Terinfeksi Corona, Sejumlah Proyek China di Indonesia Terhenti

Rabu, 11 Maret 2020 - 06:46 WIB
Terinfeksi Corona, Sejumlah...
Terinfeksi Corona, Sejumlah Proyek China di Indonesia Terhenti
A A A
PROYEK kereta cepat Jakarta-Bandung tiba-tiba berhenti. Proyek senilai Rp60 triliun itu “terinfeksi” virus corona. Selain karena banyak melanggar aturan, proyek kerja sama Indonesia-China ini mengalami krisis material. Di sisi lain, menurut Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Chandra Dwiputra, stok material kereta api kebanyakan didatangkan dari China. Impor material itu tak bisa dilakukan karena wabah korona menyerang China.

Kini, KCIC mulai mencari sumber material dari negara lain. Namun, nyatanya persoalan tak sesederhana itu. Proyek KCIC ini mempekerjakan sekitar 300 orang berasal dari Negeri Tirai Bambu. Hingga saat ini, para pekerja tersebut masih tertahan di negaranya. Pemerintah sendiri melarang sementara pekerja China kembali ke Indonesia untuk mencegah penyebaran virus corona.

Direktur TOD & Legal KCIC Dwi Windarto mengatakan pekerja China yang akan kembali ke Indonesia pun syaratnya ketat. Mereka mesti mendapat Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS). Bukan hanya itu, para pekerja asing tersebut harus dikarantina selama dua pekan. “Kalaupun kembali lagi pakai KITAS, KITAS-nya harus bersertifikasi dari Pemerintah China. Begitu sampai sini pun harus dikarantina dua minggu,” paparnya. (Baca: Menhub Hentikan Sementara proyek Kereta Cepat dan LRT di Tol)

Proyek China di Indonesia tak hanya kereta cepat itu. Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyebut proyek lain yang dipegang China di Indonesia seperti pabrik pengolahan baja dan nikel juga terhambat. Proyek-proyek tersebut terletak di Morowali, Konawe, dan Weba Bay dengan nilai investasi US$11 miliar.

Tak berhenti di sini. Staf Ahli Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mohamad Ikhsan juga mengungkapkan bahwa pembangunan beberapa proyek pembangkit listrik milik PT PLN (Persero) terpaksa ditangguhkan. Pasalnya, pembangunan proyek pembangkit tersebut membutuhkan tenaga ahli asal China.

“Di PLN, ada yang delayed (tertunda). Pembangkit (listrik) kan banyak teknisi. Kalau (proses) kirim tidak ada persoalan, jalan. Namun, yang membutuhkan insinyur Tiongkok dan yang betulkan sekrupnya tidak bisa datang,” ujarnya.

Merosot

Di luar yang disebut Ikhsan, proyek PLN yang dikhawatirkan terganggu antara lain dua proyek pembangunan pembangkit listrik di Sumatra. Soalnya, Oceanwide Holding Co. Ltd., perusahaan yang menjadi pengembang proyek PLTU Sumut-1 dan PLTU Banyuasin, mengalami kesulitan keuangan yang disebabkan oleh virus corona.

Lembaga pemeringkat kredit dunia Standard & Poor's (S&P) Global Ratings pada Selasa pekan lalu kembali menurunkan rating Oceanwide Holding Co. Ltd. dari CCC menjadi CCC-. S&P menilai Oceanwide berpotensi tidak akan mampu membayar utang mereka sebesar US$680 juta yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat.

Oceanwide memiliki utang jatuh tempo sebesar US$280 juta pada April 2020 dan US$400 juta pada Juli. Perusahaan berusaha menjual aset senilai US$630 juta di San Francisco bulan ini untuk membayar utang-utang tersebut, tetapi dampak dari penyebaran virus corona membuat penjualan aset tertunda.

Pembatasan perjalanan Amerika Serikat (AS)-China membuat perjalanan tim negosiasi terganggu. Sebagian besar aset properti Oceanwide juga berada di Wuhan, China, yang menjadi pusat penyebaran virus. S&P menilai arus kas Oceanwide dari penjualan properti di Wuhan sepanjang semester pertama 2020 akan melambat. (Baca juga: 300 Pekerja Tertahan di China, Tenaga Lokal Dipakai Demi Kelanjutan kereta Cepat)

Oceanwide saat ini menjadi pengembang (independent power producer/IPP) dari dua pembangkit listrik tenaga batu bara yang terdaftar dalam RUPTL, yaitu PLTU Sumut-1 dengan kapasitas 2x150MW (melalui PT Mabar Elektrindo) di Sumatra Utara dan PLTU Banyuasin 2x120MW di Sumatra Selatan. Kedua PLTU tersebut terdaftar sebagai proyek under construction di dalam RUPTL 2019 terakhir.

Ikhsan meyakini pengerjaan proyek akan kembali berjalan normal pada kurun waktu satu hingga dua bulan mendatang sejalan dengan meredanya penyebaran virus corona. Selain itu, Kementerian BUMN juga memastikan bahwa tertundanya beberapa proyek pembangkit tersebut tidak akan memengaruhi proses produksi.

Tak hanya mengganggu proyek yang sudah ada. Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan investasi dari China yang masuk ke Indonesia juga terganggu akibat virus corona. Tahun lalu, China merupakan investor kedua terbesar di Indonesia. Akibat virus ini, Bahlil memprediksi investasi dari Negara Tirai Bambu itu ikut merosot. “Dalam simulasi data yang ada sekarang sampai data Februari, kemungkinan besar (investasi) khusus China akan menurun,” katanya.

Penurunan investasi salah satunya terjadi di sektor hilirisasi. Sebab, dalam investasi proyek hilirisasi, ada yang menggunakan mesin dan tenaga kerja dari China. “Karena tidak bisa jika mesinnya dikirim, tetapi orang-orangnya tidak dikirim. Alhasil, mau tidak mau, akan terjadi stuck,” kata Bahlil. “Jadi, yang terganggu itu adalah investasi yang lagi running tetapi timnya masih di China,” tambahnya.

Memang sih, tak semua proyek terkait China terganggu karena virus corona. Plt. Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Danis Hidayat Sumadilaga mencontohkan pekerjaan yang didanai pinjaman China seperti proyek Toll Road Development Cileunyi - Sumedang- Dawuan fase II berakhir pada 2020. Nah, fase III proyek tersebut direncanakan baru akan dimulai pada 2020. Virus corona tidak berdampak terhadap proyek ini.

Kasus wabah corona memang melahirkan hal negatif sekaligus positif. Positifnya, lantaran kasus ini, Indonesia menyadari bahwa terlalu bergantung pada satu negara itu sungguh berbahaya. (Ferdi Christian/Miftah H. Yusufpati)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1182 seconds (0.1#10.140)