Konflik akibat pemerintah lamban

Senin, 30 Januari 2012 - 08:30 WIB
Konflik akibat pemerintah...
Konflik akibat pemerintah lamban
A A A
Sindonews.com - Respons pemerintah yang lamban terhadap berbagai masalah kehidupan masyarakat turut memicu konflik sosial yang belakangan kerap terjadi.
Ketika peran pemerintah yang dinanti-nanti tak kunjung datang, kesabaran masyarakat sirna dan secara sporadis mudah terpicu untuk melakukan protes dengan cara-cara mereka sendiri.

“Apa yang terjadi di Bima, Lampung, dan lainnya adalah bentuk protes. Sekarang di era keterbukaan,ada tuntutan terhadap kerja nyata dan kecermatan menyelesaikan masalah,” ujar cendekiawan muslim Buya Ahmad Syafi’i Ma’arif saat dihubungi SINDO di Jakarta kemarin.

Dia mengatakan, kondisitersebut diperparah dengan hiruk-pikuk antar elite politik yang terlalu vulgar. Masyarakat terlalu sering disuguhi pertarungan kepentingan antar elite.
“Ini membuat masyarakat semakin apatis dan mudah sekali tersulut emosinya,”tuturnya.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu berharap banyaknya konflik sosial yang terjadi akhir-akhir ini membuat semua pihak berintrospeksi. Jangan sampai reformasi yang sudah terjadi selama ini kemudian melahirkan buah negatif berupa kerusuhan dan anarkisme.

Dia mengajak tokoh-tokoh masyarakat secara intensif melakukan gerakan mengedepankan budaya ketimuran. Mereka harus menjadi contoh mengutamakan kebersamaan, toleransi, serta lebih banyak menggunakan cara-cara musyawarah dibandingkan melakukan aksi ekstrem yang merugikan banyak pihak.

“Peran tokoh masyarakat tentu sangat vital.Termasuk mendorong pemerintah agar kerja cepat dan bisa memahami keluhan masyarakat,” ujarnya.

Belakangan, konflik sosial yang dipicu masalah agraria, SARA, dan perburuhan kerap terjadi (lihat infografis). Dalam satu bulan terakhir, konflik antara lain terjadi di Desa Sidomulyo, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan; Bima, Nusa Tenggara Barat, dan Bekasi,Jawa Barat.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai, berbagai konflik yang marak akhirakhir ini menunjukkan secara sosial masyarakat mulai kehilangan anutan. Keluhan masyarakat sering tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah karena antara pemerintah dan masyarakat seperti di dunia yang berbeda.

“Bahkan pihak yang bekerja di lingkungan Presiden seperti menutup mata atas berbagai soal yang terjadi. Bukan karena mereka tidak tahu,tetapi karena dalam pemahaman mereka program pemerintah semua berjalan baik,” ujarnya.

Menurut Jimly, kebersamaan dalam membangun bangsa seolah sudah putus. Pemerintah memiliki pandangan dan cara kerja sendiri, sedangkan di luar sana ada pihak masyarakat yang memiliki pemahaman berbeda dengan pemerintah. “Solusinya tentu harus ada iktikad dan kemauan untuk duduk bersama dan semua pihak harus melepas ego,” ujarnya.

Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum meminta semua kalangan mewaspadai dan mengantisipasi berbagai potensi konflik. Potensi itu adalah konflik agraria yang terkait dengan perkebunan dan pertambangan, konflik perburuhan, konflik bertendensi SARA, konflik yang muncul akibat kemiskinan dan pengangguran, serta konflik politik yang muncul sebagai residu dari kompetisi politik, baik di tingkat nasional maupun lokal.

“Berbagai potensi ancaman konflik ini bisa menjadi gangguan terhadap kesempatan emas pasca-Indonesia masuk ke jajaran negara layak investasi. Karena itulah harus benarbenar diwaspadai, diantisipasi, dan dikelola dengan cermat. Jangan sampai meledak di mana- mana,” ujarnya.

Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasamengatakan, setidaknya ada lima isu sensitif yang bisa menyulut emosi rakyat. Lima isu tersebut meliputi masalah pertanahan, perburuhan, petani, nelayan, dan migas.Karena itu, lima isu ini harus benar-benar harus mendapat penekanan dalam setiap program.

Sebagai solusi, Menko Perekonomian ini berharap pemerintah maupun parpol memegang komitmen agar pembenahan dalam masalah-masalah yang berkenaan dengan hidup rakyat banyak menjadi prioritas utama. Bekerja harus diutamakan dibandingkan menebar konflik dan perbedaan-perbedaan.

Ketua Umum Liga Mahasiswa Partai NasDem Willy Aditya mengatakan, masalah pertanahan, perburuhan,petani, nelayan,dan migas mestinya menjadi pijakan utama dalam membuat kebijakan-kebijakan prorakyat. Sebab, lima bidang ini berkenaan langsung dengan hajat hidup bangsa Indonesia.

Ganggu Investasi

Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Harry Warganegara khawatir kerusuhan yang terjadi akhir-akhir ini bakal berdampak besar terhadap iklim investasi di Indonesia.

Karena itulah Harry berharap semua lapisan masyarakat, termasuk pengusaha, bisa memainkan peran masing-masing dalam meredam kerusuhan.Pemerintah, misalnya,bisa berperan dengan memberlakukan rencana pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan industri.

Wakil Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani mengemukakan kerusuhan yang terjadi akhir-akhir ini dipastikan bakal berdampak pada minat investor. Konflik menunjukkan ketidakpastian hukum di Indonesia.

Dia menilai konflik terjadi lantaran peran pemerintah pusat kurang besar dalam menangani persoalan di daerah. Meskipun ada otonomi daerah, Haryadi berharap pemerintah pusat seharusnya tidak bisa lepas tangan begitu saja.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5857 seconds (0.1#10.140)