KPK Apresiasi Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Nurhadi dkk
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak seluruh gugatan praperadilan yang diajukan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi beserta menantunya Rezky Herbiyono dan Direktur Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto, yang dibacakan pada hari ini, Senin (16/3/2020).
Diketahui, KPK telah menetapkan Nurhadi, Rezky, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA.
"Kami tentu mengapresiasi terhadap putusan hakim tunggal yang memeriksa dan mengadili permohonan praper yang diajukan tersangka NH DKK tersebut, pertimbangannya memang sudah sesuai sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam saat dikonfirmasi, Senin (16/3/2020).
Kata Ali, sejak awal KPK meyakini bahwa para tersangka yang saat ini DPO memang tidak berhak lagi mengajukan praperadilan sebagaimana ketentuan SEMA Nomor 1 Tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan Bagi Tersangka Yang Melarikan Diri Atau Sedang Dalam Status Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Terlebih subjek dan objeknya sama dengan praperadilan sebelumnya yang pernah diajukan tersangka NH dan kawan-kawan," jelasnya. (Baca Juga: Hakim Tolak Praperadilan Eks Sekretaris MA Nurhadi dkk).
Ali juga mengungkapkan, penyidik KPK hingga saat ini sedang menyelesaikan berkas perkara dan terus berupaya mencari keberadaan para DPO. "Sekalipun demikian, KPK mengingatkan para DPO untuk menyerahkan diri ke KPK dan mengimbau kepada masyarakat apabila melihat dan bertemu dengan para DPO segera melaporkan pada kesempatan pertama kepada aparat penegak hukum terdekat atau aparat pemerintah (RT/RW atau kelurahan) dan atau kepada KPK melalui call center 198," tuturnya.
Dalam perkara ini, Nurhadi diduga menerima suap Rp33,1 miliar dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto lewat Rezky. Suap dimaksudkan untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT. Selain itu, Nurhadi juga diduga menerima sembilan lembar cek dari Hiendra terkait Peninjauan Kembali (PK) perkara di MA.
Pada kasus gratifikasi, Nurhadi diduga mengantongi Rp12,9 miliar dalam kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Gratifikasi diduga terkait pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, jugan untuk Permohonan Perwalian.
Sebagai penerima, Nurhadi dan Resky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Diketahui, KPK telah menetapkan Nurhadi, Rezky, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA.
"Kami tentu mengapresiasi terhadap putusan hakim tunggal yang memeriksa dan mengadili permohonan praper yang diajukan tersangka NH DKK tersebut, pertimbangannya memang sudah sesuai sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam saat dikonfirmasi, Senin (16/3/2020).
Kata Ali, sejak awal KPK meyakini bahwa para tersangka yang saat ini DPO memang tidak berhak lagi mengajukan praperadilan sebagaimana ketentuan SEMA Nomor 1 Tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan Bagi Tersangka Yang Melarikan Diri Atau Sedang Dalam Status Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Terlebih subjek dan objeknya sama dengan praperadilan sebelumnya yang pernah diajukan tersangka NH dan kawan-kawan," jelasnya. (Baca Juga: Hakim Tolak Praperadilan Eks Sekretaris MA Nurhadi dkk).
Ali juga mengungkapkan, penyidik KPK hingga saat ini sedang menyelesaikan berkas perkara dan terus berupaya mencari keberadaan para DPO. "Sekalipun demikian, KPK mengingatkan para DPO untuk menyerahkan diri ke KPK dan mengimbau kepada masyarakat apabila melihat dan bertemu dengan para DPO segera melaporkan pada kesempatan pertama kepada aparat penegak hukum terdekat atau aparat pemerintah (RT/RW atau kelurahan) dan atau kepada KPK melalui call center 198," tuturnya.
Dalam perkara ini, Nurhadi diduga menerima suap Rp33,1 miliar dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto lewat Rezky. Suap dimaksudkan untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT. Selain itu, Nurhadi juga diduga menerima sembilan lembar cek dari Hiendra terkait Peninjauan Kembali (PK) perkara di MA.
Pada kasus gratifikasi, Nurhadi diduga mengantongi Rp12,9 miliar dalam kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Gratifikasi diduga terkait pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, jugan untuk Permohonan Perwalian.
Sebagai penerima, Nurhadi dan Resky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(zik)