Sumber daya penegak hukum lemah

Senin, 09 Januari 2012 - 08:20 WIB
Sumber daya penegak hukum lemah
Sumber daya penegak hukum lemah
A A A
Sindonews.com–Banyaknya rentetan proses hukum yang tidak seharusnya dibawa ke ranah peradilan menunjukkan lemahnya sumber daya manusia (SDM) di institusi penegak hukum dan peradilan. Hal tersebut bisa terlihat dari penanganan sejumlah perkara seperti kasus sandal jepit, kasus pisang, dan terbaru persidangan terdakwa yang buta.

Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Hasril Hertanto menilai, lemahnya SDM di lembaga hukum dan peradilan menjadi pemicu utama munculnya sejumlah masalah di bidang peradilan. “SDM kita di bidang peradilan hanya melihat masalah yang mereka tangani dari sisi personal, tidak impersonal,” kata Hasril Hertanto saat dihubungi, Minggu 8 Desember.

Menurut Hasril, instansi yang terkait proses peradilan yakni polisi, jaksa, atau hakim hanya melihat siapa yang menjadi pelaku kejahatan. Dia mencontohkan kasus sandal jepit yang sampai pada proses peradilan. Padahal, nilai barang bukti yang menjadi persoalan tidak seberapa, di samping terdakwanya masih di bawah umur atau anak-anak.
“Saya melihat, ketegasan aparat hukum tetap melanjutkan proses hukum ini lantaran ekonomi pelaku tergolong lemah sehingga proses tetap berjalan. Jika pendekatan impersonal dikedepankan, masalahnya akan berbeda. Ini bisa diselesaikan di luar prosedur hukum karena masih tergolong anak-anak,”ungkapnya.

Jika pendekatan impersonal dikedepankan, polisi, jaksa, atau hakim bisa mengarahkan kasus sandal jepit ke luar jalur hukum. Sudah ada ketentuan lain yang juga mengatur masalah ini seperti Undang–Undang Perlindungan Anak.

Dengan begitu, polisi, jaksa, atau hakim bisa mengarahkan kasus ini untuk ditangani dengan melibatkan keluarga, psikolog, Komnas Perlindungan Anak, dan pihak lain yang lebih paham psikologi dan pendidikan anak. “Bukan tetap melanjutkan ke proses hukum,” katanya.

Wakil Jaksa Agung Darmono mengatakan,bisa saja jaksa menghentikan kasus sandal jepit sebab UU mengatur ketentuan itu.Jaksa memang berwenang menghentikan penuntutan atau mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.

“Tapi,ada syarat-syarat dan memerlukan waktu lama,” kata Darmono. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Noor Rachmad mengaku sudah menjalankan prosedur hukum penanganan perkara sesuai perundangundangan.

Jika ada persoalan terkait penanganan hukum seperti di peradilan, tidak sepenuhnya kesalahan kejaksaan. “Kita hanya menjalankan prosedur hukum yang ada,” ucapnya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5343 seconds (0.1#10.140)