Investor tidak terkecoh
A
A
A
Para investor yang akan menanamkan modal di Indonesia tak perlu ragu untuk mendapatkan wilayah/daerah yang tepat. Dalam waktu dekat pemerintah segera membuat peringkat daerah yang tidak memenuhi syarat kelayakan berinvestasi.
Hal itu terkait dengan komitmen pemerintah terhadap waktu yang dibutuhkan investor dalam memulai bisnis maksimal sebanyak 17 hari sekaligus menjawab hasil survei dari International Finance Corporation (IFC) yang menyatakan waktu memulai bisnis di Indonesia masih membutuhkan 60 hari.
Berdasarkan standar investasi yang dirumuskan dan disepakati empat lembaga negara yang terkait langsung proses investasi, yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), waktu memulai bisnis (proses perizinan investor untuk mengawali bisnis) maksimal 17 hari.
Sebenarnya penentuan batas waktu tersebut masih terlalu lama dibandingkan di beberapa negara tetangga, di antaranya Singapura dan Thailand menetapkan maksimal tiga hari dan Malaysia sedikit lebih lama sebanyak 11 hari. Jadi memang sangat mengkhawatirkan apabila temuan dari IFC benar adanya, sebab sama saja komitmen empat lembaga negara itu untuk melancarkan arus investasi hanya indah di atas kertas.
Karena itu, kebijakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi yang akan membuat peringkat daerah yang tak layak menjadi sasaran investasi karena tak bisa memenuhi kesepakatan maksimal 17 hari memulai bisnis patut didukung sepenuhnya.
Dengan demikian ada keseragaman dan kepastian waktu di daerah yang dibutuhkan investor. Perbaikan iklim investasi yang ditempuh pemerintah dalam empat tahun terakhir ini sudah membuahkan hasil, tetapi belum maksimal dibandingkan potensi yang dimiliki negeri ini, terutama terkait sumber daya alam yang ada.
Berdasarkan data dari BKPM, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) tahun 2011, tercatat Rp251,3 triliun. Angka realisasi tersebut melampaui target yang dipatok pemerintah sebesar Rp240 triliun dan mengalami peningkatan sekitar 20,5 persen dari realisasi investasi sebesar Rp208,5 triliun pada 2010.
Meski target realisasi investasi berhasil dilampaui, kritik dan keluhan para investor masih tetap nyaring terdengar. Kritik tersebut hendaknya menjadi pelecut bagi pemerintah untuk senantiasa mengevaluasi langkah dalam membangun iklim investasi yang kondusif.
Hasil survei IFC tentang kegiatan bisnis di Indonesia yang dipublikasikan belum lama ini memang cukup memerahkan telinga. Di antaranya izin kegiatan bisnis masih berbelit dan mahal, belum ada standar minimal yang mengikat secara nasional yang menyebabkan setiap daerah mengeluarkan aturan sendiri.
Survei IFC mengungkapkan untuk mendirikan usaha di 20 kota di Indonesia dibutuhkan waktu rata-rata sekitar 33 hari yang mensyaratkan sebanyak sembilan prosedur dan biaya sekitar 22 persen dari pendapatan per kapita.
Bandingkan dengan sejumlah negara yang tergabung dalam Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik yang hanya memerlukan waktu rata-rata 23 hari yang mensyaratkan enam prosedur dengan biaya sekitar 7,7 persen dari pendapatan per kapita. Yang mencengangkan ternyata biaya notaris menelan hampir separuh dari total biaya yang dikeluarkan guna mendirikan usaha baru.
Menyikapi hasil survei tersebut, pemerintah tak perlu membela diri, tetapi segera bertindak untuk melenyapkan semua kendala yang ada sehingga iklim investasi bisa semakin kondusif, terutama untuk menyambut para investor setelah Indonesia menyandang predikat investment grade dari dua lembaga pemeringkat internasional.
Ingat, guna memutar roda pertumbuhan ekonomi lebih kencang tidak cukup hanya berharap pada anggaran belanja negara.
Hal itu terkait dengan komitmen pemerintah terhadap waktu yang dibutuhkan investor dalam memulai bisnis maksimal sebanyak 17 hari sekaligus menjawab hasil survei dari International Finance Corporation (IFC) yang menyatakan waktu memulai bisnis di Indonesia masih membutuhkan 60 hari.
Berdasarkan standar investasi yang dirumuskan dan disepakati empat lembaga negara yang terkait langsung proses investasi, yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), waktu memulai bisnis (proses perizinan investor untuk mengawali bisnis) maksimal 17 hari.
Sebenarnya penentuan batas waktu tersebut masih terlalu lama dibandingkan di beberapa negara tetangga, di antaranya Singapura dan Thailand menetapkan maksimal tiga hari dan Malaysia sedikit lebih lama sebanyak 11 hari. Jadi memang sangat mengkhawatirkan apabila temuan dari IFC benar adanya, sebab sama saja komitmen empat lembaga negara itu untuk melancarkan arus investasi hanya indah di atas kertas.
Karena itu, kebijakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi yang akan membuat peringkat daerah yang tak layak menjadi sasaran investasi karena tak bisa memenuhi kesepakatan maksimal 17 hari memulai bisnis patut didukung sepenuhnya.
Dengan demikian ada keseragaman dan kepastian waktu di daerah yang dibutuhkan investor. Perbaikan iklim investasi yang ditempuh pemerintah dalam empat tahun terakhir ini sudah membuahkan hasil, tetapi belum maksimal dibandingkan potensi yang dimiliki negeri ini, terutama terkait sumber daya alam yang ada.
Berdasarkan data dari BKPM, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) tahun 2011, tercatat Rp251,3 triliun. Angka realisasi tersebut melampaui target yang dipatok pemerintah sebesar Rp240 triliun dan mengalami peningkatan sekitar 20,5 persen dari realisasi investasi sebesar Rp208,5 triliun pada 2010.
Meski target realisasi investasi berhasil dilampaui, kritik dan keluhan para investor masih tetap nyaring terdengar. Kritik tersebut hendaknya menjadi pelecut bagi pemerintah untuk senantiasa mengevaluasi langkah dalam membangun iklim investasi yang kondusif.
Hasil survei IFC tentang kegiatan bisnis di Indonesia yang dipublikasikan belum lama ini memang cukup memerahkan telinga. Di antaranya izin kegiatan bisnis masih berbelit dan mahal, belum ada standar minimal yang mengikat secara nasional yang menyebabkan setiap daerah mengeluarkan aturan sendiri.
Survei IFC mengungkapkan untuk mendirikan usaha di 20 kota di Indonesia dibutuhkan waktu rata-rata sekitar 33 hari yang mensyaratkan sebanyak sembilan prosedur dan biaya sekitar 22 persen dari pendapatan per kapita.
Bandingkan dengan sejumlah negara yang tergabung dalam Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik yang hanya memerlukan waktu rata-rata 23 hari yang mensyaratkan enam prosedur dengan biaya sekitar 7,7 persen dari pendapatan per kapita. Yang mencengangkan ternyata biaya notaris menelan hampir separuh dari total biaya yang dikeluarkan guna mendirikan usaha baru.
Menyikapi hasil survei tersebut, pemerintah tak perlu membela diri, tetapi segera bertindak untuk melenyapkan semua kendala yang ada sehingga iklim investasi bisa semakin kondusif, terutama untuk menyambut para investor setelah Indonesia menyandang predikat investment grade dari dua lembaga pemeringkat internasional.
Ingat, guna memutar roda pertumbuhan ekonomi lebih kencang tidak cukup hanya berharap pada anggaran belanja negara.
()