Inpres pemberantasan korupsi-jangan hanya berhenti pada slogan

Selasa, 03 Januari 2012 - 08:54 WIB
Inpres pemberantasan korupsi-jangan hanya berhenti pada slogan
Inpres pemberantasan korupsi-jangan hanya berhenti pada slogan
A A A
Sindonews.com– Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012, disambut baik.

Namun, langkah tersebut diharapkan tidak hanya sekadar slogan tanpa implementasi yang nyata. ”Saya pikir, inpres itu tidak berhenti pada slogan dan retorika saja, jadi harus nyata dalam pemberantasan korupsi,” tegas Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh di Jakarta, Selasa, 2 Januari 2012.

Imam mengatakan, inpres tanpa implementasi yang nyata akan tidak bermanfaat. Karena itu,semua unsur pemerintah harus menjalankan Inpres 17/2011 tersebut. ”Jadi, harus menilai bahwa korupsi adalah musuh bersama yang harus diperangi secara nyata. Pemberantasan dan pencegahan korupsi pun harus dilakukan secara menyeluruh di semua lini pemerintahan,”tandasnya.

Imam mengungkapkan, saat ini yang juga terpenting adalah konsistensi pemerintah untuk memberantas dan mencegah korupsi. ”Jadi, jangan sampai belum selesai pemberantasannya, ditutupi dengan aturan baru. Itu yang tidak tepat. Sekali lagi jangan sampai aturan saja,”paparnya.

Diketahui, Presiden SBY kembali menerbitkan Inpres Nomor 17 Tahun 2011. Inpres tersebut merupakan lanjutan Inpres Nomor 9 Tahun 2011 untuk membuktikan keseriusan pemerintah dalam menangani persoalan korupsi.

Inpres yang ditandatangani pada 19 Desember 2011 itu efektif berlaku mulai awal Januari 2012. “Ini adalah kelanjutan dari apa-apa yang dulu belum kita laksanakan dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2011, tapi juga ada hal yang baru, baru sama sekali. Yang intinya adalah di bidang pencegahan dan pemberantasan korupsi. Aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi 2012 isinya sangat substantif bukan basabasi,” kata Wakil Presiden (Wapres) Boediono di Kantor Wapres, Jakarta,Jumat 30 Desember 2011.

Dua inpres tersebut berisikan enam strategi dalam pemberantasan korupsi, yaitu pencegahan pada lembaga penegak hukum,pencegahan pada lembaga lainnya, penindakan,harmonisasi peraturan perundangundangan, penyelamatan aset hasil korupsi,kerja sama internasional, dan pelaporan. Diharapkan, inpres tersebut dapat mendorong peningkatan indeks persepsi korupsi (IPK).

Diharapkan pada 2014, IPK Indonesia dapat mencapai angka 5,0. Wakil Ketua Komisi III DPR Nasir Djamil mengaku heran mengapa Presiden sering mengeluarkan inpres atau perpres untuk membuat pencitraan.

Menurut dia, dalam pemberantasan korupsi, yang diperlukan adalah tindakan nyata. Bagi politikus Partai Keadilan Sejahtera ini, Presiden dapat dengan mudah memberantas korupsi jika aparat diberi kesejahteraan cukup.

”Aparat penegak hukum itu diberi kesejahteraan cukup, sebab ketika tidak sejahtera yang terjadi mereka akan korupsi, maka di sini peran Presiden untuk menaikkan kesejahteraan aparat,” tegasnya.

Menurut dia, ketika yang dilakukan hanya pembuatan inpres, ke depannya akan disangsikan keefektifannya.

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mengatakan, Inpres 17/2011 tidak akan efektif jika tanpa menyertakan Istana sebagai sasaran pembenahan dan pembersihan.

”Presiden harus memimpin langsung dan menjadikan lembaga istana dan lingkaran di dalamnya sebagai percontohan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi,”tegasnya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9144 seconds (0.1#10.140)