Evaluasi BURT DPR dinilai janggal
A
A
A
Sindonews.com - Rencana DPR untuk mengevaluasi keberadaan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) dinilai sebagai upaya mengalihkan perhatian publik dari dugaan kongkalikong dalam berbagai proyek kontroversial.
Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengatakan, sebelum mendalami apakah BURT dipertahankan atau dibubarkan, DPR seharusnya lebih dulu memastikan siapa saja wakil rakyat yang terus mendorong agar pengadaan sejumlah proyek bernilai besar dilaksanakan meski tidak bersifat kebutuhan mendesak.
“Itu yang seharusnya menjadi prioritas karena wacana evaluasi BURT kan berasal dari dugaan adanya permainan antara anggota Dewan, perusahaan peserta tender,dan Sekretariat Jenderal DPR. Setelah jelas siapa orang-orang yang harus bertanggung jawab dan tindak lanjutnya, silakan melakukan evaluasi,” ujar Roy di Jakarta kemarin. Yang tak kalah penting adalah penyelamatan uang negara yang notabene uang rakyat, ujar Roy di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, rencana evaluasi BURT sengaja dilempar ke ruang publik justru untuk mengakali publik agar melupakan dugaan adanya permainan di balik proyek-proyek kontroversial DPR seperti renovasi ruangan Badan Anggaran (Banggar), renovasi toilet, lahan parkir,dan lainnya. Roy menekankan, tidak pada tempatnya DPR mengambinghitamkan sistem karena kebijakan tetap berada di tangan orang-orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan.
Lagipula,desakan agar BURT dibubarkan sudah mengemuka sejak lama dan bisa masuk dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Bila memang berniat membenahi sistem, DPR jangan lagi bersikap tertutup saat ditanya soal dokumen proyek dan penganggaran.
“Kedepankan transparansi dan akuntabilitas. Setiap anggota BURT pasti punya dokumen atas proyek-proyek di lingkungan DPR,” pungkasnya.
Sekadar mengingatkan, kontroversi terbaru proyek di Gedung DPR adalah renovasi ruang Banggar yang dinilai sangat mewah, di antaranya produk impor. Peralatan dan perlengkapan ruang Banggar yang merupakan produk impor antara lain karpet dari Amerika Serikat (AS) senilai Rp980 juta, kursi dari Jerman Rp24 juta per unit atau total Rp4 miliar, video wall Rp3 miliar, dan lampu dari Belanda senilai Rp3 miliar.
Nilai barang-barang ini mencapai hampir 75% atau sekitar Rp14 miliar dari total nilai proyek Rp20,3 miliar. Setelah marak disoroti publik, DPR mengganti sejumlah barang seperti kursi, lampu, dan perangkat audio nirkabel sehingga bisa menghemat sekitar Rp5,7 miliar. Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mempertanyakan kesimpulan Badan Kehormatan (BK) DPR atas renovasi ruang Banggar senilai Rp20,3 miliar.
BK menyebutkan adanya unsur abai, jauh dari efisiensi, tidak terbuka, pelanggaran asas kepatutan, penyimpangan prosedur, diskriminasi, dan pembengkakan biaya dalam perencanaan dan pengerjaan renovasi ruang banggar. Namun, BK tidak secara tegas menyatakan pihak-pihak yang harus bertanggung jawab berikut rekomendasi sanksinya.
Misalnya, Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR yang sudah berulang kali dituding oleh BURT, Banggar, dan pimpinan DPR sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. ”Ini terasa sangat ganjil. Lima poin temuan BK tanpa menunjuk siapa pelanggar etikanya menjadi pertanyaan besar. Kesalahannya ada, tapi pelakunya tidak ada,” ujar Ray.
Rekomendasi BK agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengusut kasus ini juga tidak wajar karena lembaga pimpinan Abraham Samad itu memang sudah berinisiatif melakukan penyelidikan atas dugaan mark-up proyek ini.
“BK harus segera menetapkan pelaku pelanggaran etik sebagaimana disebutkan.Tanpa itu, seluruh rekomendasi BK tidak berdampak. Bahkan, permintaan untuk mengembalikan kursi impor dan diganti dengan yang lebih murah adalah kebijakan anomali,” tandasnya.
