Imam Besar Masjid Istiqlal Beberkan Alasan Ditiadakannya Salat Jumat 2 Pekan
A
A
A
JAKARTA - Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mengungkapkan alasan tidak lagi melaksanakan salat Jumat dan berjamaah di Masjid Istiqlal selama dua pekan lantaran wabah corona.
"Sebetulnya ada alasan objektif dan subjektif kami melakukan penutupan Masjid Istiqlal untuk tidak melakukan salat Jumat," ungkapnya dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Jumat (20/3/2020).
Alasan objektif, kata Nasaruddin adalah dari imbauan dari Majelis Ulama Indonesia dengan fatwanya. "Dan saya berharap semoga tokoh-tokoh umat Islam khususnya betul-betul membaca logikanya Majelis Ulama ini dan imbauan Bapak Presiden dan Bapak Gubernur. Itu alasan objektifnya," katanya.
Selain itu, Nasaruddin mengatakan pihaknya juga mempelajari perkembangan yang terjadi di dunia lain misalnya di Iran, Korea Selatan dan juga di Italia yang 23 hari terakhir ini sangat-sangat memprihatinkan. "Oleh karena itu supaya hal itu tidak terjadi di Tanah Air kita yang tercinta ini, maka kami selaku Imam Besar Masjid Istiqlal mengimbau kepada seluruh umat Islam, terutama yang berarti dalam wilayah-wilayah yang sangat banyak virus ini yang berkembang, maka sudah cukup alasan sesuai dengan dasar Majelis Ulama tadi untuk tidak melakukan pertemuan dalam keadaan berjamaah. Termasuk di dalamnya adalah salat Jumat, yang termasuk juga salat berjamaah Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, Isya," jelas Nasaruddin.
Kalaupun mau melaksanakan salat berjamaan karena di daerahnya dianggap masih aman maka perlu memperhatikan himbauan personal jarak antara satu orang dengan orang lain itu sekitar 2 meter. "Kami di Istiqlal melakukan hal seperti itu. Tidak lain kecuali upaya untuk menghindari diri dari virus itu. Karena kata para medis ya satu kali bersin satu kali batuk itu dalam tempo dua menit itu maka akan terjangkiti dalam radius yang cukup luas. Nah kita sangat dianjurkan untuk mencegah sesuatu sifatnya mudharat."
Maka itu, kata Nasaruddin berlaku seperti dikutip Majelis Ulama dalam fatwanya bahwa mencegah kemudaratan itu lebih penting daripada mengejar manfaat. "Karena itu kita serahkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Kita ingin salat Jumat seperti kewajiban yang sangat kita cintai, tapi dalam kondisi memperhatikan seperti ini, Nabi pun juga mengingatkan kita, ketika akan turun bencana sebesar ini, banjir atau hujan deras pun, Rasulullah pada suatu saat meminta orang umatnya untuk salat di rumah tidak perlu ke masjid." (Baca Juga: Fatwa MUI tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Wabah Corona).
"Kita sangat cinta terhadap agama kita, tapi kita juga ditegaskan dalam Alquran jangan mencampurkan diri kalian ke dalam kebinasaan. Kalau misalnya di suatu tempat itu ada bahaya yang sangat besar, maka kita diminta untuk menghindari yang ke tempat itu. Saya kira ini sangat penting untuk kita juga harus berdoa," tegas Nasaruddin.
"Sebetulnya ada alasan objektif dan subjektif kami melakukan penutupan Masjid Istiqlal untuk tidak melakukan salat Jumat," ungkapnya dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Jumat (20/3/2020).
Alasan objektif, kata Nasaruddin adalah dari imbauan dari Majelis Ulama Indonesia dengan fatwanya. "Dan saya berharap semoga tokoh-tokoh umat Islam khususnya betul-betul membaca logikanya Majelis Ulama ini dan imbauan Bapak Presiden dan Bapak Gubernur. Itu alasan objektifnya," katanya.
Selain itu, Nasaruddin mengatakan pihaknya juga mempelajari perkembangan yang terjadi di dunia lain misalnya di Iran, Korea Selatan dan juga di Italia yang 23 hari terakhir ini sangat-sangat memprihatinkan. "Oleh karena itu supaya hal itu tidak terjadi di Tanah Air kita yang tercinta ini, maka kami selaku Imam Besar Masjid Istiqlal mengimbau kepada seluruh umat Islam, terutama yang berarti dalam wilayah-wilayah yang sangat banyak virus ini yang berkembang, maka sudah cukup alasan sesuai dengan dasar Majelis Ulama tadi untuk tidak melakukan pertemuan dalam keadaan berjamaah. Termasuk di dalamnya adalah salat Jumat, yang termasuk juga salat berjamaah Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, Isya," jelas Nasaruddin.
Kalaupun mau melaksanakan salat berjamaan karena di daerahnya dianggap masih aman maka perlu memperhatikan himbauan personal jarak antara satu orang dengan orang lain itu sekitar 2 meter. "Kami di Istiqlal melakukan hal seperti itu. Tidak lain kecuali upaya untuk menghindari diri dari virus itu. Karena kata para medis ya satu kali bersin satu kali batuk itu dalam tempo dua menit itu maka akan terjangkiti dalam radius yang cukup luas. Nah kita sangat dianjurkan untuk mencegah sesuatu sifatnya mudharat."
Maka itu, kata Nasaruddin berlaku seperti dikutip Majelis Ulama dalam fatwanya bahwa mencegah kemudaratan itu lebih penting daripada mengejar manfaat. "Karena itu kita serahkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Kita ingin salat Jumat seperti kewajiban yang sangat kita cintai, tapi dalam kondisi memperhatikan seperti ini, Nabi pun juga mengingatkan kita, ketika akan turun bencana sebesar ini, banjir atau hujan deras pun, Rasulullah pada suatu saat meminta orang umatnya untuk salat di rumah tidak perlu ke masjid." (Baca Juga: Fatwa MUI tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Wabah Corona).
"Kita sangat cinta terhadap agama kita, tapi kita juga ditegaskan dalam Alquran jangan mencampurkan diri kalian ke dalam kebinasaan. Kalau misalnya di suatu tempat itu ada bahaya yang sangat besar, maka kita diminta untuk menghindari yang ke tempat itu. Saya kira ini sangat penting untuk kita juga harus berdoa," tegas Nasaruddin.
(zik)