Komisi III minta demonstran di DPR bubar
A
A
A
Sindonews.com - Anggota Komisi III DPR RI akhirnya menemui para demonstran yang terus bertahan di depan Gedung DPR. Setelah sempat berdialog tenda demonstran, mereka berjanji akan memperjuangkan nasib mereka.
Tenda pengunjuk rasa di depan Gedung DPR diminta untuk segera dibubarkan. Pasalnya, selain dapat merusak citra bangsa, kondisi di sana dinilai sangat tidak layak huni. tenda yang didirikan di depan Gedung DPR, Jakarta, sebagai bentuk unjuk rasa.
"Ini tidak layak. Bagaimanapun, tenda-tenda ini harus diakhiri," kata Martin Hutabarat, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Gerindra ketika menemui para penghuni tenda, Jumat (6/1/2012).
Martin hadir bersama anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad yani. Keduanya berdialog dengan puluhan penghuni tenda sambil lesehan di dekat pagar Gedung DPR.
Tenda itu sudah dibangun sejak pertengahan Desember 2011. Saat itu, ratusan warga Pulau Padang, Kabupaten Meranti, Riau, menduduki depan Gedung DPR untuk menuntut pemerintah segera mencabut SK izin pengelolaan lahan oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pulau Padang.
Sebagian dari mereka melakukan aksi jahit mulut. Saat ini, tinggal satu orang yang masih bertahan dengan kondisi mulut terjahit. Empat hari terakhir, datang penghuni baru yakni tiga warga Bima, Nusa Tenggara Barat. Mereka meminta pemerintah mencabut izin tambang PT SMN.
Selama ini, mereka hidup dengan kondisi memprihatinkan. Mereka bertahan di bawah tenda tanpa dinding, tanpa fasilitas mandi, cuci, kakus, serta alas seadanya. Keadaan mereka akan semakin parah ketika hujan turun.
Martin mengaku bahwa Komisi III akan memperjuangkan permintaan kedua pihak hingga dikabulkan. Oleh karena itu, dia meminta agar para penghuni merencanakan untuk membongkar tenda.
"Ratusan ribu masyarakat lewat depan sini. Ribuan warga asing lewat sini. Ini seakan-akan bangsa kita tidak perhatikan warganya," kata Martin.
"Faktanya memang begitu," jawab beberapa penghuni.
Sementara itu Juru bicara Serikat Buruh Tani, Binbin Firmansyah, mengatakan, jika tuntutan pihaknya tidak dipenuhi, masyarakat akan membangun kekuatan yang lebih besar untuk melakukan perlawanan agar SK dicabut.
"Ini satu tahun lebih. Bosan juga rakyat. Rakyat sudah mewakafkan dirinya," ucap dia. (wbs)
Tenda pengunjuk rasa di depan Gedung DPR diminta untuk segera dibubarkan. Pasalnya, selain dapat merusak citra bangsa, kondisi di sana dinilai sangat tidak layak huni. tenda yang didirikan di depan Gedung DPR, Jakarta, sebagai bentuk unjuk rasa.
"Ini tidak layak. Bagaimanapun, tenda-tenda ini harus diakhiri," kata Martin Hutabarat, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Gerindra ketika menemui para penghuni tenda, Jumat (6/1/2012).
Martin hadir bersama anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad yani. Keduanya berdialog dengan puluhan penghuni tenda sambil lesehan di dekat pagar Gedung DPR.
Tenda itu sudah dibangun sejak pertengahan Desember 2011. Saat itu, ratusan warga Pulau Padang, Kabupaten Meranti, Riau, menduduki depan Gedung DPR untuk menuntut pemerintah segera mencabut SK izin pengelolaan lahan oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pulau Padang.
Sebagian dari mereka melakukan aksi jahit mulut. Saat ini, tinggal satu orang yang masih bertahan dengan kondisi mulut terjahit. Empat hari terakhir, datang penghuni baru yakni tiga warga Bima, Nusa Tenggara Barat. Mereka meminta pemerintah mencabut izin tambang PT SMN.
Selama ini, mereka hidup dengan kondisi memprihatinkan. Mereka bertahan di bawah tenda tanpa dinding, tanpa fasilitas mandi, cuci, kakus, serta alas seadanya. Keadaan mereka akan semakin parah ketika hujan turun.
Martin mengaku bahwa Komisi III akan memperjuangkan permintaan kedua pihak hingga dikabulkan. Oleh karena itu, dia meminta agar para penghuni merencanakan untuk membongkar tenda.
"Ratusan ribu masyarakat lewat depan sini. Ribuan warga asing lewat sini. Ini seakan-akan bangsa kita tidak perhatikan warganya," kata Martin.
"Faktanya memang begitu," jawab beberapa penghuni.
Sementara itu Juru bicara Serikat Buruh Tani, Binbin Firmansyah, mengatakan, jika tuntutan pihaknya tidak dipenuhi, masyarakat akan membangun kekuatan yang lebih besar untuk melakukan perlawanan agar SK dicabut.
"Ini satu tahun lebih. Bosan juga rakyat. Rakyat sudah mewakafkan dirinya," ucap dia. (wbs)
()