Pengamat Ini Beberkan Sejumlah Keunggulan RUU Cipta Kerja
A
A
A
JAKARTA - Terlepas dari rangkaian perdebatan soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, sebenarnya regulasi ini memiliki sejumlah keunggulan. Pengamat Kebijakan Publik Prof Cecep Darmawan mengatakan, draf RUU Omnibus Law ini adalah salah satu upaya terobosan hukum dan penyederhanaan hukum di Indonesia.
"Selain itu, bisa menjadi solusi bagi inkonsistensi regulasi dan benturan atau konflik antar peraturan perundang-undangan," ujarnya, Kamis (12/3/2020).
Kepala Pusat Kebijakan Publik LPPM Universitas Pendidikan Indonesia ini juga mengatakan, draf RUU ini bisa menjadi bagian dari sentralisasi, penyeragaman, penyatuan, keterpaduan antara kebijakan pusat dan daerah. "Ini juga menjadi bagian dari efisiensi birokrasi dan meminimalisir konflik kepentingan antarpihak tertentu," katanya.
Tak hanya itu, RUU yang mencakup revisi 79 undang-undang dan terdiri atas 1.244 pasal ini diharapkan bisa meningkatkan sinergi dan koordinasi antar pemangku kepentingan. "Bisa juga menjadi jaminan terhadap kepastian, perlindungan dan keadilan bagi para pemangku kepentingan," ujarnya.
Sementara soal berbagai protes dari publik yang merintangi pembuatan RUU ini, Darmawan menyarankan agar masyarakat jangan buru-buru membuat kesimpulan atas isi regulasi ini. "Intinya masyarakat jangan terlalu apriori," katanya. (Baca Juga: 9 Poin Kontroversial Omnibus Law Cipta Kerja Versi KSPI).
Di sisi lain, ia juga mengharapkan agar pemerintah harus transparan dalam menyusun RUU ini. "Ajak stakeholder dialog dalam perumusan omnibus law. Jangan terburu-buru. Draf RUU juga masih harus diberi masukan dan dikoreksi berbagai pihak," ujarnya.
Darmawan pun menganjurkan agar pemerintah perlu melakukan dialog secara intens dengan berbagai kepentingan. "Misalnya kelompok buruh, aktivis lingkungan, pers, kalangan kampus, dan kelompok-kelompok lain yang akan terdampak," katanya.
"Selain itu, bisa menjadi solusi bagi inkonsistensi regulasi dan benturan atau konflik antar peraturan perundang-undangan," ujarnya, Kamis (12/3/2020).
Kepala Pusat Kebijakan Publik LPPM Universitas Pendidikan Indonesia ini juga mengatakan, draf RUU ini bisa menjadi bagian dari sentralisasi, penyeragaman, penyatuan, keterpaduan antara kebijakan pusat dan daerah. "Ini juga menjadi bagian dari efisiensi birokrasi dan meminimalisir konflik kepentingan antarpihak tertentu," katanya.
Tak hanya itu, RUU yang mencakup revisi 79 undang-undang dan terdiri atas 1.244 pasal ini diharapkan bisa meningkatkan sinergi dan koordinasi antar pemangku kepentingan. "Bisa juga menjadi jaminan terhadap kepastian, perlindungan dan keadilan bagi para pemangku kepentingan," ujarnya.
Sementara soal berbagai protes dari publik yang merintangi pembuatan RUU ini, Darmawan menyarankan agar masyarakat jangan buru-buru membuat kesimpulan atas isi regulasi ini. "Intinya masyarakat jangan terlalu apriori," katanya. (Baca Juga: 9 Poin Kontroversial Omnibus Law Cipta Kerja Versi KSPI).
Di sisi lain, ia juga mengharapkan agar pemerintah harus transparan dalam menyusun RUU ini. "Ajak stakeholder dialog dalam perumusan omnibus law. Jangan terburu-buru. Draf RUU juga masih harus diberi masukan dan dikoreksi berbagai pihak," ujarnya.
Darmawan pun menganjurkan agar pemerintah perlu melakukan dialog secara intens dengan berbagai kepentingan. "Misalnya kelompok buruh, aktivis lingkungan, pers, kalangan kampus, dan kelompok-kelompok lain yang akan terdampak," katanya.
(zik)