Di tempat terpisah, Ketua BK DPR M Prakosa berdalih, tugas parlemen hanya menyangkut soal legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Karena itu, urusan rumah tangga bukan bagian kewenangan parlemen. Lantas,kenapa baru sekarang dievaluasi? ”Kami menggunakan momentum ini untuk memperbaiki citra DPR,” kilahnya.
Dia juga mengaku bahwa BK telah menetapkan sejumlah pihak yang harus bertanggung jawab atas berbagai proyek tak wajar di lingkungan DPR.Nama-nama mereka ditulis dalam dokumen notulensi rapat setebal 15 halaman. Namun dia menolak menyebutkannya. “Sudah ya, saya lagi ada urusan,” elak politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Wakil Ketua BK DPR Siswono Yudhohusodo menegaskan, pihaknya hanya fokus mengusut dugaan pelanggaran kode etik dengan adanya pembiaran dari anggota Dewan atas pengadaan barang-barang mewah, dalam hal ini BURT. “Di luar itu, KPK dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) kan sudah terjun,” jelasnya.
Ketua DPR Marzuki Alie mengaku jajaran pimpinan DPR dan BK DPR sepakat meminta KPK mengusut tuntas dugaan korupsi dalam renovasi ruang Banggar. Dia juga telah meminta Setjen DPR mencopot perangkat teknologi informasi (TI) dari Korea Selatan seharga Rp7,5 miliar.
Menurut Marzuki yang juga menjabat sebagai ketua BURT ini, hasil audit BPKP dan pemeriksaan KPK akan membuka siapa-siapa yang bermain proyek dan terlibat dalam penyelewengan anggaran di DPR. “Kalau ada unsur tindak pidananya, itu menjadi wilayah KPK untuk menindaklanjuti,” terangnya.
Marzuki Alie bersama Sekjen DPR Nining Indra Saleh beberapa waktu lalu mendatangi KPK atas mencuatnya isu dugaan mark-up proyek ruang Banggar DPR.Sejumlah anggota Komisi III DPR juga mendatangi KPK pada Jumat 3 Februari 2012. Hingga kemarin, karpet impor dan tiga layar besar bagian dari perangkat TI belum dilepas dari ruang Banggar.(azh)
Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengatakan, sebelum mendalami apakah BURT dipertahankan atau dibubarkan, DPR seharusnya lebih dulu memastikan siapa saja wakil rakyat yang terus mendorong agar pengadaan sejumlah proyek bernilai besar dilaksanakan meski tidak bersifat kebutuhan mendesak.
“Itu yang seharusnya menjadi prioritas karena wacana evaluasi BURT kan berasal dari dugaan adanya permainan antara anggota Dewan, perusahaan peserta tender,dan Sekretariat Jenderal DPR. Setelah jelas siapa orang-orang yang harus bertanggung jawab dan tindak lanjutnya, silakan melakukan evaluasi,” ujar Roy di Jakarta kemarin. Yang tak kalah penting adalah penyelamatan uang negara yang notabene uang rakyat, ujar Roy di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, rencana evaluasi BURT sengaja dilempar ke ruang publik justru untuk mengakali publik agar melupakan dugaan adanya permainan di balik proyek-proyek kontroversial DPR seperti renovasi ruangan Badan Anggaran (Banggar), renovasi toilet, lahan parkir,dan lainnya. Roy menekankan, tidak pada tempatnya DPR mengambinghitamkan sistem karena kebijakan tetap berada di tangan orang-orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan.
Lagipula,desakan agar BURT dibubarkan sudah mengemuka sejak lama dan bisa masuk dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Bila memang berniat membenahi sistem, DPR jangan lagi bersikap tertutup saat ditanya soal dokumen proyek dan penganggaran.
“Kedepankan transparansi dan akuntabilitas. Setiap anggota BURT pasti punya dokumen atas proyek-proyek di lingkungan DPR,” pungkasnya.
Sekadar mengingatkan, kontroversi terbaru proyek di Gedung DPR adalah renovasi ruang Banggar yang dinilai sangat mewah, di antaranya produk impor. Peralatan dan perlengkapan ruang Banggar yang merupakan produk impor antara lain karpet dari Amerika Serikat (AS) senilai Rp980 juta, kursi dari Jerman Rp24 juta per unit atau total Rp4 miliar, video wall Rp3 miliar, dan lampu dari Belanda senilai Rp3 miliar.
