PKB Sebut Karantina Wilayah Punya Konsekuensi Besar, Pemerintah Sanggup?

Senin, 30 Maret 2020 - 06:05 WIB
PKB Sebut Karantina Wilayah Punya Konsekuensi Besar, Pemerintah Sanggup?
PKB Sebut Karantina Wilayah Punya Konsekuensi Besar, Pemerintah Sanggup?
A A A
JAKARTA - Pemerintah sedang mengkaji Peraturan Pemerintah (PP) tentang Karantina Wilayah sebagai aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. UU itu disahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2018, tapi PP-nya hingga kini belum dibuat.

Ketua Fraksi PKB DPR Cucun Ahmad Syamsurijal mengingatkan ada konsekuensi yang cukup besar jika pemerintah menerapkan karantina wilayah sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran wabah virus Corona atau Covid-19. Di antaranya tanggung jawab untuk menyediakan semua kebutuhan pokok warganya, terutama menyangkut pangan, termasuk kebutuhan pangan mahluk hidup lainnya.

Cucun mencontohkan, di DKI Jakarta jika diterapkan kebijakan lockdown, masyarakat yang strata sosial ekonominya menengah ke bawah dan tidak memiliki bekal ekonomi yang mencukupi dipastikan akan mengalami banyak kendala.

"Misalnya nanti terjadi sampai ada penjarahan dan sebagainya, ini harus dipertimbangkan juga apakah pemerintah sanggup? Kemudian kesiapan SDM juga untuk melaksanakan kamtibmas. Ini akan jadi evaluasi kami nanti terutama saya di Komisi III. Polisi apa sudah siap belum untuk kamtibmas? Ini kajiannya harus matang, jangan menghadapinya emosional," tuturnya, Minggu (29/3/2020).

Menurut Cucun yang juga anggota Komisi III DPR, Fraksi PKB lebih mendorong isolasi mandiri sebagai upaya memutus penyebaran virus Corona. "Bagaimana semua rakyat punya kesadaran tidak melakukan aktivitas yang dirasakan tidak begitu perlu keluar. Sekarang kebijakannya kan orang Work from Home, ini pas, mengisolasi diri. Semua keluarga dijaga, interaksi orang dijaga, ketimbang sekarang membuat kebijakan yang nanti akan dampaknya kembali beban ke pemerintah sendiri," katanya.

Saat ini, pemerintah juga masih mencari skema untuk refocusing APBN yang juga perlu mendapatkan persetujuan DPR. "Pandangan kami isolasi mandiri lebih efektif. Semua masyarakat disadarkan untuk tidak melakukan aktivitas apapun di luar yang tidak kaitannya," tuturnya.

Cucun menegaskan, untuk menentukan suatu daerah wajib dilakukan karantina wilayah itu harus melalui pertimbangan sangat matang. Apalagi daerah-daerah penyangga provinsi di luar ibu kota Jakarta, seperti Kota Tegal atau Tasikmalaya yang sudah memberlakukan kebijakan lockdown. "Ini menurut saya pertimbangannya tidak matang. Itu warganya pasti akan kena eksesnya nanti," urainya.

Dikatakan Cucun, karantina atau perbatasan wilayah seperti yang terjadi di Kota Tegal dan Tasikmalaya, harus tetap berkoordinasi dan atas sepengetahuan serta dideklarasikan oleh pemerintah pusat. Sehingga yang terlihat masing-masing daerah menunjukkan ego sektoralnya.

"Kita hargai tindakan-tindakan agresif, kemudian respons cepat pemerintah daerah karena ingin kawasannya ini betul-betul harus diproteksi, tapi ketika ada permasalahan sosial yang timbul kemudian, itu juga tanggungjawab negara," urainya.

Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, pemerintah punya tanggung jawab untuk menyediakan semua kebutuhan pokok warganya, terutama menyangkut pangan jika karantina wilayah diterapkan.

"Pertanyaan kami apakah kita ini sudah siap? Pemerintah Kota Tegal, misalnya, kalau kita lihat strata sosial masyakaratnya apa mereka sudah siap mandiri? Belum 'kan? Masih banyak orang yang butuh honor sehari-hari, ini yang perlu dikaji," katanya.

Untuk itu, kata dia, koordinasi antara pemerintah daerah dengan pusat tetap harus terus berjalan. Di sisi lain, pihaknya juga mengingatkan pemerintah pusat agar jangan lamban dalam menyikapi persoalan wabah Corona ini.

"Kalau ada wilayah yang mau melakukan itu (karantina wilayah), itu harus di-declare juga oleh pusat bahwa ini karena pertimbangan ini (melindungi wilayah), harus dilakukan ini dan sudah berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Nah itu harus di-declare. Jangan sampai nanti setiap pemerintah daerah membuat kebijakan masing-masing, ini ego sektoralnya muncul. Apalagi kalau ada yang memanfaatkan musibah nasional ini dikapitalisasi untuk politik. Misalkan untuk kepentingan pilkada dan lainnya," pungkasnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0370 seconds (0.1#10.140)