Ical butuh legitimasi sosial
A
A
A
Sindonews.com- Manuver Partai Golkar yang menyatakan masih membuka peluang bagi figur lain untuk menjadi bakal calon presiden (capres) selain sang Ketua Umum, Aburizal Bakrie (Ical) adalah upaya memperkuat legitimasi sosial bagi Ical.
Pengamat politik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf menyatakan, strategi Golkar membuka peluang bagi figur capres internal maupun eksternal selain Ical ini mudah “dibaca”.
“Mereka (Golkar) telah meninggalkan budaya konvensi yang sebelumnya dipelopori oleh Akbar Tanjung (kini ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar). Golkar juga melewati model survei yang dipakai JK (Jusuf Kalla, mantan ketua umum DPP Partai Golkar). Nah, setelah menegaskan pencapresan Ical, Golkar perlu legitimasi sosial dengan membuka wacana alternatif eksternal tadi,” ujar Asep kepada SINDO kemarin.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Pelaksana Balitbang DPP Partai Golkar Indra J Piliang mengungkapkan bahwa hingga Oktober 2012 belum ada keputusan resmi tentang figur yang akan diusung sebagai capres oleh parpol berlambang pohon beringin itu.
Di internal Golkar, kata dia, masih ada skenario bila Ical ternyata batal maju di pilpres. Skenario pertama adalah memasang capres dari internal dengan wakil dari luar. Skenario kedua, Golkar mengusung capres dari luar dan cawapresnya dari Golkar lengkap dengan portofolio kabinetnya.
Indra menjelaskan, Ical sangat realistis. Bila berdasarkan survei elektabilitasnya tidak memungkinkan, Ical tidak akan memaksakan maju. Asep menilai, Golkar sebenarnya sudah tertutup untuk menerima bakal capres lain di luar nama Ical.
Dengan proses yang terjadi di internal sekarang, sangat kecil kemungkinannya Golkar menggeser Ical dari posisi sebagai bakal capres. Hanya, mereka perlu membangun opini sebagai partai terbuka serta membangun persaingan sehat di internal maupun eksternal.
“Tapi lagi-lagi, yang akan keluar adalah nama Ical. Sedangkan figur lain seperti JK, Sri Sultan Hamengku Buwono X, bahkan Mahfud MD (ketua Mahkamah konstitusi) bisa saja digandeng sebagai bakal calon wakil presiden untuk mendongkrak elektabilitas,” ungkapnya.
Asep menambahkan, Golkar tentu harus belajar dari kekalahan mereka dalam dua pilpres terakhir. Pada Pilpres 2004 dengan mengusung Wiranto - Sholahuddin Wahid, Golkar kalah meski dalam pemilu legislatif saat itu mereka meraih 21,58 persen suara.
Hasil lebih buruk terjadi pada Pemilu Legislatif 2009 dengan mengusung JK-Wiranto. Saat itu mereka hanya mampu mengoleksi 12,41 persen suara dan lebih rendah dibanding hasil pemilu legislatif sebesar 14,45 persen suara. “Jadi tren Golkar soal capres dalam dua pemilu terakhir justru suaranya lebih kecil dibanding pemilu legislatif.
Ini tentu menjadi pelajaran dengan strategi-strategi, termasuk melontarkan keterbukaan bagi eksternal,” kata Asep.
Sementara itu, anggota Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar Azwir Dainy Tara mengatakan, pengusungan Ical sebagai bakal capres Golkar memang masih perlu diperkuat berbagai analisis dan strategi.
Secara internal dukungan kepada Ical sudah cukup matang karena seluruh DPD I (kepengurusan tingkat provinsi) sudah bulat mendukungnya.Namun, masih butuh kepastian melalui sejumlah survei agar pencalonannya semakin meyakinkan.
“Pak Ical baru sekadar menyatakan siap, namun akan menunggu perkembangan selanjutnya. Jika survei soal elektabilitasnya kuat, beliau akan maju terus. Sebaliknya, jika hasil survei menunjukkan peluangnya untuk menang kurang kuat, bisa saja muncul alternatif lain,” kata Azwir.
Dia mengungkapkan, rangkaian survei soal pencapresan Ical dan figur-figur lain akan digencarkan pada 2012 ini. Azwir juga menegaskan,Partai Golkar sudah memiliki tim internal untuk bekerja mendongkrak elektabilitas partai maupun Ical menjadi presiden.
“Namun nantinya kan harus kembali pada kondisi dan eskalasi politik terakhir. Kami juga sedang mencari-cari figur yang kuat,utamanya untuk bakal cawapres,”tandasnya.
Di tempat terpisah, Indra J Piliang menegaskan bahwa saat ini tidak lagi ada faksifaksi di internal Golkar. “ Apalagi figur-figur yang dinilai layak sebagai capres seperti Sultan Hamengku Buwono X, Akbar Tandjung, Agung Laksono, dan Jusuf Kalla juga menyadari bahwa mereka sudah cukup berumur,” paparnya.
Dia tidak membantah bahwa tim atau kelompok diskusi yang dikoordinatori Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Luhut Panjaitan telah melakukan pendekatan kepada sejumlah tokoh berpengaruh untuk menguatkan Ical dan Golkar agar bisa diterima di semua kalangan.
Tim ini beranggotakan sejumlah purnawirawan jenderal TNI. Namun, bukan berarti tim ini menegasikan tim pemenangan pilpres yang belum dibentuk Golkar dari jajaran kepengurusan inti.
