Rekrutmen cenderung tertutup
A
A
A
Sindonews.com-Parpol-parpol cenderung menjalankan proses dan mekanisme tertutup dalam menjaring Calon legislator (Caleg) dan calon presiden (Capres). Diutamakannya kedekatan dengan para elite partai membuat penyusunan daftar caleg tidak didasarkan pada parameter yang terukur seperti rekam jejak.
Akibatnya, rakyat terpaksa memilih apa adanya yang disodorkan parpol atau koalisi parpol. Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LiMa) Ray Rangkuti mengatakan, banyak cara yang dilakukan politikus dan parpol untuk membatasi persaingan menjadi bakal capres.
Seleksi dimulai dari sebatas internal parpol, kemudian dibatasi lagi pada jajaran pengurus, lantas pada golongan pengurus elite, hingga lingkup pimpinan dan pemilik modal terkuat partai.
”Peraturan internal partai pun kadang mengangkangi apa yang dijamin UUD 1945 yakni setiap warga negara dijamin dan berhak berpartisipasi dalam politik dan menjadi pemimpin,” kata Ray.
Dia menjelaskan, struktur parpol didesain untuk dikuasai sekelompok orang. Para anggota tereliminasi dari pengurus dan sebagian pengurus tereliminasi dari kelompok elite sehingga pemilihan capres akhirnya hanya terbuka bagi kalangan elite belaka.
“Adalah impian kosong jika dikatakan parpol terbuka dan membuka ruang keterlibatan masyarakat luas maupun capres eksternal,” ungkap Ray.
Pakar hukum tata negara Irman Putrasidin menyatakan, parpol seharusnya lebih transparan dalam menjaring bakal capres agar rotasi kepemimpinan nasional tidak oligarkis dan elitis.
“Parpol ataupun gabungan parpol memang mendapat kewenangan sebagai satu-satunya pihak yang berhak mengusung capres. Namun, ini jangan dijalankan secara semena-mena dan tidak melibatkan masyarakat. Parpol selayaknya membudayakan demokrasi dengan baik di internal mereka dalam menjaring capres,” kata Irman.
Dia mengingatkan, ketika tokoh elite mengalah, akan muncul banyak tokoh dan pemimpin baru yang lebih mumpuni sebagai penerusnya.Regenerasi sebagai ujung kaderisasi seperti ini sangat sehat, namun selalu dinafikan oleh mereka yang sedang berada di puncak kekuasaan.
“Secara konstitusi, memang parpol dipercaya sebagai pihak yang memproduksi pemimpin. Namun, tujuan utamanya adalah mencapai kesejahteraan, bukan semata bagi-bagi kekuasaan. Apalagi hanya dinikmati segelintir elitenya,” imbuh Irman.
Menurut dia, mekanisme pengusungan bakal capres jangan hanya menitikberatkan pada bagaimana meraih kekuasaan. Harus dipikirkan pula potensi kinerja kepemimpinan dan pemerintahan bila capres yang diusung terpilih.
Karena itu, Irman mendorong agar mekanisme internal partai membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat minimal kepengurusan parpol di daerah untuk ikut menentukan bakal Capres.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai NasDem Ahmad Rofiq mengatakan, hingga kini parpol-parpol memang belum membuka ruang lebih lebar pada figur eksternal untuk menjadi bakal capres.
Padahal, di tengah kemerosotan kepercayaan publik terhadap partai, mengangkat figur pemimpin potensial dari eksternal merupakan sebuah peluang mendongkrak simpati publik.
“Merosotnya kepercayaan publik terhadap parpol mestinya dijadikan momentum bagi parpol untuk melirik figur-figur mumpuni yang berada di luar. Hal ini bisa mengubah pandangan negatif publik menjadi positif,” katanya.
Meski demikian,Rofiq juga mengingatkan agar figur-figur potensial di luar parpol tidak berpangku tangan, mengharapkan durian runtuh tanpa melakukan upaya pendekatan kepada parpol.
