Kasus Warga Tolak Jenazah Pasien Corona, Ini Analisa Ahli Komunikasi
A
A
A
JAKARTA - Penolakan masyarakat terhadap pemakaman jenazah penderita positif Corona terjadi di sejumlah tepat. Aksi penolakan dilakukan dengan penghadangan terhadap mobil jenazah ke lokasi pemakaman.
Fenomena itu membuat ahli komunikasi, Emrus Sihombing bertanya-tanya."Mengapa sampai ada sekelompok orang menolak pemakaman jenazah korban Covid-19? Padahal, mereka mendahului kita karena korban dari sebuah bencana sebaran virus. Bukan salah korban," kata Emrus dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/4/2020).
Menurut dia, siapa pun bisa menjadi korban virus tersebut. Oleh karena itu semestinya setiap orang berempati kepada keluarga yang sedang bersedih ketika keluarganya menjadi korban virus tersebut.
Sepanjang pengetahuannya, Emrus mengatakan setiap manusia apa pun latar belakanganya tidak boleh menolak pemakaman jenazah.
"Kalau alasannya kemungkinan jenazah sumber virus di wilayah mereka, bukankah pemakaman sudah sesuai dengan protokol dari WHO. Jika sudah sesuai, tetapi masih ada yang menolak, itu artinya ada kelemahan manajemen komunikasi dari pemerintah di semua tingkatan," tutur Direktur Eksekutif EmrusCorner ini. (Baca Juga: Tolak Pemakaman Jenazah Covid-19, Polisi Amankan 4 Warga Samata)
Setelah melakukan anasisis, Emrus menduga ada dua hal yang menyebab masyarakat menolak pemakaman jenazah penderita Corona.
Pertama, kurangnya pengetahuan dan informasi yang diterima oleh sekelompok orang tertentu sehingga menimbulkan sikap tidak setuju. Akhirnya, mereka turun ke jalan menolak penderita corona dimakamkan di wilayahnya.
"Padahal, negara kita negara kesatuan, bukan federal. Selain itu tanpa kita sadari, penolakan ini menjadi tambahan beban tugas tersendiri bagi aparat polisi kita di lapangan," tuturnya. (Baca Juga: Meninggal Usai Dijenguk Cucu, Warga Enggan Kuburkan Jenazah)
Emrus mengatakan untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah dari semua tingkatan agar melakukan manajemen komunikasi yang mampu menjelaskan dan memberikan informasi tentang segala hal terkait Corona dari aspek virologi.
"Untuk itu diperlukan strategi komunikasi persuasif kepada masyarakat," ujarnya.
Dia menilai tim komunikasi pemerintah baik di Istana, kementerian dan lembaga pemerintah terkait, Gugus Tugas di semua kategori dan tingkatan, utamanya pemerintah daerah yang bertugas melakukan pemakaman belum maksimal.
"Saya menyarankan kepada pemerintah di semua tingkatan agar segera melibatkan pakar-pakar Ilmu Komunikasi di perguruan tinggi setempat," katanya.
Kedua, kata dia, pemerintah di semua tingkatan juga harus memperhatikan secara serius penyebaran pesan dari mulut ke mulut sehingga sampai ada sekelompok orang berperilaku menolak pemakaman jenazah korban Covid-19.
Emrus menduga mereka yang menolak pemakaman lebih terpengaruh pesan yang bersumber dari pihak tertentu yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah.
"Bisa saja sedang terjadi komunikasi politik penolakan pemakaman untuk tujuan politik prakmatis, politik pecah-belah," tuturnya.
Menanggapi persoalan itu, Emrus memilii dua solusi. Pertama, petugas intelijen melakukan pengumpulan fakta, data dan bukti serta melakukan analisis yang dapat dimanfaatkan mengatasi mengapa terjadinya penolakan.
"Kedua, sesegera mungkin dilakukan komunikasi informatif dan persuasif secara sistematis, masif dan terstrukur dengan melibatkan kekuatan media massa, sosial media dan tokoh masyarakat yang menjadi panutan," tuturnya.
Fenomena itu membuat ahli komunikasi, Emrus Sihombing bertanya-tanya."Mengapa sampai ada sekelompok orang menolak pemakaman jenazah korban Covid-19? Padahal, mereka mendahului kita karena korban dari sebuah bencana sebaran virus. Bukan salah korban," kata Emrus dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/4/2020).
Menurut dia, siapa pun bisa menjadi korban virus tersebut. Oleh karena itu semestinya setiap orang berempati kepada keluarga yang sedang bersedih ketika keluarganya menjadi korban virus tersebut.
Sepanjang pengetahuannya, Emrus mengatakan setiap manusia apa pun latar belakanganya tidak boleh menolak pemakaman jenazah.
"Kalau alasannya kemungkinan jenazah sumber virus di wilayah mereka, bukankah pemakaman sudah sesuai dengan protokol dari WHO. Jika sudah sesuai, tetapi masih ada yang menolak, itu artinya ada kelemahan manajemen komunikasi dari pemerintah di semua tingkatan," tutur Direktur Eksekutif EmrusCorner ini. (Baca Juga: Tolak Pemakaman Jenazah Covid-19, Polisi Amankan 4 Warga Samata)
Setelah melakukan anasisis, Emrus menduga ada dua hal yang menyebab masyarakat menolak pemakaman jenazah penderita Corona.
Pertama, kurangnya pengetahuan dan informasi yang diterima oleh sekelompok orang tertentu sehingga menimbulkan sikap tidak setuju. Akhirnya, mereka turun ke jalan menolak penderita corona dimakamkan di wilayahnya.
"Padahal, negara kita negara kesatuan, bukan federal. Selain itu tanpa kita sadari, penolakan ini menjadi tambahan beban tugas tersendiri bagi aparat polisi kita di lapangan," tuturnya. (Baca Juga: Meninggal Usai Dijenguk Cucu, Warga Enggan Kuburkan Jenazah)
Emrus mengatakan untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah dari semua tingkatan agar melakukan manajemen komunikasi yang mampu menjelaskan dan memberikan informasi tentang segala hal terkait Corona dari aspek virologi.
"Untuk itu diperlukan strategi komunikasi persuasif kepada masyarakat," ujarnya.
Dia menilai tim komunikasi pemerintah baik di Istana, kementerian dan lembaga pemerintah terkait, Gugus Tugas di semua kategori dan tingkatan, utamanya pemerintah daerah yang bertugas melakukan pemakaman belum maksimal.
"Saya menyarankan kepada pemerintah di semua tingkatan agar segera melibatkan pakar-pakar Ilmu Komunikasi di perguruan tinggi setempat," katanya.
Kedua, kata dia, pemerintah di semua tingkatan juga harus memperhatikan secara serius penyebaran pesan dari mulut ke mulut sehingga sampai ada sekelompok orang berperilaku menolak pemakaman jenazah korban Covid-19.
Emrus menduga mereka yang menolak pemakaman lebih terpengaruh pesan yang bersumber dari pihak tertentu yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah.
"Bisa saja sedang terjadi komunikasi politik penolakan pemakaman untuk tujuan politik prakmatis, politik pecah-belah," tuturnya.
Menanggapi persoalan itu, Emrus memilii dua solusi. Pertama, petugas intelijen melakukan pengumpulan fakta, data dan bukti serta melakukan analisis yang dapat dimanfaatkan mengatasi mengapa terjadinya penolakan.
"Kedua, sesegera mungkin dilakukan komunikasi informatif dan persuasif secara sistematis, masif dan terstrukur dengan melibatkan kekuatan media massa, sosial media dan tokoh masyarakat yang menjadi panutan," tuturnya.
(dam)