Hakim Hendra Pramono dijatuhi sanksi berat
A
A
A
Sindonews.com - Hakim Hendra Pramono terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku. Akibatnya, yang bersangkutan diberikan sanksi berat oleh Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Sanksi tersebut dikeluarkan dalam bentuk rekomendasi kepada Mahkamah Agung (MA).
Hendra terbukti menerima uang Rp40 juta dari seorang terdakwa bernama Freddi. Uang
tersebut diberikan agar dia mengabulkan permintaan Freddi untuk tidak ditahan atau menjadi tahanan kota. Kasus tersebut terjadi saat Hendra menjadi hakim di Pengadilan Negeri Saumlaki, Maluku. Saat ini, Hendra menjadi hakim di Pengadilan Negeri Madiun, Jawa Timur.
"Manjatuhkan sanksi berat yakni dimutasikan ke Pengadilan Tinggi Surabaya sebagai hakim non-palu (tidak menangani perkara-red) selama 1 tahun dan dikurangi remunerasi 100 persen setiap bulan selama 1 tahun," ujar Ketua MKH, Suparman Marzuki saat sidang di Gedung MA, Rabu (4/1/2012).
Hendra juga dinyatakan melanggar etika karena telah bertemu dengan terdakwa Freddi. Tak hanya itu, hakim Hendra terbukti menerima gratifikasi dari pihak yang berperkara dalam perkara lain. MKH memutuskan, masih memberi kesempatan bagi hakim Hendra untuk memperbaiki diri.
Sebab, hakim Hendra masih muda yakni 34 tahun, mempunyai anak yang masih kecil, istrinya sedang mengandung, menyesali perbuatannya, dan beberapa kali ditempatkan di daerah terpencil.
Atas putusan tersebut, hakim Hendra menerimanya. Dia mengaku bersalah dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Diketahui, MKH adalah majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim. MKH adalah majelis yang beranggotakan 4 anggota KY dan 3 hakim agung. Rekomendasi MKH pada MA bersifat mengikat sehingga harus ditindaklanjuti oleh MA.
Sebelumnya, Komisi Yudisial (KY) mencatat ada 1.600 hakim nakal yang dilaporkan ke institusinya. Jumlah tersebut terhitung sejak Januari hingga November 2011. Dari jumlah tersebut, 700 hakim yang dilanjutkan perkaranya, sedangkan, 70 hakim dilakukan pemeriksaan oleh KY. Sementara, sebanyak 900 Hakim yang tidak diproses, karena tidak cukup bukti.
"Selain 70 Hakim itu KY juga memeriksa ratusan saksi," tukas tenaga ahli dan juru bicara KY, Asep Rahmat Fajar belum lama ini.
Hendra terbukti menerima uang Rp40 juta dari seorang terdakwa bernama Freddi. Uang
tersebut diberikan agar dia mengabulkan permintaan Freddi untuk tidak ditahan atau menjadi tahanan kota. Kasus tersebut terjadi saat Hendra menjadi hakim di Pengadilan Negeri Saumlaki, Maluku. Saat ini, Hendra menjadi hakim di Pengadilan Negeri Madiun, Jawa Timur.
"Manjatuhkan sanksi berat yakni dimutasikan ke Pengadilan Tinggi Surabaya sebagai hakim non-palu (tidak menangani perkara-red) selama 1 tahun dan dikurangi remunerasi 100 persen setiap bulan selama 1 tahun," ujar Ketua MKH, Suparman Marzuki saat sidang di Gedung MA, Rabu (4/1/2012).
Hendra juga dinyatakan melanggar etika karena telah bertemu dengan terdakwa Freddi. Tak hanya itu, hakim Hendra terbukti menerima gratifikasi dari pihak yang berperkara dalam perkara lain. MKH memutuskan, masih memberi kesempatan bagi hakim Hendra untuk memperbaiki diri.
Sebab, hakim Hendra masih muda yakni 34 tahun, mempunyai anak yang masih kecil, istrinya sedang mengandung, menyesali perbuatannya, dan beberapa kali ditempatkan di daerah terpencil.
Atas putusan tersebut, hakim Hendra menerimanya. Dia mengaku bersalah dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Diketahui, MKH adalah majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim. MKH adalah majelis yang beranggotakan 4 anggota KY dan 3 hakim agung. Rekomendasi MKH pada MA bersifat mengikat sehingga harus ditindaklanjuti oleh MA.
Sebelumnya, Komisi Yudisial (KY) mencatat ada 1.600 hakim nakal yang dilaporkan ke institusinya. Jumlah tersebut terhitung sejak Januari hingga November 2011. Dari jumlah tersebut, 700 hakim yang dilanjutkan perkaranya, sedangkan, 70 hakim dilakukan pemeriksaan oleh KY. Sementara, sebanyak 900 Hakim yang tidak diproses, karena tidak cukup bukti.
"Selain 70 Hakim itu KY juga memeriksa ratusan saksi," tukas tenaga ahli dan juru bicara KY, Asep Rahmat Fajar belum lama ini.
()