PKS - Demokrat bertentangan lagi
A
A
A
Sindonews.com – Dua partai koalisi pendukung pemerintah, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat, kembali berbeda kubu terkait usulan kepala daerah wajib mundur bila akan menjadi calon anggota legislatif (caleg).
“Menurut kami, gubernur, bupati, atau wali kota tak perlu mundur hanya karena alasan mau jadi caleg. Kepala daerah itu cukup cuti di luar tanggungan saja kalau kampanye. Klausul ini tak perlu masuk dalam RUU (Rancangan Undang- Undang) Pemilu,” ujar Ketua DPP PKS Agus Poernomo di Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan, aturan tentang keharusan mundur kepala daerah sebenarnya sudah ada. Ada tiga alasan untuk memberhentikan kepala daerah, yakni karena mundur, karena tersangkut kasus hukum, serta meninggal dunia.
“Sebenarnya kepala daerah yang ingin menjadi caleg cukup cuti saja. Sama seperti menteri kalau mau jadi caleg juga cuti. Kenapa cuti? Agar mereka tak memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye,” ungkapnya.
Sikap PKS itu berseberangan dengan Partai Demokrat yang gencar mengusulkan agar kepala daerah harus mundur bila ikut bertarung sebagai caleg dalam Pemilu 2014. Alasannya, yang bersangkutan dapat disebut tidak teguh memegang amanat sebagai kepala daerah karena ingin loncat-loncat jabatan menjadi anggota parlemen.
“Seorang kepala daerah yang loncat menjadi anggota DPR kan sama saja dengan tidak bisa memegang amanat terhadap apa yang dijanjikan dan disepakati ketika dia terpilih menjadi kepala daerah. Maka, mereka harus mundur dong kalau maju sebagai calon anggota DPR,” ujarKetua DPP Partai Demokrat I Gede Pasek Suardika.
Menurut Pasek, pemilu bukanlah ajang spekulasi atau main-main. Bila tak terpilih menjadi caleg, si kepala daerah bisa kembali memegang jabatan sebagai kepala daerah. Dengan kewajiban mundur, ada motivasi dan kerja keras dari yang bersangkutan untuk bertarung dalam pemilu karena bila tak terpilih masuk parlemen, dia tak bisa kembali menjadi kepala daerah.
Sementara itu, Partai Golkar belum memberi sikap atas masalah ini. Politikus Golkar yang juga Ketua Pansus RUU Pemilu Taufiq Hidayat mengatakan, pihaknya masih perlu mendalami apakah kepala daerah memang harus mundur ketika menjadi caleg atau cukup cuti saja.
Jika mengacu pada UU Pemilu 2009, yang harus mundur ketika mencalonkan diri sebagai caleg hanya PNS, TNI, Polri, pejabat BUMN dan BUMD, serta badan-badan lain yang memakai anggaran dari APBN dan APBD.
“Jadi aturan sebelumnya hanya mewajibkan mundur bagi pegawai negeri yang diraih bukan melalui jabatan politik. Kalau kepala daerah kanjabatan politik, sama dengan menteri. Jadi kita perlu pendalaman lagi soal ini,” ungkapnya.
Usulan Demokrat didukung Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Panja RUU Pemilu dari Fraksi PDIP Ganjar Pranowo mengatakan, aturan itu perlu agar legislatif tidak menjadi jabatan para pemburu kekuasaan dan pencari kerja.
Kalau tidak ada keharusan mundur, kata dia, kepala daerah yang sisa jabatannya tersisa satu tahun dan tidak bisa mencalonkan lagi akan ramai-ramai menjadi caleg. Sementara itu, anggota Panja RUU Pemilu dari Fraksi PKB Anna Muawannah mengatakan, kepala daerah yang menjadi caleg tapi belum mundur secara resmi dari jabatannya harus dibatalkan sebagai peserta pemilu. “Bisa diskualifikasi kalau belum mundur. Kami setuju dengan usulan itu,” katanya.
