Transportasi Massal di Kota Besar

Rabu, 04 Januari 2012 - 07:35 WIB
Transportasi Massal di Kota Besar
Transportasi Massal di Kota Besar
A A A
Sindonews.com-Busway Koridor XI belum lama ini diluncurkan dengan trayek Pulo Gebang-Kampung Melayu. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara gegap gempita berusaha memublikasikan program yang dianggap sebagai salah satu keberhasilan.

Bagi Pemprov DKI Jakarta, peluncuran koridor baru ini seperti pernyataan kemampuan di tengah kritikan pedas tak henti-hentinya terutama terhadap Gubernur DKI Jakarta yang ternyata tetap berhasrat maju untuk periode kedua.

Namun, program ini masih jauh dari konsep sistem transportasi massal yang ideal. Apalagi pengoperasian Transjakarta sangat ketat memperhatikan untung rugi yang jauh dari semangat subsidi sistem transportasi massal.

Selama berjalan pun terkesan bersaing dengan angkutan umum lainnya, bukan mengejar agar pengguna kendaraan pribadi beralih. Sebagai fondasi,Transjakarta cukup menjanjikan walaupun seharusnya bukan menjadi tulang punggung utama sistem transportasi massal.

Namun, dengan umur hampir delapan tahun—sejak diluncurkan koridor pertama pada 15 Januari 2004—sudah tidak layak jika Jakarta masih berkutat dengan fondasi.Mana janji monorel,subway,serta kereta bandara?

Sementara KRL di Jakarta terlihat seperti ingin cari untung dan gampangnya saja. Pola pikirnya dalam memandang masyarakat sebagai pengguna dan stakeholder utama pun sudah selayaknya dipertanyakan.

Coba saja cerna misalnya pernyataan: “Agar Lebih Manusiawi Mulai 2012 Tak Ada Penumpang di Atap Kereta”.PT KAI Commuter Jabodetabek berkilah bahwa banyak penumpang yang memang hobi naik di atap kereta.

Mungkin para petinggi PT KA harus lebih dalam lagi melakukan analisis soal masalah yang mereka hadapi agar tidak asal bicara. Pemerintah baik pusat maupun daerah jangan pula hanya berpangku tangan melihat BLU,BUMN, dan BUMD melakukan kesalahan-kesalahan konyol dan menjadi bulan-bulanan publik.

Andil pemerintah jelas sangat besar karena seperti yang sudahsudahdibahasbahwa subsidipemerintahuntukbidangtransportasi massal masih belum sepenuh hati.

Kondisi ini berbahaya karena angka subsidi BBM kian mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Diperkirakan anggaran BBM bersubsidi akan menembus Rp160 triliun akhir tahun ini.

Angka itu sangat jauh dari jatah subsidi BBM yang dipatok sebesar Rp129,7 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2011. Apalagi sekarang dunia dihantui ancaman kenaikan harga minyak karena memanasnya region teluk.

Alhasil sudah pasti anggaran pembangunanlah yang harus disunat demi memenuhi subsidi. Andaikata pemerintah sudah sejak jauh-jauh hari memperhatikan sistem transportasi massal, pasti anggaran tidak akan separah itu.

Namun, sekarang sudah secara terang-terangan pemerintah mengatakan akan tetap menjalankan skema subsidi,namun dibarengi dengan skema pengetatan dan diversifikasi.

Bisa dikatakan program ini sangat mudah di tataran wacana,namun sangat sulit dan berpotensi menimbulkan masalah dibandingkan dengan mengurangi subsidi. Setelah ada pengurangan subsidi pemerintah bisa mengalokasikan dana yang terselamatkan dari subsidi itu untuk misalnya pengembangan transportasi massal,pengentasan kemiskinan, pembangunan infrastruktur,dan pengembangan UMKM.

Buruknya transportasi massal dan tingginya volume kendaraan pribadi adalah masalah yang sudah mengintai umumnya kota besar di Indonesia seperti Medan, Padang, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta,Semarang, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan banyak kota-kota besar lainnya.

Jika tak juga diperbaiki secara menyeluruh dan masif,masalah seperti di Jakarta yang kian tidak nyaman untuk ditinggali akan menyebar ke seluruh kota-kota besar tersebut.

()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9492 seconds (0.1#10.140)