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung menyatakan, dirinya tidak melihat ada perpecahan di internal Golkar dengan pembentukan tim pimpinan Luhut Panjaitan terkait agenda pencapresan Ical. (*)
Pengamat politik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf menyatakan, strategi Golkar membuka peluang bagi figur capres internal maupun eksternal selain Ical ini mudah “dibaca”.
“Mereka (Golkar) telah meninggalkan budaya konvensi yang sebelumnya dipelopori oleh Akbar Tanjung (kini ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar). Golkar juga melewati model survei yang dipakai JK (Jusuf Kalla, mantan ketua umum DPP Partai Golkar). Nah, setelah menegaskan pencapresan Ical, Golkar perlu legitimasi sosial dengan membuka wacana alternatif eksternal tadi,” ujar Asep kepada SINDO kemarin.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Pelaksana Balitbang DPP Partai Golkar Indra J Piliang mengungkapkan bahwa hingga Oktober 2012 belum ada keputusan resmi tentang figur yang akan diusung sebagai capres oleh parpol berlambang pohon beringin itu.
Di internal Golkar, kata dia, masih ada skenario bila Ical ternyata batal maju di pilpres. Skenario pertama adalah memasang capres dari internal dengan wakil dari luar. Skenario kedua, Golkar mengusung capres dari luar dan cawapresnya dari Golkar lengkap dengan portofolio kabinetnya.
Indra menjelaskan, Ical sangat realistis. Bila berdasarkan survei elektabilitasnya tidak memungkinkan, Ical tidak akan memaksakan maju. Asep menilai, Golkar sebenarnya sudah tertutup untuk menerima bakal capres lain di luar nama Ical.
Dengan proses yang terjadi di internal sekarang, sangat kecil kemungkinannya Golkar menggeser Ical dari posisi sebagai bakal capres. Hanya, mereka perlu membangun opini sebagai partai terbuka serta membangun persaingan sehat di internal maupun eksternal.
“Tapi lagi-lagi, yang akan keluar adalah nama Ical. Sedangkan figur lain seperti JK, Sri Sultan Hamengku Buwono X, bahkan Mahfud MD (ketua Mahkamah konstitusi) bisa saja digandeng sebagai bakal calon wakil presiden untuk mendongkrak elektabilitas,” ungkapnya.
Asep menambahkan, Golkar tentu harus belajar dari kekalahan mereka dalam dua pilpres terakhir. Pada Pilpres 2004 dengan mengusung Wiranto - Sholahuddin Wahid, Golkar kalah meski dalam pemilu legislatif saat itu mereka meraih 21,58 persen suara.
Hasil lebih buruk terjadi pada Pemilu Legislatif 2009 dengan mengusung JK-Wiranto. Saat itu mereka hanya mampu mengoleksi 12,41 persen suara dan lebih rendah dibanding hasil pemilu legislatif sebesar 14,45 persen suara. “Jadi tren Golkar soal capres dalam dua pemilu terakhir justru suaranya lebih kecil dibanding pemilu legislatif.
Ini tentu menjadi pelajaran dengan strategi-strategi, termasuk melontarkan keterbukaan bagi eksternal,” kata Asep.
Sementara itu, anggota Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar Azwir Dainy Tara mengatakan, pengusungan Ical sebagai bakal capres Golkar memang masih perlu diperkuat berbagai analisis dan strategi.
Secara internal dukungan kepada Ical sudah cukup matang karena seluruh DPD I (kepengurusan tingkat provinsi) sudah bulat mendukungnya.Namun, masih butuh kepastian melalui sejumlah survei agar pencalonannya semakin meyakinkan.
“Pak Ical baru sekadar menyatakan siap, namun akan menunggu perkembangan selanjutnya. Jika survei soal elektabilitasnya kuat, beliau akan maju terus. Sebaliknya, jika hasil survei menunjukkan peluangnya untuk menang kurang kuat, bisa saja muncul alternatif lain,” kata Azwir.
Dia mengungkapkan, rangkaian survei soal pencapresan Ical dan figur-figur lain akan digencarkan pada 2012 ini. Azwir juga menegaskan,Partai Golkar sudah memiliki tim internal untuk bekerja mendongkrak elektabilitas partai maupun Ical menjadi presiden.
“Namun nantinya kan harus kembali pada kondisi dan eskalasi politik terakhir. Kami juga sedang mencari-cari figur yang kuat,utamanya untuk bakal cawapres,”tandasnya.
Di tempat terpisah, Indra J Piliang menegaskan bahwa saat ini tidak lagi ada faksifaksi di internal Golkar. “ Apalagi figur-figur yang dinilai layak sebagai capres seperti Sultan Hamengku Buwono X, Akbar Tandjung, Agung Laksono, dan Jusuf Kalla juga menyadari bahwa mereka sudah cukup berumur,” paparnya.
Dia tidak membantah bahwa tim atau kelompok diskusi yang dikoordinatori Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Luhut Panjaitan telah melakukan pendekatan kepada sejumlah tokoh berpengaruh untuk menguatkan Ical dan Golkar agar bisa diterima di semua kalangan.
Tim ini beranggotakan sejumlah purnawirawan jenderal TNI. Namun, bukan berarti tim ini menegasikan tim pemenangan pilpres yang belum dibentuk Golkar dari jajaran kepengurusan inti.
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung menyatakan, dirinya tidak melihat ada perpecahan di internal Golkar dengan pembentukan tim pimpinan Luhut Panjaitan terkait agenda pencapresan Ical. (*)
()