagian besar terjadi di wilayah Sumatera, kecuali Aceh. Adapun sengketa perburuhan berpusat di Jabodetabek, Surabaya, dan Medan.

“Nah, daerah-daerah ini bisa dipantau dengan memasang lampu. Jadi, bisa diketahui kemungkinan terjadinya konflik,”jelas dia. Sebelum melakukannya, lanjut Thamrin, pemerintah mesti memetakan (maping) daerah-daerah berpotensi konflik.

Menurutnya, terdapat 137 titik persebaran konflik agraria. Adapun sengketa perburuhan timbul karena tiadanya kepastian pekerjaan dan kesejahteraan bagi buruh. Ironisnya, pemegang kebijakan terkesan membiarkan lantaran telah menerima upeti.

“Sebenarnya, mereka tahu masalah itu dengan terang-benderang, tapi terkesan membiarkannya. Akhirnya, rakyat bertindak ekstrem karena rakyat benar-benar didorong ke tepi jurang,” ungkapnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Panja RUU Penanganan Konflik Sosial Eva Kusuma Sundari menyatakan, pihaknya sengaja mengusulkan Satgas PKS bersifat ad hoc karena merupakan pengembangan dari organisasi permanen yang disebut Forum Pemerintahan Daerah. Rencananya, forum itu akan dilanjutkan ke daerah tingkat II/kabupaten.

“Keanggotaan forum adalah kepala pemerintah provinsi, ketua DPRD, komandan TNI, dan kepala Polri,”terang dia.

Menurut politikus PDIP itu, pembentukan Satgas PKS tak lain dari pelebaran keanggotaan forum ditambah perwakilan sipil, termasuk masyarakat adat. Jadi, karakternya berbeda dengan Satgas TKI yang hanya membebaskan tenaga kerja wanita (TKW) dari hukuman mati.

“Tugas Pokok dan fungsi (tupoksi) Satgas PKS tertulis dalam Pasal 2 RUU PKS,”imbuhnya. Eva menambahkan, Satgas PKS hanya dibentuk dan akan bekerja ketika mekanisme adat oleh pranata adat/sosial gagal menyelesaikan konflik.

Dalam bekerja, satgas tetap akan mendorong penyelesaian nonpengadilan dan tidak menutup pilihan bila para pihak yang bertikai berkehendak menyelesaikan konflik melalui jalur hukum.

“Satgas akan menyertakan perwakilan dari kelompok perempuan dan minoritas untuk memastikan perspektif korban terwakili,”tandas dia.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0463 seconds (0.1#10.140)