“Mereka yang merasa memiliki kualitas dan mau menjadi pemimpin bangsa harus aktif mendekati parpol. Jika parpol terbuka dan figur berkualitas pun bersedia mendekat, kami yakin akan hadir seorang pemimpin bangsa yang tangguh dan top,” ungkapnya.
Akibatnya, rakyat terpaksa memilih apa adanya yang disodorkan parpol atau koalisi parpol. Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LiMa) Ray Rangkuti mengatakan, banyak cara yang dilakukan politikus dan parpol untuk membatasi persaingan menjadi bakal capres.
Seleksi dimulai dari sebatas internal parpol, kemudian dibatasi lagi pada jajaran pengurus, lantas pada golongan pengurus elite, hingga lingkup pimpinan dan pemilik modal terkuat partai.
”Peraturan internal partai pun kadang mengangkangi apa yang dijamin UUD 1945 yakni setiap warga negara dijamin dan berhak berpartisipasi dalam politik dan menjadi pemimpin,” kata Ray.
Dia menjelaskan, struktur parpol didesain untuk dikuasai sekelompok orang. Para anggota tereliminasi dari pengurus dan sebagian pengurus tereliminasi dari kelompok elite sehingga pemilihan capres akhirnya hanya terbuka bagi kalangan elite belaka.
“Adalah impian kosong jika dikatakan parpol terbuka dan membuka ruang keterlibatan masyarakat luas maupun capres eksternal,” ungkap Ray.
Pakar hukum tata negara Irman Putrasidin menyatakan, parpol seharusnya lebih transparan dalam menjaring bakal capres agar rotasi kepemimpinan nasional tidak oligarkis dan elitis.
“Parpol ataupun gabungan parpol memang mendapat kewenangan sebagai satu-satunya pihak yang berhak mengusung capres. Namun, ini jangan dijalankan secara semena-mena dan tidak melibatkan masyarakat. Parpol selayaknya membudayakan demokrasi dengan baik di internal mereka dalam menjaring capres,” kata Irman.
Dia mengingatkan, ketika tokoh elite mengalah, akan muncul banyak tokoh dan pemimpin baru yang lebih mumpuni sebagai penerusnya.Regenerasi sebagai ujung kaderisasi seperti ini sangat sehat, namun selalu dinafikan oleh mereka yang sedang berada di puncak kekuasaan.
“Secara konstitusi, memang parpol dipercaya sebagai pihak yang memproduksi pemimpin. Namun, tujuan utamanya adalah mencapai kesejahteraan, bukan semata bagi-bagi kekuasaan. Apalagi hanya dinikmati segelintir elitenya,” imbuh Irman.
Menurut dia, mekanisme pengusungan bakal capres jangan hanya menitikberatkan pada bagaimana meraih kekuasaan. Harus dipikirkan pula potensi kinerja kepemimpinan dan pemerintahan bila capres yang diusung terpilih.
Karena itu, Irman mendorong agar mekanisme internal partai membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat minimal kepengurusan parpol di daerah untuk ikut menentukan bakal Capres.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai NasDem Ahmad Rofiq mengatakan, hingga kini parpol-parpol memang belum membuka ruang lebih lebar pada figur eksternal untuk menjadi bakal capres.
Padahal, di tengah kemerosotan kepercayaan publik terhadap partai, mengangkat figur pemimpin potensial dari eksternal merupakan sebuah peluang mendongkrak simpati publik.
“Merosotnya kepercayaan publik terhadap parpol mestinya dijadikan momentum bagi parpol untuk melirik figur-figur mumpuni yang berada di luar. Hal ini bisa mengubah pandangan negatif publik menjadi positif,” katanya.
Meski demikian,Rofiq juga mengingatkan agar figur-figur potensial di luar parpol tidak berpangku tangan, mengharapkan durian runtuh tanpa melakukan upaya pendekatan kepada parpol.
“Mereka yang merasa memiliki kualitas dan mau menjadi pemimpin bangsa harus aktif mendekati parpol. Jika parpol terbuka dan figur berkualitas pun bersedia mendekat, kami yakin akan hadir seorang pemimpin bangsa yang tangguh dan top,” ungkapnya.
()