Pemulangan Eks Kombatan ISIS Tak Bisa Dilakukan Gegabah

Kamis, 06 Februari 2020 - 20:14 WIB
Pemulangan Eks Kombatan...
Pemulangan Eks Kombatan ISIS Tak Bisa Dilakukan Gegabah
A A A
JAKARTA - Wacana pemulangan eks kombatan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) harus dikaji secara komprehensif dan tidak dilakukan secara gegabah. Jika mereka harus dipulangkan ke Indonesia, mereka tidak cukup berikrar setia kepada NKRI tapi harus dideradikalisasi secara menyeluruh.

Pandangan tersebut disampaikan Politikus PDIP, Muchamad Nabil Haroen di Jakarta, Kamis (6/2/2020). "Wacana pemulangan eks kombatan ISIS yang dilontarkan Menteri Agama harus dipertimbangkan secara matang," ujarnya. (Baca juga: DPR Minta Pemerintah Reideologi 600 WNI Eks ISIS )

Menurut Gus Nabil, sapaan akrabnya sebelum mengambil kebijakan ataupun keputusan terhadap eks kombatan ISIS tersebut, idealnya harus ada riset matang terkait implikasi, prosedur, serta dampak yang akan terjadi jika mereka kembali ke Indonesia. Sebab keberadaan mereka berpotensi meresahkan masyarakat, bahkan dapat mengancam stabilitas negara.

Di sisi lain, pihaknya melihat ada persoalan kemanusiaan yang juga harus dipertimbangkan karena eks kombatan tersebut berasal Indonesia. "Jadi, harus ada kajian mendalam dulu. Saya kira Menteri Agama harus melihat persoalan secara lebih komprehensif," tutur Gus Nabil yang juga Ketua Umum Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU), Pagar Nusa ini.

Pihaknya juga mengingatkan pentingnya prosedur deradikalisasi dan klasifikasi dalam penanganan eks kombatan ISIS jika diterima pulang ke Indonesia. "Artinya memperlakukan mereka harus dengan klasifikasi serta deradikalisasi yang menyeluruh. Tidak cukup hanya aspek formal dengan sumpah atau penandatangan legalitas untuk setia pada NKRI," tegasnya.

Menurut Gus Nabil, prosedur-prosedur deradikalisasi harus ditempuh sebab mereka juga butuh pendampingan. Begitu pula untuk bisa kembali ke tengah masyarakat, dibutuhkan bantuan dari banyak pihak, baik pemerintah pusat maupun daerah, termasuk komunitas-komunitas masyarakat semisal pesantren untuk deradikalisasi dari konteks ideologi. (Baca Juga: Soal Kepulangan WNI Eks ISIS, Ini Sikap Presiden Jokowi)

"Kita tidak bisa hanya dengan deradikalisasi formal, perlu juga kerja sama dengan pelibatan pesantren untuk deradikalisasi melalui pengajaran agama yang moderat. Tentu saja, setelah ada klasifikasi kombatan serta melalui pemeriksaan indeks radikalisme mereka," kata Gus Nabil.

Dia mengatakan kolaborasi antara institusi negara, pesantren serta ormas Islam moderat semisal NU dan Muhammadiyah untuk menyusun program deradikalisasi harus dilakukan secara komperhensif pula. Sebab yang dilawan dari eks kombatan tersebut adalah ideologi. Untuk melawan ideologi menurut anggota Komisi IX DPR ini harus lewat pendekatan ideologi dan pengetahuan.

"Kalau melawan ideologi, ya harus dari pendekatan ideologis dan pengetahuan. Namun, kalau mereka berangkat ke Suriah, Afghanistan, Irak dan menjadi anggota ISIS karena faktor ekonomi, ya harus pakai pendekatan ekonomi, misalnya dengan pemberdayaan," terangnya.

Pihaknya juga melihat penanganan eks ISIS juga juga menjadi tantangan dunia internasional. "Kita harus kaji betul positif negatif atas pemulangan ini. Apakah diterima pulang ke Indonesia atau tidak. Jika tidak boleh pulang, terus mereka akan ke mana? Ini isu internasional yang melibatkan pelbagai negara," kata Gus Nabil.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Syaifullah Tamliha menilai bahwa warga negara Indonesia (WNI) yang pernah bergabung dengan ISIS masih bisa dipulihkan status ke-WNI-annya. Hal ini dia sampaikan menanggapi adanya 660 WNI pro ISIS yang kini nasibnya terkatung-katung di Suriah. (Baca Juga: DPR Sebut Pemulangan WNI Eks ISIS Harus Dikaji Mendalam)

“Kalau menurut saya mereka kan WNI, tidak salahnya mereka diterima dengan baik di sini,” kata Tamliha di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (6/2/2020).

Namun, tak semudah itu mereka bisa kembali ke Tanah Air. Perlu beberapa syarat agar kembalinya mereka ke Indonesia tak jadi masalah baru. Salah satu caranya agar hal tersebut tak terjadi adalah dengan program reideologisasi dengan menanamkan kembali nilai-nilai kebangsaan agar ideologi mereka soal negara Islam hilang.

“Cuci otak dalam tanda kutip ya. Walaupun ini tidak mudah, dan waktunya bisa lama mungkin sampai berbulan-bulan. Sehingga mereka juga harus diberi materi bela negara agar bisa memahami kembali hidup secara normal di masyarakat,” ucap dia.

Untuk menjalankan program ini, pemerintah juga hendaknya melibatkan banyak pihak terutama pemuka agama. Latar belakang dari orang per orang pun hendaknya dipantau agar proses reideologi ini berjalan baik.

“Misalnya kalau mereka sebelumnya Muhammadiyah ya dihadirkan dari Muhammadiyah. Kalau NU ya NU, atau non-ideologi ya harus dikaji,” ucap dia.

Agar pengawasan lebih optimal, kata Tamliha, pemerintah juga bisa mengumumkan kepulangan mantan ISIS ini sehingga pengawasan melekat dan bisa menjadi sumber intelejen yang baik bagi negara. Dengan begitu masyarakat ikut memantau keberadaan orang-orang ini di lingkungannya.“Supaya ada kewaspadaan. Mencegah kan lebih baik dari pada mengobati,” ucap dia.

Adapun proses reideologi ini bisa saja dilakukan di dalam negeri. Sepanjang ada tempat khusus yang bisa dijadikan area untuk proses reideologi yang tentunya memerlukan tempat dan fasilitas yang mumpuni. (Baca juga: Fadli Zon Minta Pemerintah Tak Abaikan 600 WNI Eks ISIS )

“Seperti yang Corona tapi enggak di Natuna lagi. Indonesia kan punya banyak pulau. Enggak ada salahnya lah kita manfaatkan untuk keperluan-keperluan tertentu. Pulau yang 17.000 lebih itu bisa bermanfaat bagi bangsa Indonesia,” tandas dia.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1937 seconds (0.1#10.140)