Pelat kuning buat UMKM

Selasa, 17 Januari 2012 - 08:15 WIB
Pelat kuning buat UMKM
Pelat kuning buat UMKM
A A A
Sindonews.com-Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sempat ketar-ketir dengan rencana kebijakan pemerintah yang membatasi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi mulai 1 April mendatang.

Untungnya,pemerintah tidak menutup telinga perihal “bencana” yang mengancam pengusaha UMKM yang jumlahnya mencapai puluhan juta.Pemerintah tidak membatasi kendaraan operasional pengusaha kecil untuk mengonsumsi BBM subsidi sepanjang bisa menunjukkan surat izin usaha perdagangan (SIUP).

Dengan persyaratan tersebut, sebagaimana dilontarkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik saat rapat dengan Komisi VII DPR kemarin, tidak lagi ditambah syarat lain yang bisa mempersulit gerak pelaku UMKM. Cukup menunjukkan SIUP pelat hitam kendaraan operasional seperti pick-up atau mobil boks bisa disulap menjadi pelat kuning sehingga bebas menggunakan BBM subsidi.

Bagaimana dengan kesiapan lembaga terkait untuk perubahan warna pelat kendaraan UMKM? Kita berharap semua sudah siap sebelum kebijakan pembatasan BBM subsidi diberlakukan.

Bisa dibayangkan betapa besar dampak negatif yang akan ditimbulkan kebijakan pembatasan BBM subsidi terkait ruang gerak pengusaha UMKM. Bagi pelaku UMKM yang jumlahnya mencapai 52 juta,pembatasan tersebut sama saja dengan kenaikan harga BBM yang mencapai 100%.

Asumsinya, kendaraan operasional UMKM dengan pelat hitam yang selama ini memakai premium seharga Rp4.500 per liter terpaksa harus beralih mengonsumsi pertamax dengan kisaran harga Rp8.500–9.000,bergantung kondisi harga pasar. Memang tidak semua UMKM memiliki kendaraan operasional, tetapi dengan melihat jumlah pelaku yang tidak kecil itu tidak bisa diabaikan begitu saja.

Berdasarkan sensus ekonomi enam tahun lalu,porsi pemakaian bahan bakar (premium) terhadap total biaya produksi tak kurang dari 21%.Angka tersebut kecil kemungkinan turun bahkan sebaliknya untuk saat ini,melihat aktivitas UMKM yang makin dinamis.

Jadi, memang selayaknya pelaku UMKM mendapat perhatian bila kita tidak ingin menyaksikan musim pemutusan hubungan kerja (PHK), yang sudah pasti akan menambah beban berat bagi negara.

Bagaimana dengan kalangan industri? Saat ini suara mereka masih sepi. Reaksi terhadap rencana pemerintah membatasi konsumsi BBM subsidi masih tertutup oleh kekhawatiran suasana perekonomian global yang cenderung makin suram.

Sebagaimana dipatok pemerintah bahwa pertumbuhan industri tahun ini sebesar 7,1% dengan catatan bahwa dampak krisis utang sejumlah negara di Eropa dan pemulihan perekonomian Amerika Serikat tidak berpengaruh signifikan.

Meski kalangan industri cenderung tidak merespons, tetap perlu diwaspadai pengaruhnya terhadap pertumbuhan industri, apalagi pada April mendatang kebijakan pembatasan konsumsi BBM subsidi bakal diiringi kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang tertunda tahun lalu.

Persoalan mengatasi subsidi BBM dan kenaikan TDL memang menjadi tantangan serius bagi pemerintah sebab keduanya dapat melambungkan angka inflasi yang pada akhirnya berpengaruh langsung terhadap daya beli masyarakat.

Langkah pemerintah “mengamankan”UMKM agar tetap bisa mengisi bahan bakar kendaraan operasionalnya dengan premium sudah tepat. Kita hanya menunggu tindak lanjut pelaksanaan di lapangan karena omongan pejabat negara sering tidak sejalan dengan situasi lapangan.

Sepertinya, harus dibentuk tim tersendiri yang menangani peralihan pelat kendaraan operasional UMKM dari pelat hitam ke pelat kuning sebelum muncul kisruh karena tanpa kejelasan siapa yang mengatur.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0466 seconds (0.1#10.140)