Inilah 8 Pelanggaran HAM Polisi di Bima
A
A
A
Sindonews.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) bersama komunitas budaya di Bima melakukan investigasi di lapangan pada 27 Desember 2011. Kontras berpendapat telah terjadi pelanggaran HAM berat di Bima.
Hasil investigasi ini kemudian dilaporkan Kontras ke Komisi III DPR. Aktivis Kontras yang diwakili oleh Koordinator Badan Pekerja Kontras Hars Azhar, diterima oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Nasir Jamil di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (5/1/2012).
Dari kronologi yang diperoleh, Kontras menduga adanya pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Berikut paparan Kontras terkait temuan pelanggaran HAM di Bima:
1. Bahwa peristiwa itu terjadi karena ada pengkhianatan Kapolda dan Kapolresta Bima terhadap warga. Sebab, ada negosiasi pencabutan SK sampai kemudian ada pertemuan yang Kapolda menawarkan tim advokasi terdiri dari anggota DPD RI dari Bima, Wakil Ketua DPRD Bima, dan Kapolda. Tetapi ketika ditawarkan tidak diikuti otentisifikasinya. Pagi hari ada mobilisasi pasukan polisi.
2. Kontras menemukan, tidak ada tindakan warga mencoba membahayakan polisi. Warga justru membukakan pintu polisi, dan membukakan pintu pelabuhan.
3. Pasukan masuk pelabuhan dengan melakukan penembakan sporadis. Banyak saksi melihat, tindakan kepolisian dipimpin Kapolresta. Bahkan ada yang melihat Wakapolda berpakaian bebas. Kontras melihat hal ini sebagai sebuah tindakan yang terencana atau sistematis.
4. Ada mobilisasi intel tidak dengan fungsi intelijen, tapi melakukan penyerangan.
5. Penembakan dilakukan dari jarak dekat sekitar 10-15 meter. Saat itu tidak ada aba-aba dari korlap untuk melawan. Tembakan itu sebagian besar tembus.
6. Banyak perampasan harta dan perusakan barang. Sepeda motor banyak yang rusak, handphone, dan lain-lain banyak yang hilang.
7. Ada sniper yang mengawasi warga. Warga juga mendapat seruan untuk tidak berada di rumah karena akan ada serangan. Jadi serangan itu tersistematis.
8. Pasca peristiwa masih ada penembakan. Pasca peristiwa suasana masih mencekam, sehingga warga tak berani keluar rumah. Banyak korban tembak yang tidak tertangkap, berobat ke puskesmas.
"Kesimpulannya patut diduga telah terjadi pelanggaran HAM berat di Bima. Saya yakin ini sistematis, ada pimpinannya, ada komandonya, ada pengerahan pasukan, ada mobilisasi ambulan," papar Haris.
"Ada seorang ibu-ibu yang melihat ada 15 ambulans. Sampai malam hari ada Kapolda yang mengikuti itu semua. Saya tidak yakin Kapolresta dapat memobilisir sabara, intel, ambulans, untuk memimpin operasi itu karena pasukan yang hadir sampai 500-700," tambahnya.
Selain terhadap warga, aparat kepolisian juga melakukan intimidasi terhadap jurnalis setempat. "Ada intimidasi dan ancaman penghilangan orang kepada jurnalis dari polisi lokal. Banyak anak-anak jadi korban penyiksaan setelah kejadian di Bima," kata Haris. (wbs)
Hasil investigasi ini kemudian dilaporkan Kontras ke Komisi III DPR. Aktivis Kontras yang diwakili oleh Koordinator Badan Pekerja Kontras Hars Azhar, diterima oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Nasir Jamil di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (5/1/2012).
Dari kronologi yang diperoleh, Kontras menduga adanya pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Berikut paparan Kontras terkait temuan pelanggaran HAM di Bima:
1. Bahwa peristiwa itu terjadi karena ada pengkhianatan Kapolda dan Kapolresta Bima terhadap warga. Sebab, ada negosiasi pencabutan SK sampai kemudian ada pertemuan yang Kapolda menawarkan tim advokasi terdiri dari anggota DPD RI dari Bima, Wakil Ketua DPRD Bima, dan Kapolda. Tetapi ketika ditawarkan tidak diikuti otentisifikasinya. Pagi hari ada mobilisasi pasukan polisi.
2. Kontras menemukan, tidak ada tindakan warga mencoba membahayakan polisi. Warga justru membukakan pintu polisi, dan membukakan pintu pelabuhan.
3. Pasukan masuk pelabuhan dengan melakukan penembakan sporadis. Banyak saksi melihat, tindakan kepolisian dipimpin Kapolresta. Bahkan ada yang melihat Wakapolda berpakaian bebas. Kontras melihat hal ini sebagai sebuah tindakan yang terencana atau sistematis.
4. Ada mobilisasi intel tidak dengan fungsi intelijen, tapi melakukan penyerangan.
5. Penembakan dilakukan dari jarak dekat sekitar 10-15 meter. Saat itu tidak ada aba-aba dari korlap untuk melawan. Tembakan itu sebagian besar tembus.
6. Banyak perampasan harta dan perusakan barang. Sepeda motor banyak yang rusak, handphone, dan lain-lain banyak yang hilang.
7. Ada sniper yang mengawasi warga. Warga juga mendapat seruan untuk tidak berada di rumah karena akan ada serangan. Jadi serangan itu tersistematis.
8. Pasca peristiwa masih ada penembakan. Pasca peristiwa suasana masih mencekam, sehingga warga tak berani keluar rumah. Banyak korban tembak yang tidak tertangkap, berobat ke puskesmas.
"Kesimpulannya patut diduga telah terjadi pelanggaran HAM berat di Bima. Saya yakin ini sistematis, ada pimpinannya, ada komandonya, ada pengerahan pasukan, ada mobilisasi ambulan," papar Haris.
"Ada seorang ibu-ibu yang melihat ada 15 ambulans. Sampai malam hari ada Kapolda yang mengikuti itu semua. Saya tidak yakin Kapolresta dapat memobilisir sabara, intel, ambulans, untuk memimpin operasi itu karena pasukan yang hadir sampai 500-700," tambahnya.
Selain terhadap warga, aparat kepolisian juga melakukan intimidasi terhadap jurnalis setempat. "Ada intimidasi dan ancaman penghilangan orang kepada jurnalis dari polisi lokal. Banyak anak-anak jadi korban penyiksaan setelah kejadian di Bima," kata Haris. (wbs)
()