Perlindungan hak pilih perlu diatur rinci
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pemegang otoritas penyelenggara pemilu sudah saatnya memiliki kewenangan mengeluarkan peraturan yang memungkinkan warga negara tanpa identitas terdaftar sebagai pemilih.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Girindra Sandino menyatakan, persoalan data pemilih sebaiknya diatur sangat rinci dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu agar kedudukannya menjadi lebih jelas dan kuat. Selain UU No 39/1999 tentang HAM, UU No 12/2005 mengenai Ratifikasi Konvensi Hak Sipil dan Politik juga menjamin hak legal untuk memilih.
Mereka yang dilarang memilih karena tidak memiliki dokumentasi kependudukan dapat mengadu ke Komnas HAM. ”Bagus jika RUU Pemilu yang saat ini sedang digodok di DPR mengatur masalah tersebut,” kata Giging sapaan Girindra di Jakarta kemarin.
Dia menekankan, tidak seorang pun warga negara yang dapat ditolak menunaikan hak pilihnya sekalipun secara administratif mereka tidak mempunyai dokumen kependudukan seperti KTP atau lainnya. ”Ini merupakan prinsip hak pilih universal,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja berjanji akan mencari solusi tentang hal ini dalam RUU Pemilu. Dia sependapat bahwa persoalan administrasi tidak boleh menghilangkan hak politik individu.
Antara prinsip-prinsip ketatanegaraan dan solusi dalam administrasi harus mengikat. Menurut politisi PAN itu, Pansus RUU Pemilu menyepakati bahwa KTP dan paspor menjadi identitas untuk membuktikan bahwa ia bisa memilih.
”Tapi, kami menemukan kendala untuk mencari solusi atas warga yang sama sekali tidak memiliki identitas. Jadi kami berharap program e-KTP yang digulirkan pemerintah dapat menjawab persoalan ini,” ungkapnya.(azh)
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Girindra Sandino menyatakan, persoalan data pemilih sebaiknya diatur sangat rinci dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu agar kedudukannya menjadi lebih jelas dan kuat. Selain UU No 39/1999 tentang HAM, UU No 12/2005 mengenai Ratifikasi Konvensi Hak Sipil dan Politik juga menjamin hak legal untuk memilih.
Mereka yang dilarang memilih karena tidak memiliki dokumentasi kependudukan dapat mengadu ke Komnas HAM. ”Bagus jika RUU Pemilu yang saat ini sedang digodok di DPR mengatur masalah tersebut,” kata Giging sapaan Girindra di Jakarta kemarin.
Dia menekankan, tidak seorang pun warga negara yang dapat ditolak menunaikan hak pilihnya sekalipun secara administratif mereka tidak mempunyai dokumen kependudukan seperti KTP atau lainnya. ”Ini merupakan prinsip hak pilih universal,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja berjanji akan mencari solusi tentang hal ini dalam RUU Pemilu. Dia sependapat bahwa persoalan administrasi tidak boleh menghilangkan hak politik individu.
Antara prinsip-prinsip ketatanegaraan dan solusi dalam administrasi harus mengikat. Menurut politisi PAN itu, Pansus RUU Pemilu menyepakati bahwa KTP dan paspor menjadi identitas untuk membuktikan bahwa ia bisa memilih.
”Tapi, kami menemukan kendala untuk mencari solusi atas warga yang sama sekali tidak memiliki identitas. Jadi kami berharap program e-KTP yang digulirkan pemerintah dapat menjawab persoalan ini,” ungkapnya.(azh)
()