Kepala Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri Muh Marwan juga mengkhawatirkan poin itu akan dibatalkan MK jika dimasukkan dalam UU. “Karena itu,kalau mau membahasnya mungkin perlu konsultasi dengan MK,” katanya.(*)
“Menurut kami, gubernur, bupati, atau wali kota tak perlu mundur hanya karena alasan mau jadi caleg. Kepala daerah itu cukup cuti di luar tanggungan saja kalau kampanye. Klausul ini tak perlu masuk dalam RUU (Rancangan Undang- Undang) Pemilu,” ujar Ketua DPP PKS Agus Poernomo di Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan, aturan tentang keharusan mundur kepala daerah sebenarnya sudah ada. Ada tiga alasan untuk memberhentikan kepala daerah, yakni karena mundur, karena tersangkut kasus hukum, serta meninggal dunia.
“Sebenarnya kepala daerah yang ingin menjadi caleg cukup cuti saja. Sama seperti menteri kalau mau jadi caleg juga cuti. Kenapa cuti? Agar mereka tak memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye,” ungkapnya.
Sikap PKS itu berseberangan dengan Partai Demokrat yang gencar mengusulkan agar kepala daerah harus mundur bila ikut bertarung sebagai caleg dalam Pemilu 2014. Alasannya, yang bersangkutan dapat disebut tidak teguh memegang amanat sebagai kepala daerah karena ingin loncat-loncat jabatan menjadi anggota parlemen.
“Seorang kepala daerah yang loncat menjadi anggota DPR kan sama saja dengan tidak bisa memegang amanat terhadap apa yang dijanjikan dan disepakati ketika dia terpilih menjadi kepala daerah. Maka, mereka harus mundur dong kalau maju sebagai calon anggota DPR,” ujarKetua DPP Partai Demokrat I Gede Pasek Suardika.
Menurut Pasek, pemilu bukanlah ajang spekulasi atau main-main. Bila tak terpilih menjadi caleg, si kepala daerah bisa kembali memegang jabatan sebagai kepala daerah. Dengan kewajiban mundur, ada motivasi dan kerja keras dari yang bersangkutan untuk bertarung dalam pemilu karena bila tak terpilih masuk parlemen, dia tak bisa kembali menjadi kepala daerah.
Sementara itu, Partai Golkar belum memberi sikap atas masalah ini. Politikus Golkar yang juga Ketua Pansus RUU Pemilu Taufiq Hidayat mengatakan, pihaknya masih perlu mendalami apakah kepala daerah memang harus mundur ketika menjadi caleg atau cukup cuti saja.
Jika mengacu pada UU Pemilu 2009, yang harus mundur ketika mencalonkan diri sebagai caleg hanya PNS, TNI, Polri, pejabat BUMN dan BUMD, serta badan-badan lain yang memakai anggaran dari APBN dan APBD.
“Jadi aturan sebelumnya hanya mewajibkan mundur bagi pegawai negeri yang diraih bukan melalui jabatan politik. Kalau kepala daerah kanjabatan politik, sama dengan menteri. Jadi kita perlu pendalaman lagi soal ini,” ungkapnya.
Usulan Demokrat didukung Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Panja RUU Pemilu dari Fraksi PDIP Ganjar Pranowo mengatakan, aturan itu perlu agar legislatif tidak menjadi jabatan para pemburu kekuasaan dan pencari kerja.
Kalau tidak ada keharusan mundur, kata dia, kepala daerah yang sisa jabatannya tersisa satu tahun dan tidak bisa mencalonkan lagi akan ramai-ramai menjadi caleg. Sementara itu, anggota Panja RUU Pemilu dari Fraksi PKB Anna Muawannah mengatakan, kepala daerah yang menjadi caleg tapi belum mundur secara resmi dari jabatannya harus dibatalkan sebagai peserta pemilu. “Bisa diskualifikasi kalau belum mundur. Kami setuju dengan usulan itu,” katanya.
Kepala Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri Muh Marwan juga mengkhawatirkan poin itu akan dibatalkan MK jika dimasukkan dalam UU. “Karena itu,kalau mau membahasnya mungkin perlu konsultasi dengan MK,” katanya.(*)
()