Ridwan Sanjaya dituntut 8 tahun bui
A
A
A
Sindonews.com - Terdakwa kasus korupsi proyek solar home system di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ridwan Sanjaya, dituntut delapan tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam pembacaan tuntutan, Ketua JPU KMS Ronny menyatakan, Ridwan juga dikenai denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan penjara.
"Menuntut delapan tahun penjara pidana denda Rp500 juta, uang penganti Rp13 miliar apabila harta benda tidak mencukupi pidana penjara tiga tahun," ujar Ronny dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (7/2/2012).
Diketahui sebelumnya, Ridwan yang saat itu menjabat sebagai pejabat komitmen dalam pengadaan 70 ribu unit solar home system pada 2009 yang mempunyai peran penting dalam meloloskan proyek tersebut.
Ridwan diketahui sebagai orang yang membagi-bagikan uang senilai Rp5 miliar yang didapat dari perusahaan pemenang proyek untuk dibagikan ke pihak-pihak yang berkepentingan. Akibat korupsi tersebut, diperkirakan negara dirugikan sebesar Rp131,28 miliar.
Hal tersebut jelas bertentangan dengan Keputusan Presiden No 80 Tahun 2003 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa. (san)
Dalam pembacaan tuntutan, Ketua JPU KMS Ronny menyatakan, Ridwan juga dikenai denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan penjara.
"Menuntut delapan tahun penjara pidana denda Rp500 juta, uang penganti Rp13 miliar apabila harta benda tidak mencukupi pidana penjara tiga tahun," ujar Ronny dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (7/2/2012).
Diketahui sebelumnya, Ridwan yang saat itu menjabat sebagai pejabat komitmen dalam pengadaan 70 ribu unit solar home system pada 2009 yang mempunyai peran penting dalam meloloskan proyek tersebut.
Ridwan diketahui sebagai orang yang membagi-bagikan uang senilai Rp5 miliar yang didapat dari perusahaan pemenang proyek untuk dibagikan ke pihak-pihak yang berkepentingan. Akibat korupsi tersebut, diperkirakan negara dirugikan sebesar Rp131,28 miliar.
Hal tersebut jelas bertentangan dengan Keputusan Presiden No 80 Tahun 2003 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa. (san)
()