Tank Leopard tak sesuai tantangan
A
A
A
Sindonews.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai pembelian Tank Leopard yang direncanakan pemerintah tidak sejalan dengan program pembangunan industri tank dalam negeri.
Sebaliknya, pemerintah disarankan untuk lebih memerhatikan kondisi pertahanan di laut yang selama ini kerap terjadi pelanggaran oleh negara lain. Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menuturkan, berdasarkan informasi intelijen disebutkan bahwa dalam waktu 10-15 tahun Indonesia tidak akan menghadapi agresi militer.
”Ancaman paling mungkin itu ketegangan di perbatasan dan penyelundupan di laut,” tuturnya kemarin.
Sekalipun diprediksi ada ketegangan di perbatasan, dia menilai dalam jangka pendek ini TNI Angkatan Darat cukup ditingkatkan kekuatannya di perbatasan. ”Bukan dengan tank,tapi patroli seperti menggunakan Anoa (Panser 6x6 produksi PT Pindad),”ujarnya.
Meski demikian, dia sependapat bahwa perlu ada penguatan alutsista di TNI AD, seperti penambahan tank. Namun, hal itu tidak mendesak untuk dilakukan sekarang, apalagi dengan membeli heavy tank jenis Leopard bekas dari Belanda yang dianggap sudah tidak sesuai dengan teori dalam perang modern.
Menurut dia, alasan Belanda hendak menjual tank tersebut tidak semata-mata krisis keuangan yang melanda Eropa.
”Belanda sendiri sudah memandang tidak efektif menggunakan tank bongsor (Leopard), di samping alasan keuangan karena biaya pemeliharaannya berat. Bahkan pabriknya Leopard sendiri sekarang lebih mengembangkan tank medium, bukan heavy tank lagi. Teori baru itu bukan lagi senjata yang besar, tapi bagaimana peluru bisa menembus tank segede apa pun,” ungkapnya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS,Al Muzzamil Yusuf memperkuat argumen tersebut.
Menurut Muzzamil,DPR tidak mempersoalkan penguatan alutsista TNI asalkan pembelian itu sesuai dengan rencana strategis Kemhan dan visi kemandirian teknologi domestik, terutama industri strategis.
”Sehingga ke depan tidak lagi konsumen yang tergantung dengan pihak luar,tapi menjadi produsen alutsista yang mandiri,” ujarnya.
Kalaupun harus impor, lanjutnya, harus dipastikan adanya kesepakatan transfer teknologi dari negara penjual. Selain itu, jaminan keleluasaan dalam pemakaian serta ketersediaan suku cadang juga harus ada.
”Broker pengadaan alutsista dari luar negeri harus diputus karena mereka menyebabkan anggaran menjadi besar dan berpeluang terjadinya tindak pidana korupsi,” tuturnya.
Muzzamil menilai tidak relevan alasan Kemhan dan TNI AD bahwa pembelian Leopard, karena menyesuaikan dengan negara-negara lain yang juga memakai tank tempur utama.
”Saya khawatir kita terjebak dengan gengsi bukan karena alasan riil dan kajian ilmiah yang matang. Pemerintah harus memahami kebutuhan medan tempur Indonesia,” sebutnya.
Sementara itu, pihak Kemhan mengungkapkan telah menyiapkan sejumlah alternatif lain untuk pembelian tank tempur utama (MBT) apabila rencana mendatangkan Leopard 2A6 dari Belanda kandas. Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Hartind Asrin menuturkan, yang dibutuhkan TNI Angkatan Darat (user) adalah MBT dan usulan yang disampaikan user adalah jenis Leopard.
Tetapi jika usulan itu terpaksa gagal dipenuhi karena tak mendapat persetujuan parlemen kedua negara, maka besar kemungkinan dialihkan ke MBT jenis lain.
Sebaliknya, pemerintah disarankan untuk lebih memerhatikan kondisi pertahanan di laut yang selama ini kerap terjadi pelanggaran oleh negara lain. Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menuturkan, berdasarkan informasi intelijen disebutkan bahwa dalam waktu 10-15 tahun Indonesia tidak akan menghadapi agresi militer.
”Ancaman paling mungkin itu ketegangan di perbatasan dan penyelundupan di laut,” tuturnya kemarin.
Sekalipun diprediksi ada ketegangan di perbatasan, dia menilai dalam jangka pendek ini TNI Angkatan Darat cukup ditingkatkan kekuatannya di perbatasan. ”Bukan dengan tank,tapi patroli seperti menggunakan Anoa (Panser 6x6 produksi PT Pindad),”ujarnya.
Meski demikian, dia sependapat bahwa perlu ada penguatan alutsista di TNI AD, seperti penambahan tank. Namun, hal itu tidak mendesak untuk dilakukan sekarang, apalagi dengan membeli heavy tank jenis Leopard bekas dari Belanda yang dianggap sudah tidak sesuai dengan teori dalam perang modern.
Menurut dia, alasan Belanda hendak menjual tank tersebut tidak semata-mata krisis keuangan yang melanda Eropa.
”Belanda sendiri sudah memandang tidak efektif menggunakan tank bongsor (Leopard), di samping alasan keuangan karena biaya pemeliharaannya berat. Bahkan pabriknya Leopard sendiri sekarang lebih mengembangkan tank medium, bukan heavy tank lagi. Teori baru itu bukan lagi senjata yang besar, tapi bagaimana peluru bisa menembus tank segede apa pun,” ungkapnya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS,Al Muzzamil Yusuf memperkuat argumen tersebut.
Menurut Muzzamil,DPR tidak mempersoalkan penguatan alutsista TNI asalkan pembelian itu sesuai dengan rencana strategis Kemhan dan visi kemandirian teknologi domestik, terutama industri strategis.
”Sehingga ke depan tidak lagi konsumen yang tergantung dengan pihak luar,tapi menjadi produsen alutsista yang mandiri,” ujarnya.
Kalaupun harus impor, lanjutnya, harus dipastikan adanya kesepakatan transfer teknologi dari negara penjual. Selain itu, jaminan keleluasaan dalam pemakaian serta ketersediaan suku cadang juga harus ada.
”Broker pengadaan alutsista dari luar negeri harus diputus karena mereka menyebabkan anggaran menjadi besar dan berpeluang terjadinya tindak pidana korupsi,” tuturnya.
Muzzamil menilai tidak relevan alasan Kemhan dan TNI AD bahwa pembelian Leopard, karena menyesuaikan dengan negara-negara lain yang juga memakai tank tempur utama.
”Saya khawatir kita terjebak dengan gengsi bukan karena alasan riil dan kajian ilmiah yang matang. Pemerintah harus memahami kebutuhan medan tempur Indonesia,” sebutnya.
Sementara itu, pihak Kemhan mengungkapkan telah menyiapkan sejumlah alternatif lain untuk pembelian tank tempur utama (MBT) apabila rencana mendatangkan Leopard 2A6 dari Belanda kandas. Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Hartind Asrin menuturkan, yang dibutuhkan TNI Angkatan Darat (user) adalah MBT dan usulan yang disampaikan user adalah jenis Leopard.
Tetapi jika usulan itu terpaksa gagal dipenuhi karena tak mendapat persetujuan parlemen kedua negara, maka besar kemungkinan dialihkan ke MBT jenis lain.
()