Nilai barang-barang ini mencapai hampir 75% atau sekitar Rp14 miliar dari total nilai proyek Rp20,3 miliar. Setelah marak disoroti publik, DPR mengganti sejumlah barang seperti kursi, lampu, dan perangkat audio nirkabel sehingga bisa menghemat sekitar Rp5,7 miliar. Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mempertanyakan kesimpulan Badan Kehormatan (BK) DPR atas renovasi ruang Banggar senilai Rp20,3 miliar.
BK menyebutkan adanya unsur abai, jauh dari efisiensi, tidak terbuka, pelanggaran asas kepatutan, penyimpangan prosedur, diskriminasi, dan pembengkakan biaya dalam perencanaan dan pengerjaan renovasi ruang banggar. Namun, BK tidak secara tegas menyatakan pihak-pihak yang harus bertanggung jawab berikut rekomendasi sanksinya.
Misalnya, Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR yang sudah berulang kali dituding oleh BURT, Banggar, dan pimpinan DPR sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. ”Ini terasa sangat ganjil. Lima poin temuan BK tanpa menunjuk siapa pelanggar etikanya menjadi pertanyaan besar. Kesalahannya ada, tapi pelakunya tidak ada,” ujar Ray.
Rekomendasi BK agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengusut kasus ini juga tidak wajar karena lembaga pimpinan Abraham Samad itu memang sudah berinisiatif melakukan penyelidikan atas dugaan mark-up proyek ini.
“BK harus segera menetapkan pelaku pelanggaran etik sebagaimana disebutkan.Tanpa itu, seluruh rekomendasi BK tidak berdampak. Bahkan, permintaan untuk mengembalikan kursi impor dan diganti dengan yang lebih murah adalah kebijakan anomali,” tandasnya.
Di tempat terpisah, Ketua BK DPR M Prakosa berdalih, tugas parlemen hanya menyangkut soal legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Karena itu, urusan rumah tangga bukan bagian kewenangan parlemen. Lantas,kenapa baru sekarang dievaluasi? ”Kami menggunakan momentum ini untuk memperbaiki citra DPR,” kilahnya.
Dia juga mengaku bahwa BK telah menetapkan sejumlah pihak yang harus bertanggung jawab atas berbagai proyek tak wajar di lingkungan DPR.Nama-nama mereka ditulis dalam dokumen notulensi rapat setebal 15 halaman. Namun dia menolak menyebutkannya. “Sudah ya, saya lagi ada urusan,” elak politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Wakil Ketua BK DPR Siswono Yudhohusodo menegaskan, pihaknya hanya fokus mengusut dugaan pelanggaran kode etik dengan adanya pembiaran dari anggota Dewan atas pengadaan barang-barang mewah, dalam hal ini BURT. “Di luar itu, KPK dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) kan sudah terjun,” jelasnya.
Ketua DPR Marzuki Alie mengaku jajaran pimpinan DPR dan BK DPR sepakat meminta KPK mengusut tuntas dugaan korupsi dalam renovasi ruang Banggar. Dia juga telah meminta Setjen DPR mencopot perangkat teknologi informasi (TI) dari Korea Selatan seharga Rp7,5 miliar.
Menurut Marzuki yang juga menjabat sebagai ketua BURT ini, hasil audit BPKP dan pemeriksaan KPK akan membuka siapa-siapa yang bermain proyek dan terlibat dalam penyelewengan anggaran di DPR. “Kalau ada unsur tindak pidananya, itu menjadi wilayah KPK untuk menindaklanjuti,” terangnya.
Marzuki Alie bersama Sekjen DPR Nining Indra Saleh beberapa waktu lalu mendatangi KPK atas mencuatnya isu dugaan mark-up proyek ruang Banggar DPR.Sejumlah anggota Komisi III DPR juga mendatangi KPK pada Jumat 3 Februari 2012. Hingga kemarin, karpet impor dan tiga layar besar bagian dari perangkat TI belum dilepas dari ruang Banggar.(azh)
()